JaDi Sultra Ingatkan Bawaslu Awasi Petahana di Pilkada
Musdar, telisik indonesia
Rabu, 26 Februari 2020
0 dilihat
Ketua JaDi Sultra. Hidayatullah. Foto: Musdar/Telisik
" Kami mengingatkan bahwa pimpinan mereka Bawaslu RI juga telah mengeluarkan SE No. SS-2012/K.BAWASLU/PM.00.00/12/2019 tertanggal 30 Desember 2019 tentang intruksi pengawasan tahapan pencalonan pemilihan tahun 2020, maka ini harus ditindaklanjuti secara maksimal untuk dipantau dilapangan. "
KENDARI, TELISIK.ID - Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra mengingatkan kepada Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) se Sultra meperketat pengawasan kepada petahana yang maju kembali di Pilkada 2020.
Petahana yang final maju untuk periode keduanya yakni Rusman Emba di Kabupaten Muna, Abu Hasan di Kabupaten Butun Utara, Arhawi di Kabupaten Wakatobi, Surunuddin Dangga di Kabupaten Konawe Selatan, Ruksamin di Kabupaten Konawe Utara, Amrullah di Kabupaten Konawe Kepulauan, dan Tony Herbiansya di Kabupaten Kolaka Timur.
Peringatan tersebut sehubungan dengan tahapan pencalonan Pilkada Serentak tahun 2020 pada pertengahan Juni (pendaftaran) dan awal Juli (penetapan calon), di Provinsi Sultra digelar di 7 kabupaten.
Sebagai upaya pencegahan terhadap pelanggaran, maka Ketua JaDI Sultra, Hidayatullah meminta kepada Bawaslu Provinsi Sultra dan 7 Bawaslu Kabupaten/Kota yang Pilkada agar secara dekat dan ketat mengawasi bagi petahana yang akan maju pada pemilihan mendatang.
“Kami mengingatkan bahwa pimpinan mereka Bawaslu RI juga telah mengeluarkan SE No. SS-2012/K.BAWASLU/PM.00.00/12/2019 tertanggal 30 Desember 2019 tentang intruksi pengawasan tahapan pencalonan pemilihan tahun 2020, maka ini harus ditindaklanjuti secara maksimal untuk dipantau dilapangan,” ungkapnya, Rabu (26/2/2020).
Baca Juga : Ridwan Pastikan Maju Kembali di Bursa Pemilihan Ketua DPD I Golkar
“Kaitan dengan tugas Bawaslu dalam pengawasan Pilkada salah satunya adalah melakukan pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah upaya meminimalisir potensi pelanggaran baik pidana maupun administrasi. Untuk itu, memasuki tahapan pencalonan ini, kami JaDI Sultra mengingatkan larangan yang sudah diatur dalam undang-undang terkait soal larangan pergantian pejabat, larangan menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon,” tambahnya.
Mantan Ketua KPU Sultra ini menjelaskan berdasarkan ketentuan UU No: 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU, pada Pasal 71 ayat (1) s.d ayat (6), sbb;
Ayat (1) Pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon;
Ayat (2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri;
Ayat (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih;
Ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota;
Ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota; dan
Ayat (6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terkait 7 Bupati yang akan maju Pilbup 2020 di Sultra, melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum penetapan calon, berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, dimana bupati dimaksudnya sebagai dari pejabat Negara. Maka, berdasarkan Pasal 188, masuk dalam kategori pidana pemilihan.
Baca Juga : Netralitas ASN Jadi Sorotan di Rakor Bawaslu Kendari
“Kalau petahana yang melakukan pergantian pejabat, maka sanksinya adalah diskualifikasi atau pembatalan sebagai calon. Sedangkan bagi bupati dan wali kota yang maju, maka sanksinya adalah pidana pemilihan,” tegasnya.
Untuk diketahui, sesuai pasal 188 yang dimaksud yakni, “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)”.
“Bahwa berdasarkan Pasal 73 ayat (7) Undang–Undang Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara “Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan,”pungkasnya.
Baca Juga : Ridwan Serukan Jangan Pilih Calon Pemimpin Arogan
Melihat kontrol pengawasan Bawaslu yang belum maksimal terkait pengawasan terhadap Petahana, maka JaDI Sultra meminta kepada Bawaslu untuk membuat pusat-pusat pengaduan ditengah masyarakat dan memudahkan akses publik agar pengaduan dapat direspon cepat.
Bawaslu jangan hanya bertumpu pada metode aplikasi pengaduan online digital tetapi berada langsung ditengah masyarakat sebagai bentuk penguatan pranata sosial untuk tindakan partisipasi dan pencegahan. Model dan cara-cara advokasi langsung ke masyarakat akan memperlihatkan bahwa Bawaslu bukanlah lembaga elitis yang perlu diawasi juga. Tetapi justru Bawaslu sebagai lembaga Pengawasan yang bersama rakyat untuk mengawasi Pilkada.
Reporter: Musdar
Editor: Sumarlin