UAS: Tidak Ada Kesatuan Pemimpin Islam untuk Hentikan Penghina Nabi

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 06 November 2020
0 dilihat
UAS: Tidak Ada Kesatuan Pemimpin Islam untuk Hentikan Penghina Nabi
Ustadz Abdul Somad. Foto: Repro tribunnews.com

" Pemimpin inilah dulu ketika kita masih punya Sultan Abdul Hamid di Turki yang kekuasaan paling besar namanya Turki Usmani, ketika itu juga orang Perancis ini sudah buat drama opera di situ pelakonnya itu pelawak paling lucu dia sebagai Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. "

KENDARI, TELISIK.ID - Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dalam bentuk karikatur di masalah Charlie Hebdo di Perancis terus menuai kritik. Bukan hanya kecaman, tapi juga gerakan memboikot produk-produk asal Perancis.

Gerakan tersebut membuat khawatir Perancis, hingga Duta Besar Perancis meminta supaya gerakan tersebut dihentikan. Presiden Perancis, Macron pun meminta maaf dan menghentikan kartun Nabi yang mengatasnamakan kebebasan berpendapat.

Hanya saja, gerakan ini terus digaungkan oleh umat Islam, salah satunya Ulama asal Indonesia, Ustadz Prof. DR. H. Abdul Somad Lc., M.A., Ph.D.

Seperti yang dilansir dari PikiranRakyat-Cirebon.com dalam video yang diunggah 31 Oktober 2020 pada akun YouTube religiOne, Ustadz Abdul Somad memberikan tanggapannya terkait pihak yang telah menghina Nabi Muhammad SAW.

Ustadz Abdul Somad mengatakan, hidup ideal itu seperti kehidupan Nabi Muhammad SAW di periode Madinah 10 tahun itu. Saat itu, pemimpinnya Nabi Muhammad SAW, kemudian ada orang Yahudi yang menghina agama, kemudian rakyatnya diam saja tanpa bertindak apa-apa. 

Baca juga: Al Quran sebagai Obat Pertama dan Utama Rukiah

Karena rakyat itu sebetulnya tidak bertindak kecuali pemimpin yang bertindak, jadi yang berhak melakukan tindakan semuanya adalah pemimpin yang di sebut Ulil Amri.

"Pemimpin inilah dulu ketika kita masih punya Sultan Abdul Hamid di Turki yang kekuasaan paling besar namanya Turki Usmani, ketika itu juga orang Perancis ini sudah buat drama opera di situ pelakonnya itu pelawak paling lucu dia sebagai Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam," ucap UAS.

Waktu itu, kata UAS, mereka tampilkan di Paris, kemudian berita itu sampai ke Sultan Abdul Hamid, yang kemudian Sultan mengirim surat ke pemimpin Eropa agar opera penghinaan itu dihentikan.

"Karena ini menghina Nabi kami, jika tidak diberhentikan opera penghinaan ini maka akan kami kirim bala tentara untuk menghentikan opera penghinaan Nabi kami. Karena takut dengan kepemimpinan Sultan Abdul Hamid, maka diakhirilah opera tersebut dan tidak dipertunjukkan lagi," ujar UAS.

Tapi karena tidak punya kesatuan pemimpin, pemimpin negara Islam lemah ketakutan semua karena Perancis ini negeri yang hebat akhirnya umat Islam mengambil tindakan sendiri.

Memang tidak ada pemimpin umat Islam yang lantang seperti yang dilakukan oleh Muhammad atau seperti yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid pada masa lalu.

Baca juga: Ini Panduan Memperlakukan Istri yang Tidak Taat pada Suami

Tidak akan bisa mengangkat harkat martabat Islam dengan meledakkan Kedutaan Perancis apakah kalau di ratakan Kedutaan Perancis di Jakarta itu sekarang selesai masalah, maka umat Muslim sepakat akan memboikot seluruh produk dari Perancis.

Karena dengan memboikot seluruh produk dengan lebel Perancis, hal tersebut akan membuat perekonomian Perancis menjadi tidak stabil dan hancur.

UAS kemudian menjawab tidak ada tawar menawar bagi orang-orang yang menghina Nabi Muhammad.

"Syekh Al-Azhar, Guru kami di Al-Azhar Kairo, Mufti Al-Azhar, ulama Al-Azhar Syekh Ali Jum'ah menolak ajakan Presiden Perancis untuk menghentikan boikot. Tidak ada tawar-menawar, bahwa mereka kedutaan Perancis di Kairo menelepon Syekh Azhar supaya membuka boikot ini. Tidak, umat Islam wajib memboikot," ujar UAS.

"Kami bisa minum susu produk kami, kami bisa makanan produk kami. kalian masih mengejek ini adalah salah satu bahwa kita punya kekuatan ekonomi kami punya solidaritas luar biasa tidak ada tawar-menawar dengan para penghina Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam," pungkas Ustadz Abdul Somad. (C)

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga