Banyak Calon Tunggal di Pilkada, Bukti Kemerosotan Demokrasi
Rahmat Tunny, telisik indonesia
Kamis, 13 Agustus 2020
0 dilihat
Direktur Eksekutif Puspolindo, Dian Cahyadi. Foto: Ist.
" Tidak menutup kemungkinan juga, masyarakat akan menjadi apatis, jika calon kepala daerahnya saja hanya kotak kosong. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Pilkada serentak akan kembali diselenggarakan pada 9 Desember 2020. Hampir sebagian besar bakal calon kepala daerah sudah mendapat rekomendasi partai politik untuk maju bertarung sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota.
Rekomendasi partai menjadi salah satu dari beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh bakal calon kepada daerah. Hal ini menjadi kesempatan bagi para bakal calon kepala daerah mengambil (memborong) semua rekomendasi partai politik, agar menutup kesempatan bagi calon lain ikut serta dalam Pilkada.
Saat ini, tercatat ada sekitar 31 daerah yang berpotensi terjadi calon tunggal, termasuk di Pilwakot Solo yang diikuti oleh anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan wakilnya Teguh Prakosa.
Direktur Eksekutif Pusat Sosial dan Politik Indonesia (Puspolindo) Dian Cahyani kepada Telisik.id di Jakarta mengatakan, banyaknya daerah yang diprediksi memiliki calon tunggal atau melawan kotak kosong pada Pilkada 2020, menjadi bukti kemerosotan bagi demokrasi.
"Ini menunjukkan kegagalan di internal partai politik dalam mencetak figur atau calon untuk berani maju. Dampak krisis calon figur yang diusung membuat persaingan di Pilkada juga tidak kompetitif," kata Dian, Kamis (13/8/2020).
Baca juga: Surunuddin-Rasyid Kantongi Empat Rekomendasi Parpol Berlabel B-1 KWK
"Tidak menutup kemungkinan juga, masyarakat akan menjadi apatis, jika calon kepala daerahnya saja hanya kotak kosong," sambungnya.
Magister Ilmu Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana ini melanjutkan, partai politik harus membuat strategi agar masyarakat tidak apatis, dan juga masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya dengan tepat.
"Melawan kotak kosong akan lebih berat dibanding melawan figur pesaing. Seperti halnya yang terjadi pada Pilwakot Makassar 2018 lalu, itu tercatat dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia, kotak kosong lebih unggul dari calon tunggal yang punya visi dan misi," ucapnya.
Dijelaskan Dian, banyaknya calon tunggal di Pilkada serentak 2020 ini juga tidak terlepas dari adanya syarat ambang batas 20 persen dalam UU Pilkada. Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan bahwa Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
"Adanya syarat ambang batas 20 persen ini bisa dianggap memperbesar peluang Pilkada hanya diikuti oleh calon tunggal. Ke depan, jika tak bisa ditiadakan, syarat ambang batas ini sebaiknya diturunkan menjadi 10 persen atau bahkan 5 persen saja," jelasnya.
Reporter: Rahmat Tunny
Editor: Haerani Hambali