Harga Kebutuhan Pokok, Gas dan Iuran BPJS Diprediksi Naik 2025
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Minggu, 18 Agustus 2024
0 dilihat
Gas elpiji ukuran 3 kilogram, menjadi salah satu kebutuhan pokok warga saat ini. Foto: Repro borobudurnews.com
" Berbagai prediksi menyebutkan bahwa masyarakat akan dihadapkan pada serangkaian kenaikan harga kebutuhan pokok dan pajak yang signifikan di tahun 2025 "
JAKARTA, TELISIK.ID - Hidup di Indonesia pada tahun 2025 tampaknya akan semakin penuh dengan tantangan ekonomi. Berbagai prediksi menyebutkan bahwa masyarakat akan dihadapkan pada serangkaian kenaikan harga kebutuhan pokok dan pajak yang signifikan.
Mulai dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas LPG, hingga peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, semua ini diperkirakan akan menjadi beban tambahan bagi warga Indonesia.
Jika prediksi ini benar, maka tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa kehidupan masyarakat pada tahun depan bisa semakin sulit.
Gelagat pemerintah untuk menaikkan harga BBM sudah mulai tercium sejak bulan lalu. Sejumlah menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyuarakan wacana pengetatan pembelian BBM bersubsidi. Pemerintah berdalih bahwa pengetatan ini perlu dilakukan agar subsidi bisa lebih tepat sasaran dan tidak salah sasaran.
Namun, banyak pihak yang melihat langkah ini sebagai pertanda awal dari rencana kenaikan harga BBM yang mungkin akan dilakukan oleh pemerintah pada tahun depan.
Ekonom senior Faisal Basri menilai wacana pengetatan subsidi BBM ini bukanlah hal yang baru. Menurutnya, isu pengetatan ini biasanya menjadi langkah awal pemerintah sebelum akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM.
Baca Juga: HIFDI Kritik Layanan JKN Pasien Kanker Terhambat Kebijakan dan Implementasi
"Pemerintah tampaknya sudah tidak mampu lagi menahan subsidi untuk tidak dinaikkan," ungkap Faisal Basri, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Minggu (18/8/2024).
Tidak hanya harga BBM, hidup pada tahun 2025 juga diprediksi akan semakin berat dengan adanya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Sinyal kenaikan tarif PPN ini semakin jelas setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengonfirmasi bahwa kenaikan ini telah diatur dalam Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Meskipun keputusan final mengenai kenaikan ini masih menunggu pengesahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, simulasi penerapan tarif PPN 12 persen sudah dilakukan oleh pemerintah.
Simulasi ini memperkirakan bahwa kenaikan tarif ini akan memberikan tambahan penerimaan pajak sekitar Rp 70 triliun, namun juga berpotensi memberikan dampak negatif terhadap sektor usaha.
Selain kenaikan PPN, masyarakat juga harus bersiap untuk menghadapi kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2025. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti telah memberikan sinyal bahwa iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II kemungkinan akan naik.
Kenaikan ini diperkirakan akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan besaran tarif iuran yang akan naik, dan masih dalam tahap pembahasan antar kementerian terkait.
Sementara itu, iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas III dipastikan tidak akan berubah. Peserta kelas III umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), sehingga pemerintah berupaya untuk menjaga agar iuran mereka tetap terjangkau.
Namun, bagi peserta kelas I dan II, kenaikan iuran ini bisa menjadi beban tambahan yang harus mereka tanggung di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Rencana kenaikan harga BBM juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Pemerintah berencana memangkas subsidi BBM pada tahun 2025 mendatang. Jika rencana ini benar-benar direalisasikan, maka masyarakat harus bersiap menghadapi kenaikan tarif BBM.
Rencana kebijakan ini telah diungkapkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, di mana pemerintah mendorong pengendalian kategori konsumen untuk BBM jenis Pertalite dan Solar. Pengendalian ini diharapkan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite, sehingga beban subsidi dan kompensasi energi bisa lebih terkendali.
Baca Juga: Gas Elpiji 3 Kg di Kolaka Utara Langka, Imbas Kemacetan Jalan Trans Sulawesi Kecamatan Wolo Kolaka
Selain itu, pemerintah juga berencana untuk memangkas subsidi gas LPG ukuran 3 kg atau yang biasa dikenal sebagai gas melon. Subsidi ini direncanakan akan dialihkan menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Namun, rencana ini masih dalam tahap pembahasan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan DPR. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, menyatakan bahwa perubahan skema subsidi ini diperkirakan baru akan diuji coba pada akhir 2025 mendatang.
Sehingga jika benar skema pemberian subsidi diganti, langkah ini baru bisa dijalankan pada tahun 2026 mendatang.
Jika subsidi gas LPG 3 kg dialihkan, maka ada potensi kenaikan harga yang cukup tinggi. Harga asli atau harga keekonomian dari tabung LPG 3 kg diperkirakan mencapai Rp 53 ribu per tabung, jauh lebih tinggi dibandingkan harga saat ini yang berkisar Rp 20 ribu per tabung.
Kenaikan ini tentu akan memberikan dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang masih bergantung pada gas LPG sebagai sumber energi utama. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS