Memaknai Pidato Ketua Partai Rakyat Demokratik di Harla Pancasila
Kardin, telisik indonesia
Senin, 01 Juni 2020
0 dilihat
Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik, Agus Jabo Priyono. Foto: Alex Bainbridge.
" Hampir tiga bulan, kita terkurung oleh pandemi ini, dan kemajuan yang telah dicapai umat manusia, sampai sekarang ternyata belum mampu menghentikan serangan COVID-19 ini. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Dalam peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni, banyak pihak yang ikut merayakannya, tak terkecuali Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Dalam pidatonya, Ketua Umum PRD, Agus Jabo Priyono menuturkan, setelah munculnya COVID-19 di Wuhan China pada akhir tahun 2019, kemudian meluas menjadi wabah pandemi yang sampai sekarang masih dirasakan dampaknya, banyak pelajaran berharga yang diperoleh untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan.
Salah satu pelajaran yang terpenting bahwa tugas negara menjamin keselamatan kehidupan rakyat adalah hal yang utama di atas kepentingan apapun, dan kesejahteraan rakyat adalah perjuangan politik yang paling tinggi.
Katanya, sebelum pandemi COVID-19 muncul, dunia sedang diguncang oleh massifnya perlawanan rakyat menolak konsep lama, sistem lama yang hanya memberikan ruang hidup untuk segelintir orang menguasai kehidupan umat manusia lainnya.
"Hampir tiga bulan, kita terkurung oleh pandemi ini, dan kemajuan yang telah dicapai umat manusia, sampai sekarang ternyata belum mampu menghentikan serangan COVID-19 ini," paparnya melalui aplikasi Zoom, Senin (1/6/2020).
Baca juga: Tanpa Protap Kesehatan 24 Pekerja Asal Buteng Bebas Masuk di Bombana
Di dalam negeri, kata Agus Jabo, terjadi kebimbangan, kelambatan, ketidaksiapan, tidak ada soliditas kepemimpinan, tidak ada kesatuan komando, simpang siur informasi.
Maka dengan jiwa besar katanya, kita harus akui, bahwa secara subyektif kita memang tidak siap menghadapi serangan tiba-tiba COVID-19, baik dari aspek anggaran maupun peralatan medis.
"Selain mungkin ada pertimbangan lain yang dijadikan landasan sikap pemerintah, selain masalah kesehatan. Hal ini harus menjadi koreksi, bahwa ada masalah yang harus diperbaiki, baik dari aspek kesehatan, anggaran, ekonomi dan politik," urainya.
Sebelum pandemi COVID-19 muncul, ada beberapa agenda besar yang sedang dipersiapkan oleh Pemerintah Pusat, seperti Ibu Kota Baru, Omnibus Law dan pembahasan beberapa Undang-Undang (UU) serta kebijakan yang masih menjadi polemik di tengah masyarakat.
Di tengah kecemasan dengan banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat, seperti PHK, sektor informal mandeg, pengurangan upah kerja, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan keputusan Presiden menaikkan iuran BPJS yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan pengesahan UU Minerba oleh DPR RI.
Baca juga: Rapid Tes di RSUD Kendari Gratis
"Tindakan tersebut melukai batin masyarakat, di saat mereka menjauhkan diri dari hiruk pikuk kehidupan ekonomi dan politik, dengan tetap tinggal serta kerja di rumah. Masyarakat menjadi curiga bahwa ada muatan kepentingan dari Oligarki yang mengambil keuntungan di tengah kecemasan," cetusnya.
Belum lagi terangnya, adanya upaya pembungkaman terhadap hak-hak demokrasi rakyat, dalam bentuk intmidasi, teror dan penangkapan terhadap anggota masyarakat yang melakukan kritik kepada pemerintah.
Ditambah simpang siur kebijakan yang dilakukan pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), penundaan angsuran kredit dan lain sebagainya, hal tersebut menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin turun.
Di saat situasi darurat katanya, mestinya pemerintah fokus dalam menghadapi pandemi COVID-19, membangun kepemimpinan yang solid, dengan menunda semua agenda, selain agenda menyelamatkan rakyat, baik kesehatan maupun kebutuhan hidup, agar masyarakat merasa tenang karena terpimpin.
"Sebesar apapun musuh dan seberat apapun beban yang harus dipikul oleh negara dan masyarakat, jika bersatu padu akan menjadi ringan dan kita pasti sanggup mengalahkan serta melewati situasi berat ini," yakinnya.
Baca juga: Dispar dan DPMD Muna Beri Sanksi Kades Bakealu
Masyarakat Indonesia sudah membuktikan tindakan nyata, walau dengan tindakan yang sederhana, mereka sigap menjaga diri dan menjaga kampungnya dengan melakukan isolasi mandiri, memproduksi masker, dan tolong menolong membangun posko distribusi makanan dan bahan makanan.
Di tengah alam liberal ugal-ugalan jelas Agus Jabo, gotong royong yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia terbukti masih kuat di tengah masyarakat dan sanggup menjawab persoalan mendesak masyarakat.
"Kegotong-royongan inilah yang harus dikembangkan baik untuk urusan ekonomi, politik maupun sosial," katanya.
Banyak pelajaran dan hal yang harus dikoreksi untuk dibenahi agar ke depan kehidupan bangsa semakin kokoh, adil makmur dan penuh harapan.
Dan juga agar negara selalu siap menghadapi situasi apapun, baik normal maupun darurat.
"Kita butuh tatanan baru, tatanan yang sesuai dengan cita-cita proklamasi yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya berisi tujuan Indonesia merdeka dan Pancasila sebagai dasar negara," jelasnya.
Baca juga: Muji Lestari, Berjualan Seadanya Demi Hidupi Ekonomi Keluarga
Tatanan yang pernah ditawarkan Bung Karno dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SU PBB) 1960, di saat dunia pada waktu itu terbelah menjadi blok barat dan timur, tatanan baru untuk membangun dunia kembali, yang menjunjung tinggi kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan.
Membangun kehidupan dunia yang adil dan beradab, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
"Tinggalkan alam liberal yang telah gagal dan mendapatkan perlawanan rakyat di mana-mana, dengan percaya kepada kekuatan sendiri, mari kembali menegakkan serta melaksanakan Pasal 33 UUD 45," serunya.
Karena katanya, sesungguhnya bukan hanya demokrasi politik saja yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa, tetapi juga demokrasi ekonomi, sosio demokrasi, dengan menjadikan masyarakat sebagai tulang punggung ekonomi nasional.
Baca juga: Kemungkinan Salat Jumat Diadakan Lebih dari Satu Gelombang
"Sejak awal berdiri kita telah membagi konsep pembangunan ekonomi itu menjadi tiga, yaitu BUMN, Koperasi dan Swasta," paparnya.
Akan tetapi walau kepemimpinan nasional silih berganti, hanya swasta yang selalu diistimewakan, termasuk swasta asing, BUMN masih belum mampu menjadi pilar utama ekonomi dan ekonomi rakyat dalam bentuk koperasi dilupakan untuk dibangun dan dikembangkan.
Akibatnya ujar Agus Jabo, terjadi ketimpangan dan dalam situasi darurat seperti ini, di saat semua negara sedang mengamankan kepentingan dalam negerinya masing-masing, sangat terasa betapa keroposnya ekonomi nasional.
Pandemi telah memberikan pelajaran, semua negara berjuang mengamankan dalam negerinya masing-masing, dari masalah alat kesehatan, bahan makanan maupun keuangan.
Baca juga: Trending di Twitter, Ruslan Buton Banjir Dukungan
Olehnya itu, sudah saatnya memulai kembali membangun industri nasional, agar tidak terus menerus tergantung kepada modal asing, tinggalkan pemikiran lama itu, ubah cara pandang agar Indonesia mandiri di atas semangat gotong royong.
Hanya negara yang memiliki industri nasional yang kuat, ekonomi bisa mandiri dan sanggup bertahan menghadapi situasi apapun.
Untuk itu, ia berharap agar Pancasila dijadikan sebagai filosofi, dasar dan bintang arah bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuannya.
"Jangan hanya menjadikan Pancasila sebagai gincu dan tameng politik, tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga kita semua selamat dan keluar dari Pandemi COVID-19 ini," tutup Agus Jabo.
Reporter: Kardin
Editor: Sumarlin