KPU Beralasan Tanpa Revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Otomatis Sudah Berubah

Mustaqim

Reporter

Selasa, 10 Oktober 2023  /  9:11 am

Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari (kanan), dan Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Kholik. Foto: Ist.

JAKARTA, TELISIK.ID – Walau mendapat kritik dari berbagai pegiat pemilu, akademisi, maupun kelompok aktivis perempuan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tetap tidak merevisi pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023.

Meski sebelumnya Mahkamah Agung (MA) sudah memerintahkan KPU agar pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut dicabut karena melanggar UU Pemilu.

Pasal 8 ayat (2) PKPU 10 Tahun 2023 mengatur tentang penghitungan keterwakilan 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan. Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari beralasan, pihaknya tak merevisi Peraturan KPU itu karena di dalam putusannya, MA membatalkan aturan itu.

MA juga mengatur rumusan baru untuk aturan yang dinyatakan batal, yakni sistem hitungan pembulatan ke bawah diganti menjadi pembulatan ke atas.

“Tanpa revisi, Peraturan KPU sudah berubah,” ujar Hasyim kepada wartawan di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, Senin (9/10/2023).

Hasyim kemudian menyamakan dengan keadaan ketika suatu undang-undang diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK merumuskan sendiri perubahannya.

Baca Juga: Tak Ikuti Putusan MA Revisi Aturan Caleg, KPU Dituding Terus Bersandiwara

“Sama dengan putusan MA itu merumuskan sendiri lalu bunyinya menjadi apa,” kilah Hasyim.

Salah satu perwakilan koalisi yang mengajukan judicial review terkait pasal 8 ayat (2) PKPU 10 Tahun 2023 ke MA, Hadar Nafis Gumay, menilai bahwa UU Pemilu maupun PKPU memberi ruang perbaikan daftar caleg yang tidak memenuhi 30 persen hanya pada masa awal pendaftaran.

Sementara itu, saat ini, tahapan pencalegan sudah hampir selesai dengan akan diumumkannya Daftar Calon Tetap (DCT) pada 3 November 2023. Revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023, menurut Hadar, tetap perlu guna mengatur konsekuensi untuk partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan berdasarkan putusan MA.

“Jadi, bukan ruang perbaikan setelah ditetapkan jadi DCS (Daftar Calon Sementara) atau DCT. Kalau KPU mau mengatur atau memaksudkan yang lain lagi, ya harus tertib. Dan pastikan itu dalam peraturan,” tegas Hadar.

Sementara itu, Hasyim mengklaim bahwa tidak ada konsekuensi untuk partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil). “Di UU tidak ada sanksinya. Kalau di UU tidak ada sanksi, KPU kan tidak bisa memberikan sanksi,” ujar Hasyim.

Hasyim memastikan, partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di dapil tertentu tetap berhak mengusung seluruh calegnya untuk bertarung di dapil bersangkutan.

“Tetap MS (memenuhi syarat, red) karena tidak ada ketentuan yang harus membatalkan itu menurut UU Pemilu. Kalau sampai memberikan sanksi, apalagi pembatalan, harus UU yang mengatur itu,” katanya.

Menanggapi sikap KPU yang tetap tidak merevisi PKPU 10 Tahun 2023, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyatakan akan melakukan pengawasan terhadap surat edaran KPU yang berisi permintaan kepada partai politik untuk memedomani putusan MA.

Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menerangkan, putusan MA seharusnya dijalankan karena berkekuatan hukum. Sehingga tidak ada alasan KPU untuk tidak menjalankan putusan tersebut. Namun, Lolly tak mempermasalahkan kebijakan KPU yang memilih mengeluarkan surat edaran kepada parpol ketimbang merevisi PKPU.

Baca Juga: ICW Sebut Penyelenggara Pemilu Bobrok, KPU Berkilah Belum Terima Salinan Putusan MA

“Yang ideal memang ada revisi terhadap PKPU, tapi kan pilihan ini belum diambil hingga hari ini oleh KPU untuk melakukan revisi. Tapi KPU sudah menindaklanjuti dengan membuat surat dinas. Ada sebagian orang bilang itu surat hanya imbauan saja. Itu kalau berdebat soal redaksi surat dinasnya KPU,” ujar Lolly, Senin (9/10/2023).

Lolly memastikan Bawaslu menghormati putusan MA sehingga pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap proses agar parpol memenuhi putusan MA.

Anggota KPU RI, Idham Holik, tak menampik bahwa KPU RI telah menerbitkan surat edaran kepada pimpinan partai politik terkait hal tersebut.

“KPU juga berkeyakinan partai politik memahami dengan baik dua Putusan Mahkamah Agung atas judicial review pasal 8 ayat (2) huruf a dan pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10/2023,” ujar Idham.

Diketahui, MA juga sudah memutus perkara uji materi yang salah satunya dimohonkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait Pasal 11 ayat (6) dalam PKPU yang sama. Pasal itu terkait syarat mantan terpidana yang dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik sebagai caleg. (A)

Reporter: Mustaqim

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS