Honor Tidak Sesuai, Handy Tuhatu Tolak Wakili Sultra di PON
Sunaryo, telisik indonesia
Sabtu, 21 Agustus 2021
0 dilihat
Pembalap Sultra, Handy Tuhatu. Foto: Ist.
" Nama Handy Tuhatu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Sultra, khususnya penggemar road race. "
MUNA, TELISIK.ID - Nama Handy Tuhatu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Sultra, khususnya penggemar road race.
Dunia balap bukan hal baru baginya. Ia tercatat sebagai atlet berprestasi Sultra yang tercatat sebagai jawara se-Indonesia Timur tiga tahun berturut-turut di klas seeded.
Namun disayangkan ketika ia yang harusnya mewakili Sultra di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-XX yang akan digelar di Papua, 2-15 Oktober mendatang, justru mengundurkan diri. Penyebabnya, lantaran selama menjalani training center (TC), honor yang diberikan Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sultra tidak sesuai.
"Saya mundur sejak bulan April lalu," kata Handy, Sabtu (21/8/2021).
Handy merasa telah dibohongi oleh IMI Sultra. Honor yang diberikan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sultra sebesar Rp 1 juta per bulan, ketika telah diserahkan di IMI tidak jelas.
Baca juga: PSG Menang 4-2 dari Brest Walau Tanpa Messi, Neymar dan Ramos
Baca juga: Viral di Medsos, Abdul Razak Digadang-Gadang Jadi Pelatih Dayung
"Honor selama 10 bulan seharusnya Rp 10 juta, tapi yang diberikan IMI hanya Rp 2 juta. Makanya, saya pilih mundur, karena ada permainan," ungkapnya.
Pria dengan nomor star andalan 13 itu mengaku sejak awal seleksi pra PON tidak ikut akibat terjadi selisih paham dengan Ketua IMI Sultra, Anton Timbang. Sultra kemudian diwakili oleh lima pembalap yakni, Yadi Proyogo, Ival, M.Ramli, La Ode Sevian dan Eki. Namun, mereka hanya mampu finish pada urutan ke-67. Karena melihat para pembalap itu tidak punya peluang, IMI kemudian memutuskan untuk 'meminangnya' kembali.
"Saat diminta, saya iyakan. Ternyata, setelah menjalani TC, kita dipermainkan," ujarnya.
Bicara PON, Handi bukan orang baru. Ia telah tiga kali mengikuti hajatan olahraga nasional itu yakni PON Kalimantan, Tasikmalaya dan Papua. Selama mengikuti PON, ia merasa tidak pernah diperlakukan seperti atlet yang sesungguhnya.
"Keinginan saya untuk wakili daerah sangat besar, tapi hanya saja selama ini, kita tidak pernah diperlakukan selayaknya seorang atlet," pungkasnya. (C)
Reporter: Sunaryo
Editor: Haerani Hambali