Fikih Seputar Salat Dhuha
Haidir Muhari, telisik indonesia
Jumat, 28 Mei 2021
0 dilihat
Salat dhuha. Foto: Repro Nesabamedia.com
" Salat Dhuha dua rakaat telah mencukupi kewajiban sedekah dari persendian pada manusia yang berjumlah 360 persendian. "
KENDARI, TELISIK.ID - Salat sunat Dhuha merupakan amalan yang memiliki keutamaan yang sangat besar dan mulia.
Salat Dhuha dua rakaat telah mencukupi kewajiban sedekah dari persendian pada manusia yang berjumlah 360 persendian.
Hal ini seperti hadis Nabi Muhammad SAW yang dari Abu Dzar, “Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan salat dhuha sebanyak 2 rakaat.”
Karena keutamaan itu, maka patut bagi muslim untuk menunaikan salat sunah ini. Untuk itu, kami rangkumkan beberapa hukum fikih seputar salat dhuha yang diterangkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
1. Waktu Pelaksanaan
Salat dhuha dilaksanakan saat matahari sudah naik sepenggalan atau setinggi tonggak. Ini berarti bahwa salat dhuha tidak dilakukan waktu matahari baru terbit.
Batas waktu pelaksanaannya adalah hingga menjelang waktu zuhur. Hal ini seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummu Hani. Dalam jadwal waktu salat, waktu salat duha dimulai sekitar setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).
Syaikh Dr. Musthofa Al Bugho dilansir dari Rumahsyo.com, berkata, “Waktu salat dhuha adalah mulai dari matahari meninggi hingga waktu zawal (matahari bergeser ke barat). Waktu afdalnya ketika telah masuk seperempat siang.”
2. Jumlah Rakaat
Salat dhuha dapat dilaksanakan sebanyak:
- dua rakaat, berdasarkan HR. Muslim dari Abu Hurairah
- empat rakaat, berdasarkan HR. Muslim dari ‘Aisyah
- delapan rakaat dengan melakukan salam tiap dua rakaat, berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’
Selain itu, salat dhuha bisa dikerjakan dengan jumlah rakaat yang Anda inginkan. Maksudnya tidak terpatok pada jumlah rakaat seperti di atas.
Hal ini berdasarkan hadis yang artinya, "Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan salat dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya." (HR. Muslim)
Ini pun seperti dinyatakan oleh Al-‘Iraqi dalam Syarah at-Tirmidzi, "Aku tidak melihat seseorang dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang membatasi jumlahnya pada dua belas rakaat."
Hal senada ketika ditanya berapa rakaat melakukan salat Dhuha, Aswad bin Yazid menjawab, "Terserah kamu". (Fiqh as-Sunnah, jilid 1, hal 251, terbitan Dar al-Fath li al-‘Ilam al-Arabi).
Baca juga: Wanita yang Tak Mencium Harumnya Surga
Baca juga: Merapatkan Shaf saat Salat Berjemaah, Ini Penjelasannya
3. Tidak Setiap Hari
Salat dhuha, sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus setiap hari. Hal ini sesuai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya, “Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah, “Apakah Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat dhuha?”, ‘Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.”
Syu’bah meriwayatkan dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan; “Ibnu ‘Abbas melakukan shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh hari”. Sufyan meriwayatkan dari Mansur, ia mengatakan; “Para sahabat tidak menyukai memelihara shalat dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya”. (Zad al-Ma’ad, juz 1, hal 128, terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)
4. Boleh Berjamaah
Salat dhuha dapat dikerjakan secara berjamaah. Rasulullah SAW tidak melarang sahabat yang bermakmum kepadanya saat salat dhuha. Hal ini seperti termaktub dalam hadis berikut:
Artinya: “Diriwayatkan dari Itban bin Malik bahwa dia mendatangi Rasulullah SAW lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku (maksudnya, matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan datang maka mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu salat di suatu tempat salat sehingga bisa ku jadikannya sebagai tempat salatku. Ia meneruskan: Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”.
Itban berkata lagi: Lalu keesokan harinya Rasulullah SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika matahari mulai naik, lalu beliau meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau tidak duduk sehingga masuk rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu sukai aku salat dari rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu ruangan rumah”. Kemudian Rasulullah SAW berdiri lalu bertakbir, lalu kami pun berdiri (salat) di belakang beliau. Beliau salat dua rakaat kemudian mengucapkan salam”. (Muttafaq Alaih)
Dalam hadis lain, yang artinya: “Diriwayatkan dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah SAW mengerjakan salat di rumahnya pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu mengerjakan salat dengan salat beliau.” (HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban). (C)
Reporter: Haidir Muhari
Editor: Fitrah Nugraha