Tradisi Hepatirangga Perempuan Wanci, Menandakan Momentum Akhir Ramadan

Boy Candra Ferniawan, telisik indonesia
Kamis, 13 Mei 2021
0 dilihat
Tradisi Hepatirangga Perempuan Wanci, Menandakan Momentum Akhir Ramadan
Tradisi hepatirangga gadis Wanci Foto: Repro Facebook

" Hepatirangga di kampung biasanya diadakan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar atau malam 27 ramadan. Namun di sini ada beberapa yang melakukannya ketika besok lebaran "

WAKATOBI, TELISIK.ID - Kepulauan Wakatobi dikenal dengan keindahan lautnya, yang terbentang dari kepulauan Wangi-Wangi, Kaledupa Tomia, dan Binongko.

Dengan keindahan lautnya, sehingga Wakatobi dijuluki sebagai  Segitiga Karang Dunia. Selain itu, Wakatobi juga memiliki kekayaan budaya yang secara turun temurun telah diwariskan hingga generasi ke generasi. Salah satunya adalah Tradisi Hepatirangga yang dilakukan perempuan asal Wangi-Wangi Wakatobi.

Hepatirangga sendiri adalah kegiatan untuk mewarnai kuku dengan menggunakan bahan tradisional dari daun yang dukunyah halus atau ditumbuk dengan bahan dasar daun pacar.

Daun pacar sendiri berbentuk menyerupai daun kelor, namun memiliki tulang daun yang keras.

"Hepatirangga di kampung biasanya diadakan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar atau malam 27 ramadan. Namun di sini ada beberapa yang melakukannya ketika besok lebaran,” ungkap Putri salah satu Warga Liya Wanci, sebutan lain untuk Wangi-Wangi kepada Telisik.id, Rabu (12/5/2021).

Baca Juga: Kisah Mualaf Asal Konsel Jalankan Puasa Ramadan Pertama Kali

Dari informasi yang dihimpun Telisik.id, Hepatirangga bagi masyarakat Wanci dilakukan setelah salat tarawih, kemudian ketika pulang dari sembahnyang para ibu akan menyalakan lilin di sudut rumah dan kemudian para gadis akan memakai hepatirangga.

Hepatirangga sendiri dilakukan dengan cara mengunyah daun pacar atau bisa dengan cara ditumbuk halus. Kemudian diletakan di kuku tangan lalu ditutupi menggunakan daun kunyit atau daun pisang. Tidak lupa masyarakat setempat mengikat Patirangga agar tidak jatuh. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil dan warna merah yang baik.

“Biasanya kami di sini memakai patirangga di malam akhir Ramadan, patirangganya akan kami buka ketika subuh nanti untuk mendapatkan warna merah yang bagus,” ungkapnya.

Secara umum, hepatirangga bisa dikatakan menyerupai hena atau kuteks, salah satu bentuk untuk mewarnai kuku namun dengan cara yang modern. Perbedaannya terletak pada warna kuku yang dihasilkan merah alami dan bisa bertahan lama.

Baca Juga: Masjid di Kolaka Ini Penuh Keunikan dan Cerita Mistis

Hal lainnya juga karena  pewarna kuku yang satu ini, masih menggunakan alat dan bahan tradisional. Tradisi hepatirangga gadis–gadis wanci bukan saja untuk mempercantik diri namun juga memiliki manfaat yang positif.

Pasalnya, hepatirangga merupakan bentuk syukur kepada Tuhan karena telah menjalankan puasa selama satu bulan lamanya. (B)

Reporter: Boy Candra Ferniawan

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga