Akademisi se-Sulawesi Tenggara Ajukan Perombakan RUU Penguatan Penegakan Hukum di Laut

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 27 Juni 2024
0 dilihat
Akademisi se-Sulawesi Tenggara Ajukan Perombakan RUU Penguatan Penegakan Hukum di Laut
Para akademisi di Kendari memberikan tanggapan, analisis, kritik dan saran terkait rancangan perubahan UU Kelautan. Foto: Ist.

" Indonesia sebagai negara maritim perlu memiliki penyelenggaraan keamanan, keselamatan, dan perlindungan lingkungan laut yang efektif dan responsif "

KENDARI, TELISIK.ID - Fakultas Hukum (FH) Universitas Halu Oleo (UHO) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan, dengan tema Penguatan Penegakan Hukum di Laut. Acara ini dihadiri oleh berbagai unsur perguruan tinggi se-Sulawesi Tenggara, Rabu (26/6/2024).

Beberapa universitas hadir dalam FGD ini termasuk Universitas Halu Oleo (UHO), Universitas Muhammadiyah (UM) Kendari, Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), dan Universitas Karya Persada Muna.

Para akademisi dalam FGD ini memberikan tanggapan, analisis, kritik, dan saran terkait rancangan perubahan UU Kelautan. Dr. Herman, Dr. Ahmad Rustan, dan Dr. Sahrina Safiuddin menjadi pemantik dalam diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Heryanti.

Ketua Pelaksana Kegiatan FGD, Dr. Ali Rizky, menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara maritim perlu memiliki penyelenggaraan keamanan, keselamatan, dan perlindungan lingkungan laut yang efektif dan responsif.

Menurut Dr. Ali Rizky, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur keamanan laut, kemaritiman, dan penegakan hukum. Namun, regulasi ini sering menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara instansi terkait.

Baca Juga: Mahasiswa FEB Unsoed Bantu Tingkatkan Kualitas Laporan Keuangan UMKM di Kendari

Indonesia belum memiliki lembaga Coast Guard atau Coast Maritim. Akibatnya, penanganan pelanggaran hukum di laut sering tidak tuntas. UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dianggap belum memberikan kepastian hukum yang memadai.

RUU perubahan atas UU Kelautan mengusulkan beberapa pengaturan baru terkait keamanan laut dan penegakan hukum, termasuk penguatan kedudukan Bakamla sebagai Indonesian Sea and Coast Guard dengan tanggung jawab langsung kepada Presiden.

Bakamla dalam RUU ini juga diberi kewenangan penyidikan dan intelijen untuk penegakan hukum yang lebih efektif. Pengaturan baru ini diharapkan memberikan kepastian hukum tata kelola keamanan dan penegakan hukum laut.

Ketua Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Universitas Halu Oleo menjelaskan bahwa hasil FGD menunjukkan RUU perubahan UU Kelautan masih menyisakan masalah terkait ketidakjelasan tugas dan kewenangan masing-masing lembaga dalam Bakamla.

Sejumlah perubahan pada RUU tersebut tidak memberikan kepastian hukum tentang pertahanan keamanan, penegakan hukum, dan keamanan pelayaran, terutama peran TNI dan POLRI. Beberapa usulan dari FGD meliputi tiga sistem pengaturan.

Baca Juga: Dikbud Sulawesi Tenggara Launching Seragam Putih Abu-Abu Merek A to B Karya Siswa SMK

Pertama, sistem yang ada sekarang diarahkan ke “Single Agency Multi Task” dengan menempatkan Kepolisian sebagai leading sector. Kedua, sistem tidak mengarah ke “Single Agency Multi Task” atau “Multi Agency Single Task” namun dengan pembentukan peraturan baru setingkat UU masing-masing.

Ketiga, penerapan sistem “Single Agency Multi Task” yang didukung oleh UU yang sifatnya integratif terkait kewenangan masing-masing lembaga dengan Kepolisian sebagai leading sector. Sistem ini diharapkan dapat memenuhi tujuan hukum.

Dr. Ali Rizky menekankan bahwa RUU Kelautan yang baru diharapkan dapat memenuhi tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Upaya ini bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat. (C-Adv)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga