Ini Organisasi Keagamaan yang Menerima dan Menolak Jatah Tambang dari Jokowi
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Selasa, 11 Juni 2024
0 dilihat
Bahlil Lahadalia (kiri) dan Joko Widodo (kanan) memberikan karpet merah bagi organisasi keagaamaan untuk mengelola tambang. Foto: Repro rmol.id
" Presiden Jokowi memberikan peluang kepada organisasi keagamaan untuk mendapatkan izin mengelola tambang. Namun kebijakan ini mendapat pro dan kontra dari berbagai organisasi tersebut "
JAKARTA, TELISIK.ID - Presiden Joko Widodo memberikan peluang kepada organisasi keagamaan untuk mendapatkan izin mengelola tambang. Namun kebijakan ini mendapat pro dan kontra dari berbagai organisasi tersebut.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Sejumlah organisasi keagamaan telah merespons kebijakan Jokowi terkait pengelolaan tambang ini, dengan beberapa di antaranya menyatakan sikap untuk menerima, menolak, atau masih mengkaji kebijakan tersebut.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Persatuan Islam (Persis), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mendukung kebijakan ini, dikutip Telisik.id dari cnnindonesia.com, Selasa (11/6/2024).
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menyatakan bahwa PBNU telah mengajukan izin pengelolaan lahan tambang kepada pemerintah. Ia menegaskan bahwa organisasi memerlukan sumber pendapatan yang halal untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan mereka.
NU, sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, mengurusi berbagai aspek termasuk keagamaan, kemasyarakatan, dan ekonomi yang membutuhkan biaya besar.
Wakil Ketua Umum PP Persis, Atip Latipulhayat, mendukung langkah pemerintah memberikan izin tambang bagi organisasi keagamaan. Ia menilai pengelolaan tambang selama ini tidak adil karena hanya kelompok bisnis yang mendapat izin usaha pertambangan.
Baca Juga: Ormas Keagamaan Bakal Keciprat Jatah IUP Tambang dari Presiden Jokowi
Persis berencana mengajukan izin pengelolaan tambang setelah mempersiapkan segala sesuatu secara internal. Menurut Atip, pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan merupakan upaya pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat luas yang juga berkontribusi dalam pendidikan dan perekonomian.
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) juga menyatakan dukungan terhadap kebijakan ini asalkan pemerintah memberikan perlindungan dan bimbingan yang memadai.
Ketua Bidang Organisasi PHDI, Suresh Kumar, menekankan pentingnya memastikan tambang dikelola dengan bertanggung jawab dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Menurutnya, dukungan ini diberikan dengan syarat adanya keadilan dan pemerataan dalam pelaksanaannya.
Sebaliknya, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menolak kebijakan ini. Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI, Marthen Jenarut, menegaskan bahwa gereja Katolik mendorong tata kelola pembangunan yang berkelanjutan, dan tidak ingin terlibat dalam pengelolaan tambang yang bisa mengorbankan masyarakat dan lingkungan.
KWI, sebagai lembaga keagamaan, fokus pada pewartaan dan pelayanan untuk mewujudkan tata kehidupan yang bermartabat.
HKBP juga menolak tawaran izin pengelolaan tambang. Ephorus HKBP, Robinson Butarbutar, menjelaskan bahwa HKBP tidak ingin terlibat dalam usaha tambang karena bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan yang telah dieksploitasi.
Eksploitasi yang terjadi selama ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pemanasan global yang harus diatasi.
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) meski tidak tegas menyatakan penolakan, mengakui bahwa pengelolaan tambang bukan bidang pelayanan mereka. Ketua Umum PGI, Gomar Gultom, menyatakan bahwa PGI tidak memiliki kemampuan dalam mengelola tambang dan hal ini berada di luar mandat organisasi.
PGI juga kerap mendampingi korban imbas usaha tambang, sehingga akan menjadi hal aneh jika PGI turut mengelola tambang. Gomar menilai bahwa terlibat dalam usaha tambang bisa membuat PGI kehilangan legitimasi moral.
Sementara itu, Muhammadiyah belum mengambil keputusan apakah akan menolak atau menerima pemberian izin tersebut. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menyatakan bahwa Muhammadiyah akan mengkaji kebijakan ini dari berbagai aspek sebelum memutuskan sikap.
Baca Juga: Ormas Paksa Minta THR Akan Ditindak, Pemuda Pancasila Ikut Jaga Kamtibmas
Ia menegaskan bahwa pengelolaan tambang oleh organisasi keagamaan harus melalui badan usaha dengan persyaratan tertentu agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sementara melansir CNBC Indonesia, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pemerintah masih akan melakukan sosialisasi dengan organisasi keagamaan terkait perubahan PP ini.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah akan berkomunikasi lebih lanjut dengan ormas yang menolak kebijakan ini untuk memberikan pemahaman lebih jelas. Bahlil menyebutkan bahwa jika organisasi keagamaan tidak mengambil jatah izin usaha pertambangan, pemerintah tidak akan terburu-buru untuk melelangnya kembali.
Lahan tambang yang diberikan kepada ormas keagamaan merupakan lahan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya telah berakhir.
Pemerintah mengharapkan ormas yang diberikan izin usaha pertambangan memiliki badan usaha dan koperasi untuk memastikan pengelolaan yang tidak disalahgunakan. Bahlil optimis bahwa niat baik dari kebijakan ini akan menghasilkan hal-hal positif bagi masyarakat luas. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS