Tokoh Pemuda Busel Tolak Rencana Hutang Daerah
Deni Djohan, telisik indonesia
Kamis, 14 November 2019
0 dilihat
Tokoh pemuda Busel La Ode Rusyamin. Foto: Istimewa
" Kita harus tau juga, apakah dana itu hanya digunakan untuk pembangunan fisik? Kemudian bagaimana dengan tunjangan dokter dan lain-lain. Sementara SDM kita belum kita ketahui ada berapa banyak, belum yang lain-lain. "
BATAUGA, TELISIK.ID - Rencana pemerintah Buton Selatan (Busel), di bawah kepemimpinan Pelaksana tugas (Plt) Bupati, H La Ode Arusani yang bakal melakukan pinjaman daerah sebesar Rp 115 miliar pada Bank Sultra mendapat tanggapan tokoh pemuda Busel, La Ode Rusyamin. Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengaku tak sepakat dengan rencana Pemkab Busel karena dianggap hanya membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurutnya, setiap peruntukan pinjaman daerah harus memiliki efek domino (ekonomi) terhadap peningkatan kesejahtaraan masyarakat atau berpengaruh nyata pada tingkat pelayanan dasar masyarakat.
Jika dana pinjaman daerah tersebut dialokasikan untuk sektor kesehatan harusnya disertai dengan data yang valid serta item belanja terkait pembiayaan kegiatan.
"Kita harus tau juga, apakah dana itu hanya digunakan untuk pembangunan fisik? Kemudian bagaimana dengan tunjangan dokter dan lain-lain. Sementara SDM kita belum kita ketahui ada berapa banyak, belum yang lain-lain," tutur Rusyamin saat dikonfirmasi melalui sambungan telponnya, Selasa, (12/11/2019).
Lebih jauh dikatakan, pembangunan rumah sakit daerah tidak perlu dipaksakan dengan berutang atau misalnya hanya ingin biar terlihat punya rumah sakit megah, meskipun kebanyakan masyarakat juga membutuhkan bangunan-bangunan besar.
Namun tujuan pembangunan harus disertai dengan data yang menunjang. Misalnya jumlah pasien rumah sakit dalam setiap bulan atau setiap tahun sehingga, dapat dilihat seberapa urgensi masalah kesehatan di Busel. Dengan begitu, Pemda dapat menghitung berapa nilai pendapatan rumah sakit untuk sebagai sumber pendapatan daerah.
Sebab atas hutang tersebut, daerah dibebankan Rp 12 miliar setiap tahun untuk membayar bunga pinjaman. Belum lagi pembayaran angsuran pokok utang daerah sebesar Rp 40 miliar setiap tahun.
"Saya sangat tidak setuju dengan rencana pemda yang akan melakukan pinjaman. Karena secara ekonomi tidak menguntungkan masyarakat. Apalagi ini akan membebani APBD Busel," nilainya.
Menurut informasi yang ia dapat, pemerintah Busel mendapat anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2020 sebesar Rp 12 miliar. Jika itu benar, sebaiknya Pemda memanfaatkan dana anggaran ini. Apabila itu tidak ada, dinas terkait harusnya melakukan observasi ulang terkait jumlah penerimaan pasien rawat inap di setiap puskesmas.
"Jika itu sudah dapat, sebaiknya puskesmasnya yang dikembangkan atau dijadikan puskesmas rawat inap dulu sebelum menuju yang lebih besar lagi," beber mantan calon anggota DPD dapil Sultra itu.
"Bermimpi untuk mendirikan bangunan megah itu boleh, hanya seyogyanya dikondisikan dengan keadaan daerah. Sebab berhutang itu harus juga ada keuntungan ekonomi untuk daerah," tambahnya.
Ia mengusulkan Pemerintah Busel lebih cenderung mengembangkan sektor pertanian seperti jagung dan sejenisnya. Atau mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Hanya semua pembangunan itu didukung dengan studi kelayakan atau Feasibility Study (FS) yang baik.
"Saya lebih cenderung Pemda Busel membangun kerjasama dengan universitas atau investor sehingga ada efek domino yang didapat oleh Pemda dan masyarakat Busel. Kalau hanya pelayanan kesehatan, jika masih bisa ditangani pada faskes tingkat I (puskesmas) kenapa tidak pelayanan itu yang dibenahi. Atau jika memang akhirnya pasien dari faskes tingkat I butuh rujukan sementara ini pemda bisa berpartner atau membuat kesepakatan rumah sakit Siloam atau RSUD palagimata Baubau. Jadi kalau ada pasien rujuk dari busel dapat dipermudah atau pelayanannya ditingkatkan. Mendingan seperti itu," ungkapnya.
Reporter: Deni
Editor: Sumarlin