Kenapa Muhammadiyah Kerap Lebaran Duluan? Ini Alasannya

Haidir Muhari, telisik indonesia
Rabu, 13 Mei 2020
0 dilihat
Kenapa Muhammadiyah Kerap Lebaran Duluan? Ini Alasannya
Penampakan hilal. Repro: muslim.or.id

" Muhammadiyah dalam menetapkan awal bulan Kamariah dengan menggunakan metode hisab, termasuk menetapkan awal ramadan, awal syawal, dan awal zuhlijah. Sementara pemerintah menetapkan dalam sidang isbat, dengan terlebih dahulu melakukan rukyat al-hilal atau melihat bulan yang terbit pada 1 Kamariah. "

KENDARI, TELISIK.ID - Menjelang bulan Ramadan dan bulan Syawal santer diwartakan bahwa Muhammadiyah puasa atau berlebaran duluan. Berbeda dari yang ditetapkan pemerintah.

Tahun 2006 pemerintah menetapkan Idul Fitri tanggal 24 Oktober dan Muhammadiyah menetapkan sehari sebelumnya, yaitu pada 23 Oktober. Di tahun 2007 pemerintah menetapkan 13 Oktober dan Muhammadiyah menetapkan 12 Oktober. Di tahun 2011 Pemerintah menetapkan 31 Agustus dan Muhammadiyah menetapkan 30 Agustus.

Muhammadiyah dalam menetapkan awal bulan Kamariah dengan menggunakan metode hisab, termasuk menetapkan awal ramadan, awal syawal, dan awal zuhlijah. Sementara pemerintah menetapkan dalam sidang isbat, dengan terlebih dahulu melakukan rukyat al-hilal atau melihat bulan yang terbit pada 1 Kamariah.

Hisab berasal dari bahasa Arab, al-Hisab yang berarti perhitungan atau pemeriksaan. Dalam Al-Quran kata hisab dan turunannya beberapa kali disebut misalnya di Surat Yunus (10) ayat 5.

Baca juga: Muhammadiyah Duga LBP Punya Kepentingan Pribadi di Izin TKA China

Mengapa organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 ini begitu kekeh menggunakan hisab? Hal yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW. Berikut ini kami rangkumkan 5 (lima) alasan penggunaan hisab dari buku Paham Hisab dan Tuntunan Ibadah Ramadhan dan Argumentasi Hisab Muhammadiyah.

1. Alasan Nabi SAW menggunakan rukyat pada masa itu masyarakat Arab belum menguasai ilmu hisab. Sebagaimana dalam hadisnya disebutkan: "Dari Ibn Umar, dari Nabi saw (diwartakan) bahwa beliau bersabda: Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari (HR al-Bukhari dan Muslim).

2. Hisab memiliki landasan di dalam Al-Quran dan dalam Sunnah Nabi SAW. Sebagaimana dalam Surat ar-Rahman ayat 5, surat Yunus ayat 10, dan Surat Yasin ayat 39-40, serta hadis riwayat Ibnu Umar yang artinya, "Dari Abdullah Ibn Umar RA (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika bulan dia atasmu terhalang oleh awan, maka estimasikanlah (HR al-Bukhari dan Muslim).

Baca juga: MUI Gelar Rapat Terkait Wacana Salat Id Berjamaah Saat Pandemi

3. Rukyat bukanlah maqashidu asy-syari'ah (tujuan syariat), juga bukan ibadah, melainkan hanyalah sarana untuk menentukan awal masuknya ramadan. Sehingga sarana ini bisa diubah sesuai perkembangan zaman, dan hisab dianggap lebih representatif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu falak (astronomi).

4. Penggunaan rukyat di masa Nabi SAW belum menjadi masalah karena umat Islam masih terbatas di Jazirah Arab saja. Tidak seperti saat in, Islam telah menyebar ke seluruh pelosok dunia dengan perbedaan waktu yang bermacam-macam. Misalnya di Indonesia saja waktu dibagi menjadi, ada WIB, WIT, dan Wita. Pukul 7.00 WIT berarti pukul 5.00 pada WIB. Waktu Jakarta (WIB) lebih cepat empat jam dari Arab Saudi. Jika saat ini di Jakarta pukul 11.24 maka di Arab Saudi Pukul 7.24.

5. Rukyat tidak dapat memberikan kepastian karena sangat ditentukan oleh sejumlah faktor seperti faktor geometris, faktor atmosferik, faktor fisiologis dan bahkan faktor psikologis. Rukyat terbatas jangkauannya dan tidak mampu mengkaver seluruh permukaan bumi. Hal ini akan menyebabkan tidak akan adanya unifikasi penaggalan Islam Internasional. Artinya akan ada ketidakpastian terhadap ibadah-ibadah umat islam yang berkaitan dengan bulan kamariah, misalnya hari arafah.

6. Ilmu hisab memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Seorang ulama Dzulfiqar Ali Syah menyebutkan kemungkinan salahnya hanya 1:1000. Yusuf Qaradawi menyatakan bahwa hisab bersifat qath'i (pasti).

Reporter: Idi

Editor: Sumarlin

Baca Juga