Pasien COVID-19 Tetap Nyoblos di Pilkada

Muhammad Israjab

Reporter

Senin, 07 Desember 2020  /  3:54 pm

Pasien COVID-19 tetap diberikan kesempatan untuk menyalurkan hak pilihnya pada Pilkada 9 Desember 2020. Foto: Repro Tribunnews.com

KENDARI, TELISIK.ID - Dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 pasal 72 ayat (1) disebut, pemilih yang sedang menjalani rawat inap, isolasi mandiri, dan/atau positif COVID-19 dapat menggunakan hak pilihnya di TPS terdekat.

Ada ketentuan lanjutan pada ayat (3) pasal tersebut. TPS terdekat mengirim maksimal dua orang petugas untuk melayani para pemilih itu di rumah sakit tempat mereka dirawat.

Petugas yang dikirim wajib menggunakan APD lengkap dan merahasiakan pilihan pemilih. Pelayanan dimulai pukul 12.00 waktu setempat. Namun tak ada paksaan bagi pemilih untuk ikut dalam Pilkada.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menegaskan, masyarakat yang terpapar COVID-19 tetap memiliki hak pilih di Pilkada serentak 2020.

Ketua Bawaslu Sultra, Hamiruddin Udu, Senin (7/12/2020) mengatakan, Bawaslu akan mengawasi proses tersebut sehingga pasien COVID-19 tetap mendapatkan hak pilih mereka.

Untuk mekanisme memilih bagi pasien COVID-19 yakni akan didatangi oleh petugas KPPS baik ke rumah bagi yang melakukan isolasi mandiri (tidak dapat datang ke TPS) dan ke rumah sakit.

Baca juga: Kuasa Hukum Paslon RABU Sesalkan Adanya Kampanye Hitam Terhadap Ruksamin

"Masih tetap diberikan kesempatan memilih, hanya yang bersangkutan diarahkan untuk ke ruang khusus yg telah disiapkan oleh KPPS," ucapnya saat dikonfirmasi.

"Yang di ruang isolasi dan sudah terdata akan dibawakan surat suara, tentu harus dengan melibatkan tenaga medis dan diawasi secara ketat oleh pengawas pemilu," sambungnya.

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar menambahkan, mekanisme bagi pemilih COVID-19 telah diatur dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 dengan cara mendatangi pasien tersebut.

Berdasarkan PKPU 6 Tahun 2020 bagi pemilih yang sedang menjalani isolasi mandiri karena COVID-19 dan dipastikan tidak dapat mendatangi TPS untuk memberikan hak pilihnya, maka KPPS dapat melayani hak pilihnya dengan cara mendatangi pemilih.

Hal itu dengan persetujuan saksi dan panwaslu kelurahan desa atau pengawas TPS, dengan mengutamakan kerahasiaan pemilih.

Lalu, pelayanan hak pilih sebagaimana dilakukan oleh 2 (dua) orang anggota KPPS bersama dengan panwaslu kelurahan desa atau pengawas TPS dan saksi.

Dikutip dari Kompas.com (3/12/2020), epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo mengatakan, petugas yang mendatangi pasien positif COVID-19 sangat tidak aman dan berisiko.

Baca juga: Dua Lembaga Quick Count Terdaftar di KPU Muna

Sebab petugas medis yang sudah terbiasa dan terlatih menggunakan APD juga masih banyak yang terpapar virus corona.

"Tentu tidak aman dan sangat berisiko, petugas kesehatan saja tertular kok, apalagi petugas KPPS, mereka ini kan tidak terlatih," ucap Windhu.

"Terutama yang paling hati-hati kan ketika membuka atau berganti pakaian. Saya khawatir para petugas tidak dilatih untuk itu," tambahnya.

Windu mengatakan, apabila petugas KPPS tertular dari pasien yang positif maka risikonya tinggi dan bisa menyebabkan meninggal.

"Mereka ini harus dijaga dan dilindungi. Jadi tidak boleh mereka diminta datang ke TPS, meski mereka bukan diisolasi. Jangan demi demokrasi mereka jadi korban. Kalau mereka ini tertular, siapa yang tanggung jawab? Jadi pemilih-pemilih high risk ini juga harus didatangi," kata dia.

Windhu menyebutkan, sejak awal banyak yang berharap pelaksanaan Pilkada 2020 ini sebaiknya ditunda karena berisiko terjadi penularan virus corona. (B)

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Fitrah Nugraha