Wanita 27 Tahun di Negara Ini Jika Belum Menikah Dianggap Ancam Keamanan, Ini Alasannya

Ibnu Sina Ali Hakim

Reporter

Kamis, 17 Februari 2022  /  1:39 pm

Wanita 27 tahun di China yang belum menikah, dianggap ancam keamanan. Foto: Repro Liputan6.com

BEIJING, TELISIK.ID - Walaupun zaman sudah makin modern, ternyata tidak serta merta mengubah pandangan negara China terhadap perempuan yang belum menikah.

Melansir Theconversation.com, jika ada perempuan, berpendidikan, dan belum menikah pada usia 27 tahun di China, orang terkadang menggunakan istilah “sheng-nu” atau perempuan tidak laku untuk menggambarkan status sosial.

Label tersebut sengaja diciptakan untuk meredam peningkatan jumlah perempuan lajang di tengah masyarakat tradisional yang kadang memandang pilihan tidak menikah sebagai pelanggaran moral. Beberapa pihak bahkan menganggapnya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Pelabelan ini memang sengaja diciptakan agar para perempuan lajang segera menikah, karena adanya peningkatan jumlah perempuan lajang di tengah masyarakat tradisional.

Penggambaran perempuan lajang sebagai individu kesepian, putus asa, memiliki kualifikasi kerja dan pendidikan yang terlalu tinggi, serta susah didekati, sering terjadi di media dan portal berita China.

Penelitian telah menunjukan bahwa stigma ‘Sheng-nu’ ini pada akhirnya telah menekan banyak perempuan untuk menikah.

Meski begitu, saat ini sudah banyak perempuan yang memilih untuk melawan stigma ini. Masyarakat China modern semakin percaya diri akan diri mereka sendiri, termasuk para perempuannya.

Baca Juga: Warga di Negara Ini Labih Pilih Punya Ponsel Android Ketimbang Toilet, BAB di Semak-Semak

Dilansir dari Zonabanten.com, dari data yang dilakukan salah satu lembaga survei di China, sebanyak 7 juta perempuan lajang berusia 25 - 34 tahun di perkotaan China merupakan salah satu kontributor terbesar pertumbuhan negara.

Bahkan, perempuan saat ini berkontribusi sekitar 41% terhadap PDB China. Data ini menunjukkan proporsi terbesar dari negara mana pun di dunia.

Alih-alih melawan stigma Sheng-nu dengan protes kepada para penganut kepercayaan tersebut, atau turun di jalanan berdemo dan menyuarakan pendapat mereka, perempuan lajang China lebih memilih menunjukkan penolakan melalui kekuatan ekonomi mereka. Para perempuan yang percaya diri ini menggunakan konsumerisme untuk melawan stigma tersebut.

Baca Juga: Deretan Negara yang Bayar Warganya untuk Berhubungan Sex, Nomor 5 Tetangga Indonesia

“Saat kumpul keluarga, tante saya suka mengghibah orang tua saya masih lajang. Mungkin dalam pikirannya, saya menjalani kehidupan yang menyedihkan. Saya perlu membela orang tua saya, (sehingga) saya senantiasa meningkatkan citra diri saya sendiri dengan banyak membeli pakaian mahal,” ungkap salah seorang perempuan lajang di China berusia 33 tahun.

Selain itu, di China juga menerapkan ancaman hukum serius apabila melakukan konfrontasi langsung dalam bentuk aktivisme sosial melawan stigma “Sheng-nu” ini.

Karena semakin banyak perempuan modern China yang melawan stigma tersebut, mereka menggagas adanya Hari Lajang. (C)

Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim

Editor: Haerani Hambali