Anak-Anak di Konawe Utara Lebih Memilih Main Gadget, Permainan Mepido di Ambang Kepunahan

Apriadi Mayoro, telisik indonesia
Rabu, 20 Desember 2023
0 dilihat
Anak-Anak di Konawe Utara Lebih Memilih Main Gadget, Permainan Mepido di Ambang Kepunahan
Permainan Mepido yang menjadikan biji jambu mete sebagai alat permainan, kini tak lagi dimainkan anak-anak. Foto: Apriadi Mayoro/Telisik

" Permainan tradisional Mepido kini terancam punah akibat minimnya perhatian dan perubahan gaya hidup masyarakat "

KONAWE UTARA, TELISIK.ID - Di tengah perkembangan teknologi modern, warisan budaya Indonesia ternyata tengah menghadapi ancaman serius. Permainan tradisional Mepido kini terancam punah akibat minimnya perhatian dan perubahan gaya hidup masyarakat.

Berdasarkan pengamatan Telisik.id di salah satu desa di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, permainan “Mepido” sudah tak dimainkan lagi oleh anak-anak.

Telisik.id kemudian menanyakan permainan ini pada seorang anak. Ternyata, memang permainan ini sudah tidak dimainkan lagi. Katanya, karena mereka lebih suka bermain handphone (HP).

“Nda adami yang main itu. Karena anak-anak di sini lebih suka main HP. Anak kelas 7 saja sudah kayak orang dewasa,” tutur bocah SMP, Hadi, Minggu (17/12/2023).

Baca Juga: Wah, Konawe Utara Bakal Jadi Smart City di 2024

Ia juga merasa kebingungan, mengapa teman-temannya bisa seperti itu. Hal tersebut dirasakan juga oleh masyarakat sekitar. Bahwa anak-anak sudah tidak ada lagi yang bermain Mepido.

“Iya, sudah bedami dulu dengan sekarang. Sekarang nda adami yang mainkan, main HP saja yang dorang bikin,” ujar salah seorang warga, Riya, sembari menambahkan, penyebabnya adalah perkembangan teknologi, handphone.

Menurutnya, penyebabnya selain karena perkembangan teknologi, juga karena kurangnya hasil panen jambu mete, mengingat permainan ini dimainkan usai panen jambu mete, dan menggunakan biji jambu.

Seorang guru SMP, Yuyun, menjelaskan bahwa menurutnya, faktor penyebabnya adalah perkembangan zaman dan lingkungan sosial.

“Tidak ada perkenalan dari yang tua-tua ke anak-anak. Kalau kemarin-kemarin kan kita biasa melihat dari yang tua-tua mainkan permainan itu, akhirnya kita ikut-ikutan. Sekarang kebanyakan kita lebih memilih main handphone,” ujarnya, Minggu (17/12/2023).

Ia menambahkan, ini juga berkaitan dengan fasilitas yang diberikan dalam dunia pendidikan. Apalagi saat terjadi pandemi COVID-19 kemarin, yang mengharuskan pembelajaran secara online.

Permainan tradisional ini juga tidak diperkenalkan atau dipromosikan oleh lingkungan sekitar, seperti keterlibatan pemerintah daerah dan masyarakat. Terbukti saat pelaksanaan 17 Agustus, permainan ini tidak diperkenalkan dan tidak diperlombakan.

Padahal permainan tradisional merupakan bagian dari identitas suatu suku bangsa. Kehadirannya pun memiliki makna dan manfaat tertentu.

Ketua Jurusan Antropologi Universitas Halu Oleo, La Ode Topo Jers, menjelaskan bahwa, permainan tradisional memiliki nilai-nilai filosofis yang di dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran tertentu.

“itu sebenarnya bukan sebatas menunjukkan sebuah permainan saja, tapi uji ketangkasan juga, bagaimana kita membidik yang tepat, kan gitu. Secara psikologisnya, dia menguji pusat konsentrasi,” ungkapnya saat ditemui di kampus UHO, Selasa (19/12/2023).

Ia menjelaskan bahwa kemajuan teknologi memang menjadi penyebab utama, yaitu bentuk dari digitalisasi, sehingga banyak anak-anak yang sudah meninggalkan permainan tradisional dan beralih pada game-game online.

Menurutnya, saat ini penting untuk menumbuhkan kembali kesadaran, khususnya pada anak-anak, bahwa budaya lokal penting untuk dipertahankan karena permainan tradisional adalah warisan dari leluhur.

Budaya diproduksi oleh leluhur dengan pemikiran yang bukan hanya sekedar permainan saja, tapi ada makna-makna filosofis yang mendalam. Dan inilah, menurutnya, nilai-nilai filosofis yang sudah tidak dipahami lagi, yang kemudian akan menyebabkan kepunahan.

Baca Juga: PT Antam Konawe Utara Bantu Korban Bencana Kemanusiaan di Palestina

Menurutnya, masyarakat kurang peka terhadap budaya lokalnya yang sudah diproduksi oleh leluhur sebagai warisan budaya.

Diektahui, Mepido adalah permainan tradisional yang dilakukan pada waktu musim panen jambu mete. Biasanya sehabis panen, anak-anak akan memainkannya di waktu sore hari.

Permainan ini dilakukan dengan memasang jambu mete sejajar dalam sebuah lingkaran, kemudian para pemain akan berusaha membidik deretan jambu tersebut silih berganti sampai berhasil mendapatkan semuanya.

Sayangnya, saat musim panen tiba (November), permainan tradisional Mepido ini malah menghilang dan tak terlihat. (A)

Penulis: Apriadi Mayoro

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga