Cerita Dua Wanita Pilih sebagai PSK Ketimbang Jaga Counter HP, Pernah Layani Tetangga Sendiri
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Minggu, 17 November 2024
0 dilihat
Dua wanita terpaksa menjadi PSK demi kebutuhan hidup. Foto: Repro suara.com
" Terdesak kebutuhan hidup, dua wanita ini terpaksa memilih bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) demi mencukupi kebutuhan. Keputusan ini diambil setelah merasa sulit mendapatkan pekerjaan lain yang mampu menutupi biaya hidup sehari-hari "
BANDUNG, TELISIK.ID - Terdesak kebutuhan hidup, dua wanita ini terpaksa memilih bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) demi mencukupi kebutuhan. Keputusan ini diambil setelah merasa sulit mendapatkan pekerjaan lain yang mampu menutupi biaya hidup sehari-hari.
Ia mengakui bahwa gaji dari pekerjaan formal seperti menjaga counter HP atau bekerja di rumah makan tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan dirinya, anak, dan ibunya yang sudah lanjut usia.
Sebut saja Vera, wanita berusia 26 tahun asal Ciamis, Jawa Barat, yang kini bekerja di warung remang-remang di Pangandaran, yang masih di provinsi yang sama. Berstatus janda dengan satu anak, Vera mengungkapkan bahwa dirinya terpaksa memasuki dunia malam untuk bertahan hidup.
Menurutnya, pilihan menjadi PSK lebih menguntungkan daripada bekerja di counter HP yang gajinya sangat terbatas.
Baca Juga: Kendari Undercover: Menolak Jatah Gratis, PSK Cantik Ini Empat Kali Layani Mantan Demi Tarif
“Kalau tidak kerja seperti ini, mau kerja apa. Kalau kerja di counter atau rumah makan memang gajinya berapa? Emang cukup buat biaya saya, anak saya, dan ibu saya,” ujar Vera, seperti dikutip dari tribunnews.com, Minggu (17/11/2024).
Vera menjelaskan bahwa anaknya yang masih berusia 5 tahun memiliki kebutuhan yang cukup tinggi, terutama dalam hal makanan.
Setiap hari, ia harus menyediakan uang sekitar Rp 50 ribu untuk kebutuhan anaknya, yang lebih suka mengonsumsi camilan daripada makanan pokok seperti nasi atau mie instan.
“Anak saya gak suka makan nasi atau mie instan. Makannya, cemilan dari warung terus, belum lainnya, mendingan kalau mantan suami inget sama anaknya. Ini, boro-boro,” ucapnya dengan kesedihan.
Vera juga mengungkapkan bahwa dirinya menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dunia, dan kini hanya tinggal bersama ibunya yang sudah tua.
“Terus orang tua, hanya tinggal ibu saya, bapak sudah meninggal. Makanya saya cari uang seperti ini, ya lumayan daripada di counter,” jelasnya.
Masuk ke dunia malam bukanlah hal baru bagi Vera. Ia mengaku sudah terlibat dalam pekerjaan ini sejak akhir tahun 2011, sebelum menikah dengan pria asal Kalimantan. Pernikahan yang terjadi pada tahun 2014 tersebut berakhir dengan perceraian.
“Saya menikah dengan orang Kalimantan sekitar tahun 2014, dan tak lama cerai. Tapi saya sudah punya anak, yang sekarang sudah berusia 5 tahun,” kata Vera.
Perceraian tersebut disebabkan oleh perselingkuhan yang dilakukan oleh mantan suaminya. Setelah bercerai, Vera memutuskan kembali ke kampung halamannya di Ciamis.
Masa-masa sulit membuat Vera sering melampiaskan rasa sakitnya dengan hal-hal negatif, seperti membuat tato di tubuh dan mengonsumsi minuman keras.
“Ya seperti bikin gambar di badan (tato), dan minum-minum (miras). Malah dulu, saya sempat bekerja di club di Surabaya. Kalau di sini, sudah jarang minum,” kenangnya.
Vera biasanya pulang ke rumah setiap tiga atau empat hari sekali untuk menengok anaknya yang tinggal bersama ibunya. Namun, ia hanya pulang jika mendapatkan uang yang cukup.
“Kalau gak dapet uang lebih baik gak pulang. Misalnya di sini kalau gak dapet, ya gak pulang,” katanya.
Vera menyadari bahwa pekerjaan ini bukan sesuatu yang diinginkannya selamanya. Ia mengaku ingin keluar dari dunia malam dan hidup normal.
“Ya sebenarnya sudah capek, saya ingin hidup normal, punya suami, terus kalau ada modal saya ingin berdagang, terutama ingin selalu dekat dengan anak dan ibu saya,” ungkapnya dengan harapan.
Ia juga merasa sedih ketika anaknya ditanya oleh keluarga mengenai pekerjaannya, karena mereka hanya tahu bahwa dirinya bekerja di warung kopi.
“Karena kasihan anak saya, kadang kalau ditanya keluarga kerja di mana? Jawabnya bingung, mereka tahunya jaga warung kopi,” ucap Vera sambil matanya berkaca-kaca.
Tidak hanya Vera, ada juga seorang PSK lain yang mengalami nasib serupa. Wanita ini, yang disebut sebagai V (25), berasal dari Kiaracondong, Kota Bandung, dan kini tinggal di sebuah rumah kos di Jalancagak, Kabupaten Subang.
V mengungkapkan bahwa profesinya sebagai penghibur pria hidung belang sudah dijalaninya selama empat tahun, sejak ia merantau ke wilayah Subang pada tahun 2020.
“Kalau saya sengaja di luar daerah biar gak banyak orang yang dikenal tahu,” ujar V.
Meski bekerja jauh dari tempat asalnya, V kerap kali mendapat pelanggan yang ternyata merupakan tetangganya sendiri.
“Aku pernah sama tetangga aku dari Kiaracondong, namanya pake MiChat foto yang ada di profil bukan foto asli. Begitupun pelanggan yang pesen, mau tua mau muda, mau kenal atau enggak dia pesen ya disamperin,” ungkap V.
Pengalaman yang lebih mengejutkan adalah ketika ia menerima pelanggan yang ternyata teman karibnya sendiri.
“Teman tongkrongan juga pernah, tapi itu pas aku di Lembang, dia temen nongkrong di kosan, tarif mah tetap sama sesuai kesepakatan di MiChat,” tambahnya.
Baca Juga: Kendari Undercover: Seorang Janda Terpaksa Gulung Tikar jadi PSK Tersingkirkan Pesona ABG
V mengaku bahwa dirinya belum pernah menikah, dan hal ini sering menjadi daya tarik tersendiri bagi pelanggan.
“Rata-rata nanyain janda apa enggak, kalau bilang gadis pasti senang dan aku emang belum menikah,” ucapnya sambil tersenyum tipis.
Sebelum menjadi PSK, V pernah bekerja sebagai pemandu karaoke atau LC di Kiaracondong, namun ia tidak pernah menerima tawaran kencan di tempat tersebut.
“Pas jadi LC saya gak mau, karena itu dekat daerah tempat tinggal saya. Tapi saya mulai open pun pas pindah merantau ke Subang,” pungkasnya. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS