Jumlah Petugas Pengamanan Rutan dan Lapas di Sulawesi Tenggara Minim, Picu Kerawanan

Sigit Purnomo, telisik indonesia
Sabtu, 17 Agustus 2024
0 dilihat
Jumlah Petugas Pengamanan Rutan dan Lapas di Sulawesi Tenggara Minim, Picu Kerawanan
Kakanwil Kemenkumham Sulawesi Tenggara ungkap rasio petugas dan WBP di Sulawesi Tenggara capai 1:60. Foto: Sigit Purnomo/Telisik

" Kondisi lapas dan rutan di Sulawesi Tenggara saat ini mengalami ketidakseimbangan antara jumlah petugas pengamanan dengan jumlah warga binaan pemasyarakatan "

KENDARI, TELISIK.ID - Kondisi Lapas dan Rutan di Sulawesi Tenggara saat ini mengalami ketidakseimbangan antara jumlah petugas pengamanan dengan jumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Dimana rasio petugas pengamanan terhadap WBP mencapai 1:60, yang jauh dari ideal. Selain itu, tingkat kepadatan warga binaan melebihi kapasitas dengan persentase overload sebesar 112 persen.

Situasi ini menunjukkan adanya kerawanan serius yang berdampak pada proses penjagaan dan pembinaan. Kerawanan ini diperparah oleh kurangnya sumber daya manusia serta terbatasnya sarana dan prasarana yang tersedia.

Meski demikian, upaya intensif terus dilakukan oleh jajaran Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara untuk meminimalisir potensi kerawanan tersebut.

Langkah-langkah yang diambil termasuk pembinaan dan pengendalian secara berkala melalui evaluasi dan pengawasan dalam apel bersama setiap pagi, yang melibatkan seluruh jajaran di Sulawesi Tenggara, baik dari Kantor Wilayah maupun Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan dan Keimigrasian.

Dalam upaya meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air, seluruh petugas diinstruksikan untuk mengglorifikasikan Salam Pancasila dan Tata Nilai Kementerian Hukum dan HAM dalam pelaksanaan tugas dan pengabdian.

Selain itu, inovasi pengawasan juga diterapkan melalui aplikasi SILILABA (Sistem Laporan Informasi Layanan Berbasis Aplikasi), yang memungkinkan pengawasan secara real-time, cepat, dan profesional.

Untuk memastikan organisasi berjalan secara optimal dan terukur, mutasi serta rotasi pejabat Eselon V dan pegawai Unit Pelaksana Teknis juga dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara, Silvester Sili Laba, berharap melalui langkah-langkah di atas, potensi kerawanan dalam Lapas dan Rutan dapat diminimalisir.

Sehingga, lanjutnya, pembinaan terhadap WBP dapat dilakukan dengan baik. Tujuannya agar warga binaan yang kembali ke masyarakat bisa menjadi individu yang bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan sekitar.

Silvester membeberkan adapun kapasitas dari setiap Lapas dan Rutan di Sulawesi Tenggara beserta jumlah Napinya.

Baca Juga: 168 Napi Rutan Kelas IIB Raha Dapat Remisi, Satu Bebas Lapangan

1. Lapas Kendari

Kapasitas: 378 orang

Jumlah Napi: 836 orang

Persentase over load: 121 persen

2. Lapas Baubau

Kapasitas: 196 orang

Jumlah Napi: 563 orang

Persentase over load: 187 persen

3. LPKA Kendari

Kapasitas: 220 orang

Jumlah Napi: 88 orang

Persentase over load : -

4. Lapas Perempuan

Kapasitas: 324 orang

Jumlah Napi: 125 orang

Persentase over load : -

5. Rutan Kendari

Kapasitas: 252 orang

Jumlah Napi: 777 orang

Persentase over load: 208 persen

6. Rutan Kolaka

Kapasitas: 150 orang

Jumlah Napi: 441 orang

Persentase over load: 194 persen

7. Rutan Raha

Kapasitas: 210 orang

Jumlah Napi: 314 orang

Persentase over load: 49 persen

8. Rutan Unaaha

Kapasitas: 150 orang

Jumlah Napi: 368 orang

Persentase over load: 145 persen

Adapun total keseluruhan adalah:

Kapasitas: 1860 orang

Jumlah Napi: 3539 orang

Persentase over load : 112 persen

Sementara itu, Pj Gubernur Sulawesi Tenggara, Andap Budhi Revianto mengatakan, pada tahun 2022, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 telah disahkan, menggantikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Baca Juga: 2.242 Napi di Sulawesi Tenggara Dapat Remisi

Perubahan ini merupakan salah satu langkah signifikan dalam upaya pemasyarakatan untuk mengatasi masalah klasik, yaitu overcrowding penghuni. Pembaharuan undang-undang ini juga mencerminkan perkembangan hukum nasional dengan pendekatan keadilan restoratif.

Perubahan undang-undang tersebut mencakup tiga aspek utama yaitu pembaharuan substansi hukum, pembangunan budaya hukum, dan transformasi kelembagaan hukum. Semua ini didasarkan pada prinsip keseimbangan antara kepastian, keadilan, kemanfaatan, dan perdamaian yang berlandaskan Pancasila.

Eksistensi pemasyarakatan akan selalu berkaitan erat dengan terjadinya tindak kejahatan dalam masyarakat. Pemasyarakatan hadir sebagai sarana pengendalian sosial dan penanggulangan kejahatan, serta berperan sebagai bentuk netralitas dalam penegakan hukum, dengan fungsi check and balances dalam proses peradilan.

Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru ini juga menitikberatkan pada reposisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana serta perubahan paradigma hukum pemidanaan di Indonesia.

Awalnya, pemasyarakatan hanya berperan pada tahap akhir sistem peradilan pidana. Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peran pemasyarakatan kini mencakup seluruh proses peradilan pidana, mulai dari awal hingga akhir.

Dalam hal ini, Pembimbing Kemasyarakatan wajib mendampingi dan terlibat dalam setiap tahapan penanganan perkara anak yang berhadapan dengan hukum, dari awal hingga akhir proses pengadilan.

"Saya juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas segala bentuk kerja keras jajaran Pemasyarakatan baik tingkat pusat maupun daerah yang senantiasa selalu bekerja keras, memegang teguh integritas, dan berdedikasi tinggi dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi walau dengan berbagai keterbatasan demi mewujudkan pelayanan yang optimal," pungkasnya. (B)

Penulis: Sigit Purnomo

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga