Iuran Tapera Jadi Beban Baru bagi Pekerja di Tengah Pandemi

Marwan Azis, telisik indonesia
Sabtu, 20 Juni 2020
0 dilihat
Iuran Tapera Jadi Beban Baru bagi Pekerja di Tengah Pandemi
Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri. Foto: Ist.

" Saya mendesak pemerintah untuk meninjau ulang besaran simpanan peserta yang telah ditetapkan dalam PP No 25 Tahun 2020. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Kebijakan Pemerintah Jokowi yaitu iuran program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dibebankan ke pekerja atau buruh menuai sorotan dari anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Terlebih kebijakan tersebut dikeluarkan di masa serba sulit akibat pandemi COVID-19.

“Sebaiknya pemerintah memperhatikan kondisi perekonomian yang masih berlangsung saat ini. Tapera dilahirkan untuk membantu pekerja atau buruh dalam memenuhi kebutuhan sesuai UU No.4 Tahun 2016 tentang Tapera,” kata Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri.

Hasan Basri dalam keterangan persnya Sabtu (20/6/2020), menambahkan, dengan kondisi perekonomian seperti sekarang ini, dimana konsumsi rumah tangga juga mengalami penurunan yang sangat signifikan, seharusnya pemerintah berhati-hati pada saat menetapkan PP No 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

"Saya mendesak pemerintah untuk meninjau ulang besaran simpanan peserta yang telah ditetapkan dalam PP No 25 Tahun 2020," ujar Senator asal Provinsi Kalimantan Utara ini.

Dalam kondisi pandemi seperti ini, Hasan Basri berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan serta peraturan yang lebih berpihak ke masyarakat.

Baca juga: DPR Tagih Janji Presiden Terkait Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional

"Kita bisa ambil contoh soal keringanan dan restrukturisasi pinjaman pengusaha di bank, seperti bank milik pemerintah dan juga bank luar negeri yang buka cabang di Indonesia. Sebab banyak keluhan perusahaan-perusahaan tentang hal ini," tuturnya.

Sekedar diketahui, pada pasal 15 ayat 1 PP 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera menetapkan besaran simpanan peserta sebesar 3?ri gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Sementara pengusaha mendapat beban 0,5%.

Suara penolakan juga disampaikan pengusaha yang tak rela membayar iuran untuk mendukung fasilitas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, dengan tegas menolak program ini karena menganggap itu seharusnya merupakan urusan negara.

"Masyarakat berpenghasilan rendah itu urusannya negara. Negara yang tanggung jawab. Kan di Undang-Undang Dasar kita seperti itu. Yang bekerja punya jaminan sendiri, jangan sampai nanti pemerintahnya nggak laksanakan tugasnya, terus ngerecokin yang lain, yang sebetulnya bukan porsi mereka untuk tangani," kata Hariyadi.

Reporter: Marwan Azis

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga