Atasi Infodemi, Kominfo Tingkatkan Literasi Digital
Reporter Jakarta
Senin, 19 Oktober 2020 / 9:08 pm
JAKARTA, TELISIK.ID - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) meningkatkan upaya literasi digital guna menghadapi penyebaran infodemi COVID-19 di kalangan masyarakat.
Selain upaya pengendalian konten seusai dengan amanat Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah memunculkan istilah infodemi yang menggambarkan persebaran hoaks berkaitan dengan pandemi COVID-19.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, infodemi itu telah menjadi masalah baru bagi dunia internasional, selain pandemi COVID-19 itu sendiri.
Upaya pengendalian yang dilakukan Kementerian Kominfo, menurut Dirjen Aptika bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi masyarakat, namun ditujukan mencegah keresahan dan gangguan ketertiban umum.
“Kami perlu melakukan pengaturan dan pengendalian bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi atau kebebasan berpendapat, tapi karena situasi pandemi ini kita perlu meluruskan informasi-informasi yang salah agar tidak membuat keonaran atau membuat keresahan dan/atau mengganggu ketertiban umum,” kata Dirjen Semuel dalam Konferensi Pers Virtual Strategi Kominfo Menangkal Hoaks COVID-19 dari Media Centeri KPCPEN Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (19/10/2020).
Dirjen Aptika menyatakan ada tiga bentuk infodemi yang beredar, yaitu pertama, misinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat akibat adanya ketidaktahuan akan informasi yang tepat. Kedua, disinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat dan bersifat destruktif secara sengaja. Ketiga, malinformasi atau penyebaran informasi faktual untuk merugikan pihak-pihak tertentu.
“Di tengah pandemi, ketiga jenis gangguan informasi mengakibatkan pemahaman masyarakat yang tidak lengkap tentang situasi dan prosedur medis yang tepat terkait COVID-19. Hal ini kemudian menimbulkan stigmatisasi terhadap rumah sakit, tenaga medis dan penyintas COVID-19, hingga keengganan masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan yang telah disarankan,” terangnya.
Baca juga: Rakyat Miskin Terus Bertambah, Pemerintah Diminta Realisasikan Bantuan UMKM
Dikatakan Pemerintah terus berupaya meluruskan informasi-informasi yang salah berkaitan dengan pandemi. Hal itu dilakukan dengan menelusuri informasi hoaks dan menerima aduan dari masyarakat.
"Kami selalu melakukan verifikasi tidak jadi tidak serta merta Pemerintah langsung mengambil tindakan tanpa memverifikasi. Kita selalu melakukan langkah-langkah verifikasi berkas itu dilakukan dengan beberapa pihak," tuturnya.
Ia mengungkapkan, Kementerian Kominfo telah melakukan beberapa inisiatif kunci yang telah terbukti efektif untuk mengurangi jumlah persebaran hoaks terkait COVID-19.
Menurut Dirjen Aptika, hingga hari ini telah diidentifikasi 2.020 konten hoaks yang beredar di media sosial.
“Dengan temuan jumlah kategori sebanyak 1.197 topik. Dari 2.020 hoaks tersebut, Kominfo sudah melakukan take-down sekitar 1.759 konten,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam melawan derasnya arus infodemi, Kementerian Kominfo melakukan inisiatif berfokus pada yakni level hulu, tengah, dan hilir.
Di level tengah dan hilir, Kementerian Kominfo lebih berfokus pada terbentuknya kerjasama yang komprehensif antaraktor yang krusial dalam penanganan persebaran hoaks di tengah pandemi.
“Kominfo telah bermitra dengan berbagai platform media sosial yang beroperasi di Indonesia untuk bersama-sama melakukan patroli siber terhadap konten-konten bermuatan hoaks,” tuturnya.
Baca juga: Doni Monardo Ungkap Kasus Aktif COVID-19 Turun Signifikan
Di level hilir, menurut Dirjen Aptika jika informasi tersebut benar-benar meresahkan masyarakat maka aparat penegak hukum yang langsung menindak.
“Kami juga memberikan kemudahan kepada instansi untuk melakukan klarifikasi supaya informasi tersebut tidak berdampak buruk bagi masyarakat,” tegasnya.
Dirjen Semuel menegaskan, di tengah era demokrasi seperti saat ini, Pemerintah tidak mungkin menerapkan pendekatan tangan besi. Sehingga tidak lagi ada penutupan situs atau pemblokiran konten tanpa ada alasan yang jelas.
Ada tahapan-tahapan yang memang melanggar, apalagi kita akan mempunyai Permen baru di mana itu ada tahapannya lebih jelas dan sebelum melakukan pemblokiran itu ada tahapan pelaku dikenakan sanksi administratif untuk memunculkan efek jera,” jelasnya.
Pemerintah menurut Dirjen Aptika juga melibatkan masyarakat dalam menghadapi hoaks. Menurutnya, masyarakat juga diharapkan perlu mencari tahu. Sebab, di era digital saat ini siapa saja bisa mengakses informasi dari mana saja sehingga perlu melakukan klarifikasi, memeriksa fakta dan melihat siapa yang menyebarkan informasi atau pemberitaan tersebut.
“Peran masyarakat itu sangat penting, jadi perlu melihat judul-judul yang dibuat yang kadang-kadang provokatif dan mengundang emosi, ini perlu dipahami oleh masyarakat. Jadi kalau memang orangnya belum pernah punya kredensial, websitenya baru kemarin dibuat itu perlu dicurigai. Dilihat juga cek fotonya, kadang-kadang fotonya benar tapi captionnya itu juga yang menyesatkan. Jadi perlu masyarakat juga paham tentang hal-hal ini,” tuturnya.
Dirjen Semuel mengatakan, ketika menemukan jenis-jenis infodemi di platform digital, masyarakat dapat melakukan aduan kepada Kementerian Kominfo dengan mengirimkan email ke aduankonten@kominfo.go.id.
Selain melaporkan melalui Kementerian Kominfo lanjut Semuel, masyarakat juga dapat melaporkan hoaks melalui berbagai kanal informasi yang tersedia seperti Media sosial Facebook, Twitter, Instagram hingga Google yang menyediakan fitur report atau feedback untuk melaporkan berita yang mengandung informasi negatif. (C)
Reporter: Marwan Azis
Editor: Kardin