Anggaran Pengawasan Minim, Nelayan Bebas Bom Ikan di Perairan Wakatobi

Musdar, telisik indonesia
Selasa, 08 November 2022
0 dilihat
Anggaran Pengawasan Minim, Nelayan Bebas Bom Ikan di Perairan Wakatobi
Perairan Wakatobi terancam rusak akibat aktivitas pengeboman ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara terkendala biaya untuk melakukan pengawasan. Foto: Repro Contoh.wakatobikab.go.id

" Anggaran pengawasan yang minim, membuat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara tidak maksimal menjaga wilayah Perairan Wakatobi dari aktivitas pengeboman "

WAKATOBI, TELISIK.ID - Minimnya anggaran pengawasan membuat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara tidak maksimal menjaga wilayah Perairan Wakatobi dari aktivitas pengeboman.

Diketahui, pengeboman ikan oleh nelayan di wilayah Perairan Wakatobi kembali marak dua tahun belakangan ini.

Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tenggara, Azai menyebutkan, daerah provinsi memiliki kewenangan pengelolaan SDA di laut, paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

Dengan kewenangan 12 mil, pemerintah provinsi membutuhkan personel dan biaya yang begitu besar untuk menjalankan tugas pengawasan mengingat luas luas wilayah Perairan Sulawesi Tenggara kurang lebih 1.400 km persegi dengan luas garis pantai 1.740 km.

Baca Juga: Desa Tambosupa Konawe Selatan Tatap Juara Tingkat Regional

"Kenapa provinsi tidak melakukan patroli dalam menjaga Perairan Sulawesi Tenggara karena untuk pengawasan anggaranya minim sekali," kata Azai dalam webinar bertema kerja sama para pihak dalam mengatasi penangkapan ikan dengan bahan peledak, Senin (7/11/2022) malam.

Untuk mengatasi persoalan yang ada, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara akan bekerja sama dengan lembaga Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

Nantinya dengan kerja sama yang dibangun, tugas pengawasan PSDKP yang sebelumnya 12 mil ke atas menjadi 4 mil sampai 12 mil ke atas.

"Kita sementara gagas untuk buat MoU, untuk membantu provinsi di seluruh wilayah Republik Indonesia," jelasnya.

Terkait destructive fishing atau pengeboman ikan, pemerintah provinsi mengaku sulit melakukan identifikasi karena menurut pengamatan dinas, 15 kabupaten di Sulawesi Tenggara seluruhnya adalah pelaku pengeboman.

Azai menyebut, jumlah pulau di Sulawesi Tenggara sebanyak 651, 361 di antaranya telah memiliki nama, 290 belum memiliki nama dan hanya 86 pulau yang berpenghuni.

"Dari 651 pulau ini, nelayan kita melakukan pemboman karena jauh dari jangkauan patroli," pungkas Azai.

Di kesempatan berbeda, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara, La Ode Kardini mengatakan, usai menerima informasi pengeboman di Perairan Wakatobi kembali merajalela, pihaknya segera membentuk tim untuk turun ke Wakatobi melakukan patroli.

Namun lagi-lagi diakui, cost atau biaya menjadi kendala dalam melakukan patroli.

"Kita ini kendalanya di cost, tiap patroli itu besar. Kalau kita gunakan speed pulang balik di Wakatobi sekitar Rp 60 juta. Jadi mereka ini mungkin akan lewat darat," kata La Ode Kardini melalui sambungan telepon.

Baca Juga: BPVP Kendari Jadi Penyelenggara Kompetisi Instruktur Nasional Wilayah Regional Timur

Sebelumnya, seorang warga Kecamatan Wangi-Wangi, Wakatobi, Saleh Hanan mengungkapkan, pengeboman ikan terjadi di hampir seluruh wilayah Perairan Wakatobi.

Akibat aktivitas ilegal fishing tersebut, terumbu karang di Wakatobi menjadi rusak.

Saleh Hanan berharap pemerintah provinsi tidak tinggal diam terhadap maraknya pengebom ikan di Perairan Wakatobi.

Jangan sampai karena sikap cuek pemerintah akhirnya 700-an jenis karang Wakatobi rusak. (A)

Penulis: Musdar

Editor: Haerani Hambali

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga