HIFDI Kritik Layanan JKN Pasien Kanker Terhambat Kebijakan dan Implementasi

Mustaqim, telisik indonesia
Sabtu, 17 Agustus 2024
0 dilihat
HIFDI Kritik Layanan JKN Pasien Kanker Terhambat Kebijakan dan Implementasi
Kegiatan FGD HIFDI di kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2024). (Foto: HIFDI/dr. Zaenal Abidin)

" Ketua Himpunan Fasyankes Dokter Indonesia (HIFDI), dr. Zaenal Abidin, mengkritik layanan kepada pasien dengan kanker payudara stadium dini, untuk jenis tertentu, yang seharusnya sudah bisa mengakses trastuzumab melalui program Jaminan Kesehatan Nasiona (JKN) "

JAKARTA, TELISIK.ID – Ketua Himpunan Fasyankes Dokter Indonesia (HIFDI), dr. Zaenal Abidin, mengkritik layanan kepada pasien dengan kanker payudara stadium dini, untuk jenis tertentu, yang seharusnya sudah bisa mengakses trastuzumab melalui program Jaminan Kesehatan Nasiona (JKN).

Namun, harapan kesembuhan bagi pasien kanker payudara stadium dini untuk bisa mengakses trastuzumab itu melalui program JKN belum bisa terwujud. Zaenal berharap adanya kolaborasi berbagai pihak untuk memperbaiki akses dan kualitas pengobatan kanker.

Zaenal menjelaskan, kanker adalah penyakit katastropik yang sangat membutuhkan campur tangan pemerintah, karena tidak hanya mengancam nyawa pasien, tetapi juga menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, terutama akibat beban pembiayaan pengobatan.

Sejak JKN menjamin pelayanan kanker, Zaenal tak menampik bahwa telah banyak manfaat yang didapat pasien.

“Sayangnya, masih ada beberapa kebijakan dan implementasinya yang belum optimal sehingga pelayanan yang seharusnya bisa diberikan kepada pasien masih terhambat,” kata Zaenal kepada telisik.id, Sabtu (17/8/2024).

Baca Juga: Viral, Joe Bayden Ikut Barisan Paskibraka Saat Penurunan Merah Putih di IKN

Kritik itu, kata Zaenal, juga disampaikannya dalam focus group discussion (FGD) yang diadakan HIFDI di kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Menteng, Jakarta Pusat, sehari sebelumnya (16/8/2024).

Hadir dalam FGD itu antara lain narasumber dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, PB IDI, Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), dan organisasi pasien Cancer Information and Support Center (CISC).

“Diskusi itu bertujuan mendiskusikan permasalahan akses pengobatan kanker serta mengeksplorasi solusi-solusi yang efektif dalam meningkatkan akses serta kualitas penatalaksanaan kanker di Indonesia, khususnya dalam program JKN,” beber Zaenal.

Zaenal menilai hambatan dalam layanan bagi pasien kanker itu harus diatasi secara bersama dengan melibatkan pemerintah.

“Sejak 1 Maret 2024, pasien dengan kanker payudara stadium dini untuk jenis tertentu seharusnya sudah bisa mengakses trastuzumab melalui program JKN,” kritik Ketua Umum PB IDI periode 2012-1015 ini.

Pendiri dan Ketua CISC, Aryanthi Baramuli Putri, yang turut hadir di FGD itu, sangat mengapresiasi pemerintah yang terus berupaya meningkatkan akses pengobatan kanker. Dia menyebut kasus kanker terbanyak adalah kanker payudara.

Namun, Aryanthi sangat berharap pemerintah segera memberikan solusi seperti trastuzumab.

“Saat peraturan Menteri Kesehatan dikeluarkan yang menyatakan trastuzumab dijamin untuk kanker payudara stadium dini, pasien sangat menaruh harapan besar untuk bisa mendapatkan obat yang sangat dibutuhkan. Tapi, hingga saat ini hak mereka belum bisa diwujudkan, obat masih belum bisa diakses,” paparnya.

Menurut laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO), terdapat 408.661 kasus kanker di Indonesia pada 2022. Kanker payudara merupakan yang paling banyak ditemukan dan menjadi penyebab kematian kanker tertinggi yakni 9,3 persen.

Aryanthi menjelaskan, trastuzumab adalah pengobatan standar sejak lebih dari satu dekade lalu untuk kanker payudara jenis HER2+ yang terjadi pada satu dari lima pasien kanker payudara.

“Meskipun jenis kanker ini tumbuh lebih cepat dan banyak menyerang pasien berusia muda, apabila diobati sejak stadium dini dengan baik, harapan kesembuhannya tinggi,” jelasnya.

Ketika diputuskan bahwa pemerintah akhirnya menjamin trastuzumab untuk kanker payudara stadium dini, pasien kanker menaruh harapan kesembuhan yang sangat besar. Namun, Aryanthi menyayangkan kendala birokrasi mengaburkan harapan pasien.

Ketua POI, Dr. dr. Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM, juga menyayangkan trastuzumab masih belum bisa diakses oleh pasien. Dia menilai penatalaksanaan kanker membutuhkan kerja sama multidisiplin dan harus dilakukan secara komprehensif.

“WHO melalui Global Breast Cancer Initiative menargetkan 60 persen pasien kanker payudara terdiagnosis sejak stadium dini, diagnosis ditegakkan maksimal 60 hari, dan setidaknya 80 persen pasien mendapatkan akses terhadap pengobatan yang sesuai standar medis,” jelas Cosphiadi.

Baca Juga: 10 Film Bertema Perjuangan Tanah Air Melawan Penjajah Layak Ditonton

Peserta lainnya dalam FGD HIFDI, dr. Dyah Agustina Waluyo, menegaskan bahwa akses terhadap obat-obatan yang dapat menyelamatkan nyawa seperti trastuzumab bukanlah sebuah kemewahan.

“Melainkan hak yang harus diterima oleh setiap pasien,” tegasnya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti MSc., PhD, mengapresiasi FGD yang diadakan oleh HIFDI. Dia menilai diskusi ini memberikan wawasan langsung mengenai masalah di lapangan yang dihadapi dokter dan tenaga medis kanker.

“BPJS sangat berkomitmen untuk mendengarkan dan mencari solusi, meskipun tantangan utamanya terkait kebijakan dan bukti ilmiah,” kata Ghufron.

Ghufron memastikan bahwa BPJS peduli pada kesehatan masyarakat Indonesia dan menekankan pentingnya gotong-royong dalam menjaga kesehatan serta kesadaran bahwa kesehatan memerlukan biaya. (A)

Reporter/Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga