Heboh Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun di Kemenkeu, Berawal dari Rafael Alun, Ada Campur Tangan Jokowi

Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Senin, 03 April 2023
0 dilihat
Heboh Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun di Kemenkeu, Berawal dari Rafael Alun, Ada Campur Tangan Jokowi
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan penjelasan soal heboh dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan. Foto: Repro Berazam.com

" Kasus transaksi mencurigakan yang terjadi sejak 2009 ini baru diungkapkan Mahfud seiring terjadinya kasus Rafael Alun Trisambodo "

JAKARTA, TELISIK.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan penjelasan soal heboh dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kasus transaksi mencurigakan yang terjadi sejak 2009 ini baru diungkapkan Mahfud seiring terjadinya kasus Rafael Alun Trisambodo, yang baru terungkap buntut kasus penganiayaan putranya, Mario Dandy, terhadap David.

Mahfud menjelaskan alasannya baru mau membongkar dugaan kasus transaksi mencurigakan itu bermula dari pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo pada Februari 2023 lalu, setelah penyelenggaraan acara Satu Abad Nahdlatul Ulama di Sidoarjo, Jawa Timur.

"Sebulan lalu, ketika ada acara 1 abad NU di Sidoarjo saya diajak pulang bersama oleh presiden 1 pesawat dari Surabaya karena apa? membahas indeks persepsi korupsi," tutur Mahfud dilansir dari CNBCIndonesia.com.

Lalu, dia menjelaskan kepada Jokowi telah mengundang berbagai lembaga untuk menguak penyebab penurunan itu. Di antaranya yang disebutkan secara gamblang dari Transparansi Internasional Indonesia dan Litbang Kompas.

Dari data beberapa lembaga itu, terungkap bahwa turunnya indeks persepsi korupsi itu disebabkan sentimen negatif terhadap bidang pelayanan publik, terutama akibat korupsi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak.

"Terutama korupsi di Bea Cukai dan perpajakan, clear itu penjelasannya, yang kedua facilitating payment dalam pelayanan publik di berbagai tempat itu orang sekarang bayar mau naik pangkat bayar ke siapa, kalau enggak punya channel itu enggak bisa," kata Mahfud.

Oleh sebab itu, ketika terjadi kasus pemukulan anak dari eks pejabat eselon 3 di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, terungkap ke publik dan dikuliti harta kekayaannya yang sangat jumbo dan di luar profil, ia mengaku mulai tertarik mengusut lebih dalam.

"Itulah sebabnya sejak saat itu saya ini pajak dan bea cukai jadi masalah sehingga kalau saya kok punya latar belakang begitu ada kasus Alun (RAT)," tuturnya.

Baca Juga: Ribut Transaksi Gaib Rp 349 Triliun, Mahfud MD dan Anggota DPR Saling Tantang

"Dari situ saya minta rekap, saya yang minta rekap, inilah rekap yang saya sampaikan tadi, saudara, data ini clear, valid, tinggal pertemukan saja dengan bu Sri Mulyani," ujar Mahfud.

Sayangnya, data transaksi mencurigakan yang telah diserahkan PPATK ke Kemenkeu sejak 2009 sampai tahun ini tidak secara benar diperoleh Sri Mulyani. Menurut Mahfud, ada pihak-pihak di bawah Sri Mulyani yang menghalang-halangi data itu sampai ke Sri Mulyani.

"Bahwa ada kekeliruan pemahaman Ibu Sri Mulyani dan penjelasan ibu Sri Mulyani karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," ucap Mahfud.

Mahfud pun mengungkapkan data yang sebenarnya ia peroleh. Data transaksi janggal yang diperoleh dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK itu terbagi ke dalam 3 kelompok.

Pertama, adalah transaksi keuangan mencurigakan oleh pegawai Kementerian Keuangan yang total nilainya sebanyak Rp 35 triliun. Jauh lebih banyak dari yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani sekitar Rp 3 triliun.

"Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi 11 menyebut hanya Rp 3 triliun, yang benar Rp 35 triliun," kata Mahfud.

Selanjutnya, adalah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain sebesar Rp 53,82 triliun. Terakhir adalah transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 260 triliun.

"Itu transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatannya sebesar Rp 260 triliun, Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun fix. Nanti kita tunjukkan suratnya," ucap Mahfud.

Mahfud mengatakan, secara total jumlah PNS Kementerian Keuangan yang diduga terlibat dalam transaksi janggal Rp 349 triliun itu sebanyak 491 orang, PNS di Kementerian atau Lembaga lain sebanyak 13 orang dan tenaga non PNS atau non ASN sebanyak 570 orang.

Selain itu dilansir dari Kompas.com, Mahfud menduga, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak punya akses terhadap laporan hasil analisis (LHA) PPATK terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu.

Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan data antara dirinya dan PPATK dengan data kepunyaan Sri Mulyani.

Baca Juga: Ini Modus Cuci Uang Ala Oknum Kemenkeu, Satu Oknum Capai Rp 35 Triliun

"Apa kesimpulan saya, Bu Sri Mulyani tidak punya akses terhadap laporan-laporan ini," kata Mahfud.

Oleh karena tak punya akses, menurut Mahfud, data dugaan transaksi janggal yang disampaikan Sri Mulyani ke Komisi XI DPR beberapa waktu lalu jauh dari fakta.

"Saya ingin menjelaskan fakta bahwa ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan Bu Sri Mulyani karena ditutupnya akses dari bawah," ujarnya.

Mahfud pun membela Sri Mulyani. Dia yakin, Bendahara Negara itu tak bermaksud berbohong. Hanya saja, karena ada pihak lain yang "bermain" dalam kasus ini, Sri Mulyani terpaksa terkena imbasnya.

"Saya kagum dengan dia setiap menyelesaikan masalah selalu menuntaskan dengan ringkas. Tapi yang di bawah dia, itu tidak baik," kata Mahfud.

"Saya percaya dia Menteri Keuangan terbaik tapi akses (informasi) dari bawah tidak masuk," lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. (C)

Penulis: Ibnu Sina Ali Hakim

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga