Negara Mayoritas Muslim Ini Larang Hijab dan Pakaian Barat di Perayaan Dua Hari Besar Islam

Ahmad Jaelani

Reporter

Sabtu, 22 Juni 2024  /  4:22 pm

Suasana pasar tradisional di Tajikistan, salah satu negara yang penduduknya mayoritas muslim. Foto: Repro Istockphoto

DUSHANBE, TELISIK.ID - Majelis Tinggi Parlemen Tajikistan, atau Majlisi Milli, meloloskan undang-undang yang melarang pakaian asing dan perayaan dua hari besar Islam, Idul Fitri dan Idul Adha.

Sidang tersebut mendukung amandemen terhadap undang-undang negara mengenai hari libur, tradisi dan ritual, peran guru dan lembaga pendidikan dalam membesarkan anak, serta tanggung jawab sebagai orang tua, dilansir dari CNBC Indonesia, Sabtu (22/6/2024).

Sebelumnya, Majlisi Namoyandagon atau Majelis Rendah Parlemen Tajikistan menyetujui rancangan undang-undang yang melarang hijab dan idgardak pada 8 Juni. Sidang majelis tinggi parlemen ke-18 yang dipimpin oleh ketuanya, Rustam Emomali, berlangsung Rabu (19/6/2024).

Undang-undang tersebut sebagian besar menargetkan jilbab dan pakaian tradisional Islam lainnya, yang mulai masuk ke Tajikistan dalam beberapa tahun terakhir dari Timur Tengah. Para pejabat negara telah mengaitkannya dengan ekstremis Islam.

Anggota parlemen juga menyetujui amandemen baru terhadap peraturan pelanggaran administratif, yang mencakup denda besar bagi pelanggarnya.

Aturan tersebut sebelumnya tidak mencantumkan penggunaan jilbab atau pakaian keagamaan lainnya sebagai pelanggaran. Radio Liberty melaporkan bahwa hukuman bagi pelanggar bervariasi dari setara dengan 7.920 somoni atau sekitar Rp 12 juta untuk individu dan 39.500 somoni atau sekitar Rp 61 juta untuk badan hukum.

Baca Juga: Deretan Tradisi Unik Idul Adha di Berbagai Negara, Hewan Kurban Didandani hingga Sepanjang Jalan Berhias Darah

Pejabat pemerintah dan otoritas keagamaan dilaporkan akan menghadapi denda yang jauh lebih tinggi, yaitu masing-masing 54.000 somoni atau sekitar Rp 83 juta dan 57.600 somoni atau sekitar Rp 89 juta, jika terbukti bersalah.

Perlu dicatat bahwa Tajikistan telah melarang jilbab Islami setelah bertahun-tahun dilarang secara tidak resmi. Tindakan keras pemerintah Tajikistan terhadap hijab dimulai pada tahun 2007 ketika Kementerian Pendidikan melarang pakaian Islami dan rok mini gaya barat untuk pelajar.

Larangan ini akhirnya diperluas ke semua lembaga publik, dengan beberapa organisasi menuntut staf dan pengunjung untuk melepas jilbab mereka.

Pemerintah daerah membentuk satuan tugas khusus untuk menegakkan larangan tidak resmi tersebut, sementara polisi menggerebek pasar untuk menahan pelanggar. Namun, pihak berwenang menolak banyak klaim dari perempuan yang mengatakan mereka dihentikan di jalan dan didenda karena mengenakan jilbab. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir melakukan kampanye untuk mempromosikan pakaian nasional Tajik.

Pada tanggal 6 September 2017, jutaan pengguna ponsel menerima pesan teks dari pemerintah yang menyerukan perempuan untuk mengenakan pakaian nasional Tajik. Pesan tersebut menyatakan bahwa "Mengenakan pakaian nasional adalah suatu keharusan!" "Hormati pakaian nasional," dan "Mari kita jadikan tradisi yang baik dalam mengenakan pakaian nasional."

Kampanye ini mencapai puncaknya pada tahun 2018 ketika pemerintah memperkenalkan buku setebal 376 halaman - Buku Panduan Pakaian yang Direkomendasikan di Tajikistan - yang menguraikan apa yang harus dikenakan wanita Tajikistan untuk berbagai kesempatan. Tajikistan juga secara tidak resmi melarang janggut lebat.

Ribuan pria dalam satu dekade terakhir dilaporkan telah dihentikan oleh polisi dan janggut mereka dicukur di luar keinginan mereka.

Mayoritas atau sekitar 95 persen-98 persen penduduk Tajikistan beragama Islam. Republik Tajikistan adalah sebuah negara bekas Uni Soviet di Asia Tengah, berbatasan dengan Afganistan di selatan, Republik Rakyat Tiongkok di timur, Kirgizstan di utara, dan Uzbekistan di barat.

Baca Juga: Fakta Menarik Manusia Rp 1.700 Triliun Jensen Huang, Sebut Komputer Tak Diperlukan Masa Mendatang

Kondisi geografisnya merupakan dataran tinggi yang tidak berbatasan dengan laut. Sebagian besar penduduk Tajikistan termasuk ke dalam etnis Tajik yang berbahasa Persia dan berbagi sejarah, bahasa, dan budaya dengan Afghanistan dan Iran.

Sebagai informasi, melansir wikipedia.org. setelah menjadi bagian dari Kekaisaran Samanid, Tajikistan menjadi Republik Konstituen dari Uni Soviet pada abad ke-20 dengan nama Republik Sosialis Soviet Tajikistan.

Perpecahan Uni Soviet terjadi pada 1991 dan Tajikistan merdeka. Setelah kemerdekaan, Tajikistan menderita perang saudara yang berlangsung mulai dari 1992 sampai 1997.

Sejak akhir perang, stabilitas politik yang baru didirikan dan bantuan asing telah memungkinkan perekonomian negara berkembang. Perdagangan komoditas seperti kapas, aluminium, dan uranium telah memberikan kontribusi besar bagi negara ini supaya terus membaik. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS