Pahala Tanpa Batas untuk Orang yang Bersabar
Haerani Hambali, telisik indonesia
Senin, 26 September 2022
0 dilihat
Bersabar adalah salah satu sifat yang mulia. Allah menyiapkan pahala tanpa batas bagi orang yang bersabar. Foto: Repro Google.com
" Allah telah memerintahkan kepada seluruh orang yang beriman untuk bersabar, karena Allah telah menyediakan balasan pahala yang tak terhingga bagi siapapun yang bersabar "
KENDARI, TELISIK.ID - Di antara sifat yang paling mulia dan utama adalah sabar. Saking mulianya tabiat ini, tak heran bila kesabaran selalu diidentikkan dengan keimanan.
Dikutip dari nu.or.id, Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan, “Ketahuilah bahwa kaitan antara kesabaran dan keimanan adalah ibarat kepala dan tubuh. Jika kepala manusia sudah tidak ada, secara langsung tubuhnya juga tidak akan berfungsi. Demikian pula dengan kesabaran. Apabila kesabaran sudah hilang, keimanan pun akan hilang.”
Keutamaan sifat sabar banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, hadis, dan penjelasan para ulama. Menurut Al-Ghazali, setidaknya ada sekitar tujuh puluh lebih keterangan Al-Qur’an terkait keutamaan sifat sabar, anjuran sabar, dan ganjaran yang akan diperoleh orang yang senantiasa menjaga kesabaran, salah satunya adalah:
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian.” (QS. Ali Imran: 200).
Dalam ayat yang lainnya, Allah SWT juga berfirman:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Baca Juga: Orang Tua Akan Dimintai Pertanggungjawaban Tentang Anaknya
Melalui ayat-ayat tersebut kita bisa mengetahui bahwa Allah telah memerintahkan kepada seluruh orang yang beriman untuk bersabar, karena Allah telah menyediakan balasan pahala yang tak terhingga bagi siapapun yang mampu untuk bersabar.
Kesabaran menjadi sebuah bukti dari kekuatan iman seorang Muslim. Allah dan Rasul-Nya selalu menyeru untuk berbuat sabar, karena setiap perbuatan sabar mengandung kebaikan bagi seorang mukmin, seperti sebuah hadis yang diriwayatkan dari seorang sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu,
“Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, ‘Berilah aku nasihat’, Maka beliau bersabda, ‘Jangan marah.’ Lalu dia mengulang (permintaannya) berkali-kali, dan beliau tetap bersabda, ‘Jangan marah’.” (HR. Bukhari).
Mengutip Umma.id, dalam riwayat lain Rasulullah juga bersabda :
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin itu, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh seorang mukmin; Jika dia mendapatkan sesuatu yang menggembirakan, dia bersyukur, maka hal itu baik baginya, dan apabila dia ditimpa suatu kesulitan, dia bersikap sabar, maka hal itupun baik baginya.” (HR. Muslim).
Hadis di atas menjadi dalil, bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada umatnya untuk bersabar, tanpa menyebutkan tentang adanya batas kesabaran. Karena dalam setiap kesulitan terdapat kebaikan, ketika ia dihadapi dengan kesabaran.
Sejatinya, apabila sabar masih memiliki batas, ia tidaklah termasuk dalam kesabaran, dan ia merupakan bentuk dari ketidaksabaran. Dengan alasan apalagi umat muslim mencoba untuk menutupi ketidaksabarannya? Allah dan Rasul-Nya sudah sangat tegas memerintahkan untuk senantiasa bersabar dalam setiap kesulitan.
Jika ditimpa kesulitan atau dizalimi, mintalah pertolongan hanya kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai penolong kemudian bersabarlah, sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 153).
Namun ternyata tidak semua kesabaran itu baik dan mulia. Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menjelaskan bahwa kesabaran memiliki berbagai macam hukum.
Baca Juga: 13 Tanda Orang Bahagia Dunia Akhirat
Ada beberapa bentuk kesabaran yang malah dinilai tidak baik dan kurang tepat.
“Sabar dapat dibagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan hukumnya: sabar wajib, sunah, makruh, dan haram. Sabar dalam menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang syariat adalah wajib.
Sementara menahan diri dari yang makruh merupakan sabar sunah.
Sedangkan menahan diri dari sesuatu yang dapat membahayakan, merupakan sabar terlarang (haram) seperti menahan diri ketika disakiti. Misalnya orang yang dipotong tangannya, sementara ia hanya diam saja.
Contoh lainnya, sabar ketika melihat istrinya diganggu orang lain sehingga membangkitkan cemburunya tetapi ia memilih tidak menampakkan rasa cemburunya. Begitu juga orang yang diam saat orang lain mengganggu keluarganya. Semua itu sabar yang diharamkan.” (C)
Penulis: Haerani Hambali