Silakan Pilih, Polri Punya Banyak Stock

Suryadi, telisik indonesia
Sabtu, 02 Januari 2021
0 dilihat
Silakan Pilih, Polri Punya Banyak Stock
Suryadi, Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL). Foto: Ist.

" Mengurutkan pemaknaan filosofis dari kesejahteraan, konsitusi, dan ideologi sampai kepada bahwa “kehidupan yang lebih baik” adalah cita-cita dan kehendak setiap manusia yang normal, maka tepatlah yang dieksekusikan oleh tugas-tugas pokok Polri. "

Oleh: Suryadi

Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL)

INILAH asyiknya hidup di era reformasi. Hal yang tabu di masa sebelum antara 1997 dan Mei 1998, kini publik bebas membincangkannya. Jangan bicara proporsional atau tidak. Sebab, semua sarat tumpangan spekulasi dan kalkulasi demi untung-rugi personal dan kelompok. Tiba gilirannya  kini mencari siapa gerangan Kapolri pengganti Jenderal Pol. Drs. Idham Azis, M.Si?

'Salus Populi Suprema Lex Esto!' Popularitas ungkapan bijak Latin yang diartikan 'Hendaknya kesejahteraan rakyat menjadi hukum Tertinggi' (Marwoto dan Witdarmono, 2006: 237) ini, makin menjadi-jadi.

Boleh jadi, di Indonesia, popularitas ungkapan tersebut melambung sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering melontarkannya. Bak komando saja, serentak para pembantu Presiden pun, dengan lancar melontarkan ungkapan yang sama. Ini, khususnya, ketika berhadapan dengan kejahatan yang mereka anggap menghina atau melawan negara, baik fisik atau verbal agitatif. Ukuran normatifnya, konsitusi dan undang-undang/ hukum positif.  

Saya bersepakat, di negara modern dan beradab, konstitusi dan hukum menjadi ciri utama dalam bernegara dan bermasyarakat secara bermartabat. Maka, hukum di negara hukum harus berperan besar menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat (kesra). Indonesia adalah negara berlandaskan hukum yang sedang berjuang untuk mewujudkan kesra.

Dalam kondisi normal, di negara demokratis yang tidak korup, negara sejahtera adalah bila rakyatnya sejahtera, bukan sekadar kaya. Untuk semua warga negara, sangat terbuka kesempatan menjadi sejahtera, sambil sekali waktu atau bahkan pada banyak kasus, negara  melakukan afirmasi dan  subsidi secara distributif dan advokatif.

Tapi, hendaklah, semua itu sama sekali bukan sekadar karitatif (memberi kasih sayang) apalagi kuratif (menolong menyembuhkan) atau sekadar aksi charity (derma), melainkan merangsang hingga membangkitkan.

Sejahtera dapat diartikan “selamat terlepas dari segala macam gangguan” (KBBI, 2002: 1011). Secara umum pula, istilah Negara Kesejahteraan (“welfare state”) mengacu pada “well being” atau kehidupan yang baik berkaitan dengan kenyamanan, kebahagiaan, kesehatan, kemakmuran, keamanan, ketertiban, dan rasa percaya diri dalam menempuh kehidupan (Setiyono, 2018: 32).

Konstitusi UUD ’45 pada Pasal 1 (2) menyebutkan: “Kedaulatan  berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”, dilanjutkan dengan (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Pada mukadimah antara lain disebutkan,”…untuk membentuk Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum….” Pancasila sebagai dasar negara dalam posisinya sebagai ideologi negara dan bangsa, kelima silanya --satu dengan lainnya tak bisa dipisah-pisahkan--, dengan itu semua menghendaki lahir “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Pada tingkat implementatif terkait dengan Polri, tentang jaminan bagaimana polisi pada situasi dan kondisi masyarakat yang dinamis, dirangkai ke dalam tugas-tugas pokoknya, sangat nyata dapat dibaca pada UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 13 UU ini memberi tugas pokok kepada Polri: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; c. menegakkan hukum; dan d. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Mengurutkan pemaknaan filosofis dari kesejahteraan, konsitusi, dan ideologi sampai kepada bahwa “kehidupan yang lebih baik” adalah cita-cita dan kehendak setiap manusia yang normal, maka tepatlah yang dieksekusikan oleh tugas-tugas pokok Polri.

Itulah yang menjadi dasar kebijakan seorang Kapolri. Kebijakan itu  dilontarkan sebagai satu komando yang wajib dijabarkan hingga ke tingkat terdepan mulai dari Polda, Polres, Polsek-polsek. Intinya, komando seorang Kapolri dijabarkan oleh segenap jajaran bawah Korp Bhayangkara dengan “disiplin ke dalam” untuk pengabdian kepada masyarakat yang dinamis. “Ruang” ini sangat terbuka bagi setiap anggota Korp Bhayangkara untuk berinovasi dalam setiap kreasinya, mengingat di lapangan pasti akan banyak ditemukan hal-hal yang di luar dugaan dan jangkauan perencanaan. Sudah Mafhum,  perencanaan umumnya diangkat atas dasar rata-rata dari “sample” yang tersedia.

Baca juga: Menyongsong Kapolri Baru, Tak Sekadar Nama dan Lulusan Tahun Berapa

Memilih Kapolri Baru?

LANTAS, siapakah Kapolri baru pengganti Idham Azis? Jawabannya tidak bisa diserahkan pada “itu adalah hak prerogatif Presiden”. Sebab, prerogatif itu sendiri berada di ruang politik yang dibuka oleh Negara. Bukan sekadar kriteria dan “track record” yang penting dihiraukan, tapi kualitas berbasis moral dan kapasitas bagi kepentingan hari ini dan ke depan, adalah sangat penting menjadi pengkristal dipilihnya seorang Kapolri baru.

Membaca hal tersebut, penulis coba menyajikan sejumlah nama yang saat ini berada pada kepangkatan bintang tiga dan dua, sejumlah puncak-puncak jabatan, dan usia yang tidak terlalu cepat dikejar oleh usia pensiun. Selebihnya, silakan didalami relevansinya demi  kepentingan memberi jaminan rasa aman dan terayominya perjuangan mewujudkan masyarakat sejahtera. Berikut ini sosok mereka:

Komjen Pol. Drs. Agung Budi Maryoto, M.Si (ABM): Dari segi tahun kelulusan 1987 dan senioritas (lebih dahulu mencapai pangkat bintang tiga), dialah satu-satunya di antara para komjen saat ini. Ia lulusan Akpol 1987, seangkatan dengan Tito Karnavian, yang kini Mendagri.

Laki-laki kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, 19 Februari 1965 ini, tiga kali menjadi Kapolda yaitu Kapolda Kalsel, Sumsel, dan Jawa Barat, kemudian menjadi Kabaintelkam Polri, sebelum ia menjadi orang nomor tiga di Polri yaitu Inspektur Wilayah Umum (Irwasum) yang ia jabat hingga kini. Meski bukan orang dibesarkan dalam lingkup reserse, ABM tentu sudah sudah teruji “managable” mengendalikan semua fungsi selama memimpin tiga Polda.

Mantan Kepala Korps Lalu-Lintas (Lantas) Polri ini, selain dua kali menjadi Kapolres memang banyak bertugas di lingkungan lantas. Suami dari mantan presenter sebuah televisi swasta nasional, Winny Charita ini, memang bukan sosok yang populis. ABM cenderung lebih banyak bekerja ketimbang tampil di publik. ABM akan pensiun di usia 58 tahun pada 19 Februari 2023.

Komjen Dr. Drs. Gatot Eddy Pramono, M.Si (GEP): Dilihat dari senioritas kepangkatan, lulusan Akpol 1988 ini, menyusul seniornya, ABM. Mendapat pujian Kapolri Idham Azis akan keberhasilannya semasa menjadi Kapolda Metro Jaya, GEP dipromosi menjadi jenderal bintang tiga di Mabes Polri dalam jabatan “bergengsi”, Kabareskrim.

Tak lama kemudian, GEP dipromosikan lagi menjadi orang nomor dua di Polri (Wakapolri) yang ia emban hingga kini. Polisi yang banyak menggeluti dunia reserse ini, setidaknya tiga kali menjadi Kapolres dan sekali menjadi Kapolda untuk Ibu Kota Negara. Lulusan Akpol seangkatan Idham yang lahir di Solok, Sumbar, 28 Juni 1965 ini, akan mencapai usia pensiun 58 tahun pada 2023.

Komjen Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar, M.Si (BRA): Seangkatan dengan Idham Azis dan Rycko Amelza Dahniel (Akpol 1988), doktor komunikasi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Jabar ini, sejak 6 Mei 2020 menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ia memang berpengalaman di bidang reserse, lebih spesifik lagi dalam pemberantasan kejahatan teror bersama Idham dan PRG di bawah Tito Karnavian.

Sebagai polisi, BRA memilik pengalaman lengkap baik nasional maupun internasional. Ketika situasi masih perang dalam perpecahan Yugoslavia, dengan pangkat kolonel (waktu itu), BRA adalah Wakil Komandan Kontingen Garuda XIV di wilayah Balkan itu. Dalam karirnya, BRA sekurangnya tiga kali menjadi Kapolres/Kapoltabes dan dua kali menjadi Kapolda (Banten dan Papua).

Baca juga: Vaksin, Sandi dan Risma

Selepas menjadi Kapoltabes Padang Sumbar (saat itu terjadi gempa), ia mulai menambah warna dalam karir kepolisiannya dengan menjadi Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya. Urang awak kelahiran Jakarta, 23 Maret 1965 ini, memang piawai menjadi humas. Terbukti BRA pernah bertugas di Divisi Humas baik sebagai Karo Penmas  (sebelum menjadi Kapolda Banten) maupun Kepala Divisi Humas Polri. Cucu sastrawan Aman Datuk Modjoindo yang melahirkan cerita “Si Doel Anak Betawi” ini, akan memasuki usia pensiun 58 tahun pada 6 Mei 2023.  

Komjen Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si (LSP): Komjen Pol. termuda dengan jabatan bergengsi, Kabareskrim ini, adalah lulusan Akpol 1991. Karirnya mencorong. Selepas menjadi ajudan Presiden Jokowi, ia dipromosi menjadi Kapolda Banten.

Sosok polisi reserse dengan latar belakang keyakinan berbeda dengan sebagian besar masyarakat Bumi Jawara ini, justru berhasil meluluhkan hati para pendemo yang menentang awal kepemimpinannya di sana. Pada masa jabatannya sebagai Kapolda itu, ia kemudian justru sangat mendapat dukungan para ulama. Masing-masing sekali menjadi Kapolresta (Surakarta) dan Kapolda (Banten), karir LSP terus menanjak.

Tak lama menjadi Kadiv Propam Polri (“polisinya polisi”), ia naik ke bintang tiga untuk memegang jabatan Kabareskrim Polri menggantikan GEP yang hingga kini Wakapolri. Pria Jawa kelahiran Ambon, Maluku, 5 Mei 1969 ini akan mencapai usia pensiun 58 tahun pada 2027.

Komjen Pol. Dr. Drs. Rycko Amelza Dahniel, M.Si (RAD): Di tahun 1988 Akpol meluluskan dua kali perwira remaja. Salah satu di antara yang masuk gelombang kedua adalah Rycko (Akpol 88B). Ia seangkatan dengan Komjen Pol. Andap Budi Revianto, yang kini bertugas di luar institusi Polri. Ia masuk ke Mabes Polri sebagai Kabaintelkam menggantikan ABM.

Peraih penghargaan Adhimakayasa sebagai alumni terbaik untuk semua lulusan 88 ini, tercatat dua kali menjadi Kapolda (Sumut dan Jawa Tengah) dan dua kali pula menjadi petinggi di lingkungkap Lemdiklat Polri, yaitu Gubernur STIK-PTIK dan Akpol. Dia tergolong sosok polisi yang lengkap pengalaman di berbagai bidang, meski dominan di bidang reserse. Lebih spesifik lagi dalam pemberantasan kejahatan terorisme.

Semasa Kapolri Jenderal Sutanto, RAD mendapat kenaikan pangkat luar biasa bersama Tito Karnavian, Idham Azis dan Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose (Kapolda Bali yang baru saja promosi menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional). Dua kali menjadi Kapolres (Sukabumi, Jabar dan Polrestro Jakarta Utara), mantan ajudan Presiden ke-5 dan enam RI, SBY ini, adalah pria kelahiran Bogor, Jabar, 14 Agustus 1966. Pemegang gelar doktor dari UI sejak masih ajudan Presiden RI ini, akan mencapai usia pensiun 58 tahun pada 2025.  

Baca juga: Demokrasi yang Memilukan

Komjen Pol. Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H. (AA): Lulusan Akpol 1989 ini, dengan bintang tiga di pundak kini adalah Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri. Ia promosi menjadi Kabarham dari jabatan sebelumnya, Kapolda Sumut. Dengan jabatannya kini, berarti ia mengendalikan sekitar 100-an ribu anggota Polri yang antara lain tersebar di Tanah Air dalam jajaran empat Korps, yaitu Brimob, Polairud, Lalu-Lintas, dan Binmas.

Perwira Polri yang banyak berkecimpung di bidang reserse ini, setidaknya mencatatkan diri dua kali menjadi Kapolres dan sekali promosi dari Wakapolda Sumut menjadi Kapolda di provinsi yang sama.  Ia tergolong yang muda di antara mereka yang kini berpangkat komjen. Laki-laki kelahiran Blora, Jateng, 16 Februari 1967 ini, baru akan mencapai usia pensiun 58 tahun pada 2026.

Andap Budi Revianto, S.I.K. (ABR): Selepas menjabat Kapolda Kepulauan Riau (Kepri), polisi seangkatan RAD ini kini berada di luar organisasi Polri. Ia kini Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan Ham. Perjalanan karir, perwira yang memulai di kepolisian menjadi Pamapta di Poltabes Palembang, Sumsel ini, banyak menghabiskan masa dinasnya di lingkungan reserse.

Dua kali menjadi Kapolres, Karawan (Jabar) dan Metro Jakarta Utara (Metro Jaya), ABR tergolong berpengalaman sebagai Kapolda. Tercatat tiga kali ia menjadi Kapolda, masing-masing Provinsi Sultra, Maluku, dan terakhir Kepri. Ayah seorang perwira remaja Brimob kelahiran Jakarta, 23 Juni 1966 ini, akan mencapai usia pensiun 58 tahun pada 2025.

Komjen Pol. Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M. (PRG): Doktor dalam ilmu kepolisian dari UI Jakarta ini, belum lama mendapat promosi bintang tiga untuk jabatan Kepala BNN. Sebelumnya, ia “singgah sebentar” di Mabes Polri setelah menjabat Kapolda Bali.

Matang di bidang reserse, perwira yang pernah menerima kenaikan pangkat luar biasa bersama Tito, Idham, dan RAD ini, boleh dibilang sepi dari ekspos media. Putera Sulut ini tergolong punya pengalaman lengkap baik level nasional maupun internasional. Setidaknya, ia adalah bagian dari pasukan perdamaian (UN CIVPOL) di Kamboja-Untac (1993) dan Bosnia (2000-2001).

Selain itu, PRG juga pernah terlibat dalam penyidikan internasional di Singapura, Malaysia, AS, Jepang, Timor Timur, New Zealand, AS, Kamboja, Thailand dan Philipina. Dia juga menjadi bagian dari anggota yang merumuskan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diundangkan menjadi UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE pada 21 April 2008. Sosok kelahiran Manado, 27 November 1965 ini, akan memasuki usia pensiun  pada 2023.

Baca juga: Muhammadiyah, FPI dan Human Right

Dalam sejarah kepemimpinan Polri, di masa lalu pernah tercatat juga mereka yang melaju dari pangkat Irjen (bintang dua), tak lama “singgah” dalam jabatan yang “otomatis” menaikkan pangkat mereka menjadi komjen. Di era reformasi, sebut saja dua nama-nama yaitu seperti Timur Pradopo dan Tito karnavian. Selain itu juga Anton Soedjarwo di masa Orde Baru.

Jadi, setidaknya ada tiga perwira tinggi bintang dua yang tak sekadar patut ditoleh kapasitasnya. Dua di antara meraka adalah Kapolda Lampung, Irjen Pol. Drs. Purwadi Arianto (Akpol 1988B), dan Irjen Pol. Dr. Drs. Muhammad Fadil Imran, M.Si (Akpol 1991, seangkatan Kabareskrim LSP). Lahir di Jakarta, 2 Oktober 1966, Purwadi akan mencapi usia pensiun tahun 2024, sedangkan Muhammad Fadil Imran, kelahiran Makassar, Sulsel, 14 Agustus 1968 yang pernah menjadi Kapolda Jatim, akan pensiun pada 2026. Keduanya berpengalaman di bidang reserse.

Selain itu ada Irjen Pol. Drs. Ahmad Dofiri. Lulusan terbaik (peraih Adhimakayasa) Akpol 1989 ini, pernah menjadi Kapolda Banten dan Kapolda DIYogyakarta sebelum menjadi Asisten Logistik (Aslog) ka[polri. Kini ia menjadi Kapolda Jabar. Artinya, dia sudah tiga kali menjadi Kapolda.

Mantan Kapolres Bandung (Jabar) dan Kapoltabes Yogyakarta ini, memiliki pengalaman cukup berwarna sepanjang karir Polrinya. Meski pernah bertugas di bidang intel, Dofiri juga pernah menjadi Kepala Biro di SDM Polri dan di Divisi Hukum Polri. Laki-laki kelahiran Indramayu, Jabar,4 Juni 1967 ini, dalam menjalankan tugas amat dikenal tenang cenderung “calm”. Ia akan mencapai usia pensiun 58 tahun pada 2025.

Siapa Kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis? Tak bisa hanya dijawab singkat bahwa “itu adalah hak prerogatif Presiden Jokowi”. Sebab, selain senioritas pangkat dan jabatan, serta “track record” selama berkarir di Polri, ada realitas-realitas lain yang dapat dipastikan menjadi bahan pertimbangan presiden untuk “memperkaya” hak istimewanya.

Adalah pasti, untuk menjadi kapolri saat ini, harus melalui proses politik, mulai dari Presiden ke DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan, kemudian kembali lagi ke Presiden untuk diputuskan. Begitulah, mengingat postur Pemerintah saat ini terbangun oleh koalisi Parpol.

Di mana kepentingan masyarakat dan hukum dengan penegakkannya, akan ditempatkan? Moga saja benar ditepati: 'Salus Populi Suprema Lex Esto.' (*)

TAG:

Opini

Kapolri

Artikel Terkait
Baca Juga