Jokowi Sebut Istana Kepresidenan di Jakarta Beraroma Kolonial, Begini Sejarahnya dan Isi Bangunan

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Selasa, 13 Agustus 2024
0 dilihat
Jokowi Sebut Istana Kepresidenan di Jakarta Beraroma Kolonial, Begini Sejarahnya dan Isi Bangunan
Istana Kepresidenan sudah berdiri sejak zaman kolonial belanda, masih berdiri megah hingga saat ini. Foto; Repro Setkab.go.id

" Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor masih menyimpan aroma kolonialisme, yang keduanya merupakan peninggalan dari masa penjajahan Belanda "

JAKART, TELISIK.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor masih menyimpan aroma kolonialisme, yang keduanya merupakan peninggalan dari masa penjajahan Belanda.

Dalam video yang diunggah melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Selasa (13/8/2024), Jokowi menyatakan bahwa ia merasa dibayangi oleh nuansa kolonial yang kental di istana tempatnya bekerja.

“Jadi bau-baunya kolonial, selalu saya rasakan, setiap hari dibayang-bayangi,” kata Jokowi seperti dikutip dari cnnindonesia.com.

Istana Kepresidenan di Jakarta terdiri dari dua bangunan utama, yaitu Istana Negara dan Istana Merdeka, yang keduanya memiliki sejarah yang tak terpisahkan dari masa kolonial.

Istana Negara, yang terletak di Jalan Veteran, Jakarta, awalnya merupakan kediaman pribadi seorang warga Belanda bernama J.A. van Braam. Dibangun pada tahun 1796, bangunan ini kemudian diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1816 dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan.

Baca Juga: Bea Cukai Gratiskan Biaya Impor Kendaraan Canggih Masuk IKN, Kereta Listrik Jalan Tanpa Rel dan Taksi Terbang

Istana ini juga dikenal dengan sebutan “Hotel Gubernur Jenderal” karena menjadi tempat tinggal para Gubernur Jenderal Belanda selama masa penjajahan.

Mengutip laman setneg.go.id, bangunan Istana Negara menyimpan banyak cerita penting dalam sejarah Indonesia.

Salah satu peristiwa yang paling terkenal adalah ketika Jenderal de Kock, menguraikan rencananya untuk menumpas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strategi menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der Capellen.

Istana ini juga menjadi saksi penetapan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel oleh Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Istana Negara menjadi tempat penandatanganan Persetujuan Linggajati pada 25 Maret 1947, yang merupakan salah satu tonggak penting dalam perjuangan diplomasi Indonesia.

Tidak hanya memiliki sejarah yang kaya, Istana Negara juga memiliki arsitektur yang mengagumkan. Bangunan ini menampilkan gaya arsitektur Palladio dengan saka-saka bercorak Yunani yang menghiasi bagian depan istana.

Meskipun lebih sempit dibandingkan dengan serambi Istana Merdeka, menonjol dengan kehadiran 14 saka yang memberikan kesan megah dan berwibawa. Bangunan ini terdiri dari dua balairung besar, yaitu Ruang Upacara dan Ruang Jamuan.

Baca Juga: Deretan Tokoh NU Jadi Pahlawan Nasional, Termasuk Kakek Presiden Gus Dur Hasyim Asy'ari

Ruang Upacara digunakan untuk penyelenggaraan upacara-upacara resmi kenegaraan, sementara Ruang Jamuan digunakan untuk jamuan kenegaraan dan pertemuan para tamu penting.

Selain menjadi pusat kegiatan pemerintahan, Istana Negara juga berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan.

Di sini sering diadakan pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, serta acara-acara penting lainnya.

Pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, Istana Negara juga menjadi tempat untuk acara jamuan makan Presiden dan para veteran, serta jamuan makan malam kenegaraan bagi tamu-tamu negara.

Di ruang jamuan ini, para tamu sering disuguhkan dengan pertunjukan kesenian tradisional Indonesia yang menampilkan berbagai tema dari berbagai daerah. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga