Ibas Bandingkan SBY dan Jokowi, Pengamat: Ibarat Menyiram Cuka di Atas Luka
Rahmat Tunny, telisik indonesia
Selasa, 11 Agustus 2020
0 dilihat
Edhy Baskoro Yudhoyono Bersama Ayahnya Susilo Bambang Yudhoyono Foto: Ist.
" Saya kira Ibas salah kaprah ya. Mengapa salah kaprah? Karena pemerintahan SBY itu jauh lebih buruk dari pemerintahan Jokowi. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Pengamat politik, Wempy Hadir menilai, Waketum Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) salah kaprah karena membandingkan kondisi Indonesia saat ini di bawah pemerintahan Joko Widodo dengan era Presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pasalnya, Wempy menyebut Ibas membandingkan situasi normal pemerintahan SBY dengan kondisi Indonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19. Seharusnyanya, kondisi normal pemerintahan Jokowi di periode pertama yang dijadikan bahan perbandingan dengan era SBY.
Hal tersebut disampaikan Wempy mengomentari pernyataan Ibas yang menyebut di jaman SBY ekonomi meroket, APBN meningkat, utang dan defisit terjaga, pendapatan rakyat naik hingga presentase kemiskinan dan pengangguran menurun.
Sementara di pemerintahan sekarang banyak persoalan yang belum terselesaikan, baik itu di bidang ekonomi, keuangan, pembangunan, kesejahteraan, penegakan hukum, demokrasi dan hak-hak sipil.
"Perbandingan itu tidak Apple to Apple, karena jaman SBY dengan jaman Jokowi saat ini jauh berbeda. Situasi normal dan tidak normal. Gak makes sense, gak masuk akal untuk dibandingkan. Mestinya dia membandingkan situasi normal Jokowi periode pertama dengan situasi normal jaman SBY," ujar Wempy, Selasa (11/8/2020).
Direktur Indopolling Network ini menambahkan, jika membandingkan periode pertama kepemimpinan Jokowi dengan era SBY, maka pemerintahan Jokowi jauh lebih baik dibanding SBY.
Baca juga: DPR Soroti Tumpang Tindih Pengelolaan Perhutanan Sosial
"Saya kira Ibas salah kaprah ya. Mengapa salah kaprah? Karena pemerintahan SBY itu jauh lebih buruk dari pemerintahan Jokowi," ungkapnya.
Lebih jauh, Wempy berpendapat, pernyataan Ibas itu justru membangkitkan memori publik akan berbagai persoalan di era SBY.
"Saya kira luka-luka publik itu belum sembuh yang dibuat oleh pemerintahan SBY. Kehadiran Ibas menyampaikan pernyataan justru itu sama halnya menyiram luka dengan cuka. Dia sedang menyiram cuka di atas luka," ucap dia.
Wempy kemudian menyinggung beberapa persoalan di era SBY yang masih membekas di benak publik, seperti maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh sejumlah elit Demokrat, soal skandal pengadaan minyak selama periode 2012 hingga 2014 di anak usaha PT Pertamina, Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), hingga mangkraknya pembangunan infrastruktur era SBY.
"Hal yang paling sederhana itu adalah deklarasi soal anti korupsi yang dibuat oleh partai penguasa. Kita lihat deklarasi itu dilakukan oleh petinggi partai Demokrat. Tapi sayangnya pesan korupsi justru lahir dari kelompok-kelompok ini. Kita tau ada Anas (eks Ketum Demokrat), bendaharanya (Muhammad Nazaruddin), Angelina Sondakh (eks Wasekjen) yang setiap hari nongol di TV," ungkapnya.
"Soal pengelolaan Petral, yang dapat keuntungan siapa? Itu kan mafia dalam negara, dalam mengelola kekuasaan. Siapa yang dapat manfaat itu?. Kemudian soal pengadaan Sukhoi dan sebagainya. Belum lagi kita bicara soal pembangunan infrastruktur. Coba lihat di jaman SBY, Hambalang itu jadi museum, infrastruktur lainnya juga mangkrak di Jaman SBY," lanjutnya menjelaskan.
Baca juga: Fadel Muhammad: Reshuffle Kabinet Membuat Harapan Baru
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyebut, begitu banyak tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini, seperti pandemi COVID-19, tantangan di bidang ekonomi, keuangan, pembangunan, kesejahteraan, penegakan hukum, demokrasi dan hak-hak sipil.
Menurut Ibas, tantangan itu ditambah lagi pembahasan regulasi yang belum rampung di parlemen, seperti Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP), RUU Omnibus Law Cipta Kerja, serta RUU Pemilu dan RUU Pilkada.
Padahal, lanjut putra bungsu SBY itu, dalam situasi dan kondisi bangsa saat ini, yang dibutuhkan rakyat adalah kepastian, bukan janji.
"Rakyat perlu kepastian, kepercayaan dan keyakinan. Rakyat perlu bukti, bukan janji,” kata Ibas di hadapan anggota Fraksi Partai Demokrat DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (6/8/2020).
Ibas mengungkapkan, kepastian, kepercayaan dan keyakinan itu pernah diwujudkan saat SBY menjabat sebagai Presiden pada 2004-2014. Menurutnya, ketika SBY mempimpin, kondisi perekonomian Indonesia meroket. Bahkan, persentase tingkat kemiskinan dan pengangguran di era SBY terjaga.
"Alhamdulillah, kita pernah membuat itu. Ketika zaman mentor kita Pak SBY selama 10 tahun, ekonomi kita meroket, APBN kita meningkat, utang dan defisit kita terjaga, pendapatan rakyat naik dan lain-lain yang Too Few Too Mention, termasuk tentang presentase kemiskinan dan pengangguran yang menurun," jelas Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Reporter: Rahmat Tunny
Editor: Kardin