Gubernur Khofifah Dukung Bisri Syansuri Jadi Pahlawan Nasional Gegara Terlibat Resolusi Jihad
Try Wahyudi Ary Setyawan, telisik indonesia
Senin, 23 Januari 2023
0 dilihat
Gubernur Khofifah saat ziarah ke makam Mohammad Bisri Syansuri di Jombang. Mantan Mensos tersebut mendukung ulama tersebut sebagai pahlawan nasional karena terlibat dalam resolusi jihad melawan penjajah. Foto: Ist.
" Nama besar sosok ulama Mohammad Bisri Syansuri dalam perannya saat resolusi jihad melawan penjajah, layak disematkan sebagai pahlawan nasional "
SURABAYA, TELISIK.ID - Nama besar sosok ulama Mohammad Bisri Syansuri dalam perannya saat resolusi jihad melawan penjajah, layak disematkan sebagai pahlawan nasional.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mendukung penuh pengajuan sosok M ohammad Bisri Syansuri sebagai sosok pahlawan nasional. Menurut Gubernur Khofifah, Kiai Bisri memiliki jasa besar dalam perjuangan bangsa terutama saat resolusi jihad serta dalam memajukan pendidikan pada kaum perempuan.
“Kepada dzuriyah Denanyar, saya secara khusus menyampaikan proses pengajuan Mohammad Bisri Syansuri menjadi pahlawan nasional agar dimaksimalkan pemenuhan persyaratannya ,” ungkap Gubernur Khofifah, Senin (23/1/2023).
Hal tersebut dirasa penting mengingat perjuangan Bisri Syansuri saat menjadi komandan dan membantu mengkomunikasikan gerakan hizbullah dan sabilillah bersama para santri saat resolusi jihad merupakan sentral komando pergerakan pasukan.
Baca Juga: Kota Jayapura Diguncang Gempa, Berpusat di Darat
“Selain itu, beliau juga memiliki peran yang luar biasa dalam proses perjuangan bagi bangsa dan negara saat pra dan pasca kemerdekaan,” katanya.
Forum Muhibbin Mbah Bisri Syansuri (FMMBS), sebuah kumpulan yang mengatas namakan forum tersebut berasal dari berbagai golong, mulai orang biasa, santri, hingga kiai mendukung ulama tersebut sebagai pahlawan nasional.
Ahmad Zainuddin selaku Koordinator FMMBS mengatakan, sudah selayaknya Bisri Syansuri mendapatkan gelar pahlawan nasional. Baginya, jejak perjuangan Bisri Syansuri dalam pra kemerdekaan bahkan pasca kemerdekaan Republik Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi.
“Dengan adanya forum ini, kami berharap agar gelar pahlawan nasional segera diproses dan ditetapkan oleh pemerintah,” ucapnya pada sebuah kajian tentang Bisri Syansuri beberapa waktu lalu.
Sebagaimana diketahui, Mohammad Bisri Syansuri adalah seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang lahir pada 18 September 1886 di Tayu, Pati, Jawa Tengah. Semasa kecil, Bisri muda belajar pada Abd Salam, seorang ahli dan hafal Alquran dan juga ahli dalam bidang fiqih.
Di sana, ia belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. Gurunya dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan agama. Usia 15 tahun, mulai belajar ilmu agama di luar tanah kelahirannya, pada kedua tokoh agama yang terkenal pada waktu itu yaitu Kholil Kasingan Rembang dan Syu’aib Sarang Lasem.
Bisri muda juga berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah ia kemudian bertemu dengan Abdul Wahab Chasbullah, seorang yang kemudian menjadi kawan dekatnya hingga akhir hayat di samping sebagai kakak iparnya.
Lalu Kiai Bisri berguru kepada Hadratussyekh Hasyim Asy’ari di Tebuireng. Di pesantren itu, beliau belajar selama 6 tahun. Beliau memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad hingga kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim. Pada tahun 1912 sampai 1913, ia berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah bersama Abdul Wahab Chasbullah.
Di kota suci itu, mereka belajar kepada Syekh Muhammad Bakir Syekh Muhammad Said Yamani Syekh Ibrahim Madani, dan Syekh Al-Maliki. Juga kepada guru-guru Hasyim Asy’ari, yaitu Ahmad Khatib Padang dan Syekh Mahfudz Tremas.
Saat di Makkah, Kyai Bisri meminang adik dari Wahab Chasbullah yakni Nur Khodijah. Pasca menikah keduanya tinggal dan menetap di Tambak Beras, Jombang. Mereka dikaruniai sembilan orang anak yang salah satunya yakni Sholihah. Sholihah menikah dengan Wahid Hasyim yang juga merupakan ayah dari Mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Baca Juga: Tradisi Unik Rayakan Imlek di Berbagai Negara
Bersama sang istri, Bisri Syansuri mulai merintis pendirian pesantren di atas tanah milik pribadi yang terletak di Desa Denanyar pada tahun 1917. Sebelum adanya Pesantren Mambaul Maarif, Desa Denanyar merupakan “daerah hitam”.
Saat itu, warga di sana menjalani hidup tanpa mengindahkan kaidah moral dan ajaran Islam. Perjudian, perampokan, tindak kekerasan, perzinaan, dan perilaku maksiat lainnya menjadi pemandangan sehari-hari. Kondisi inilah yang justru menyemangati pasangan Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khodijah dalam berdakwah.
Seiring bertambahnya waktu, pendekatan dakwah Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khodijah semakin diminati masyarakat, khususnya kaum wanita. Mereka mulai terbuka pandangannya.
Masyarakat mulai memahami bahwa dalam ajaran Islam kedudukan wanita dimuliakan. Sejak saat itu, Pesantren Mambaul Maarif bukan hanya tempat kaum pria mendalami agama Islam, tetapi juga bagi kaum wanita. Dari situlah cikal bakal lahirnya Pondok Pesantren Putri Mambaul Maarif. (B)
penulis: Try Wahyudi Ari Setyawan
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS