Kisruh di Balik Kenaikan Tarif Bandara Soekarno-Hatta Masih Diselidiki
Kardin, telisik indonesia
Sabtu, 04 September 2021
0 dilihat
Ketua umum ALFI, Adil Karim (kiri). Bandara Soekarno-Hatta (kanan). Foto: Ist.
" Sampai kini belum jelas akar masalah mengapa terjadi berbagai kenaikan tarif di lingkungan Bandara Soekarno-Hatta yang berada di bawah naungan PT (Persero) Angkasa Pura. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Sampai kini belum jelas akar masalah mengapa terjadi berbagai kenaikan tarif di lingkungan Bandara Soekarno-Hatta yang berada di bawah naungan PT (Persero) Angkasa Pura (AP) 2.
Untuk memperjelas soal ini, Kantor Menko Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan dan Kantor Meneg BUMN masing-masing akan mengirim tim untuk memperjelas apa persoalan yang sebenarnya terjadi.
Pengurus Assosiasi Logistik dan Forwaders Indonesia (ALFI ) Cabang Jakarta, Medio Juni telah berkirim surat ke Kementerian Perhubungan menolak kenaikan tarif yang dikenakan kepada mereka oleh para pengelola gudang di terminal Soekarno-Hatta. Tapi sampai saat ini mereka mengaku surat tersebut belum mendapat tanggapan dari Kementerian Perhubungan.
Sedang para pengelola gudang mengaku sebenarnya sampai saat ini mereka belum pernah melakukan kenaikan tarif, melainkan hanya menambahkan surcharge rata-rata sekitar 400-an rupiah per kilo. Hal itu mereka lakukan sebagai dampak ada pengenaan biaya baru dari AP2 yang dinamakan renewal fee tiap per meter persegi (m2).
Para pihak pengelola gudang menerangkan, kenaikan biaya dari AP2 mencakup dua komponen, yaitu pertama revenue share, dan kedua perhitungan MOB (minimun omzet broto) menjadi rata-rata 600-an rupiah tiap meter persegi.
Akibat kenaikan ini, dalam perhitungan para pengelola gudang mengakibatkan pembayaran yang harus ditanggung penyewa gudang atau operator ke AP2 dari komponen ini saja melonjak menjadi naik 300%.
Itulah sebabnya untuk mempertahankan dari defisit operasional, dan tidak tekor terus menerus, para pengelola gudang di kawasan Soekarno-Hatta mengaku mengenakan penyesuaian tarif itu kepada para pengusaha cargo dan forwaders. Jika langkah itu tidak mereka lakukan, mereka mengaku kemungkinan bakal gulung tikar.
Baca juga: Soal Aksi Mural Jokowi, Ini Tanggapan Kantor Staf Presiden
Tetapi para operator juga menghadapi dilema. Apabila tarif terus dinaikkan, maka volume cargo udara dipastikan bakal terjun bebas turun karena beralih ke moda transportasi darat yang lebih murah.
Ketua Umum ALFI, Adil Karim mengungkapkan, asosiasinya memang menerima pemberitahuan adanya kenaikan tarif logistik dan pos internasional rata-rata 25%.
"Selain adanya kenaikan tersebut, sejak Mei 2021 ada komponen tarif baru, yaitu Airport Surcharge sebesar Rp 450 per kilogram (kg)," tandas Adil, baru-baru ini.
Sebaliknya pihak AP2 bersikeras tidak pernah menaikkan dan mengubah sistem tarif sewa. Direktur Komersial AP2, Ghamal Peris, yang dihubungi untuk konfirmasi soal ini, menunjuk VP Komunikasi Korporat AP2, Yado Yarismano, untuk menjelaskan persoalan ini.
Yado Yarismano mengemukakan, pihaknya hanya melalukan cost leadership dengan melakukan efisiensi. Misalnya, selama pandemi AP2 hanya mengoperasionalkan terminal 2 dan 3 Bandara Soekarno-Hatta.
"Yang dapat kami sampaikan, kami tidak ada mengeluarkan tarif Airport Surcharge atau Contribution seperti yang ada dalam surat (ALFI) tersebut," katanya.
Menurut Adil Karim, di masa pandemi ini AP2 sebagai pengelola Bandara Soekarno-Hatta seharusnya tidak menaikkan tarif. Dalam situasi perekonomian masih menurun akibat pandemi, AP2 diminta adil jangan menaikkan tarif.
"Seharusnya malah memberikan diskon," tegasnya.
Baca juga: Tangkap KKB Papua, Satgas Nemangkawi Sita 3 Pucuk Senjata Api
Sebagai BUMN, kata Adil, idealnya AP2 bertindak sebagai agen pembangunan, memberikan layanan publik yang terbaik, bukan menaikkan tarif dan membuat komponen tarif secara sepihak.
Menurut Adil, jika kenaikan ini terus berlangsung, selain beban anggotanya yang berjumlah sekitar 300 perusahaan bertambah tinggi dan mereka harus menalangi kekurangan dari tarif, sehingga mengganggu likuiditas perusahan, pada akhirnya juga akan memperlemah daya saing ekspor Indonesia melalui udara.
Adil mengungkapkan pula, kendala yang dihadapi anggota ALFI cukup serius, yakni terbatasnya jalur penerbangan akibat berkurangnya pesawat, mengingat pengiriman barang melalui udara di Indonesia masih mengandalkan pesawat penumpang, bukan pesawat khusus pengangkut kargo (freighter).
Sebelumnya di Bandara Soekarno-Hatta cargo lebih banyak diangkut dengan pesawat penumpang, tapi kini berbalik. Akibat pandemi COVID-19 pesawat penumpang melorot jauh dari rata-rata, sehingga justru pesawat cargolah yang malah jadi andalan pengangkutan barang. Ada kenaikan barang sekitar 20%-25% yang disewa pesawat cargo.
Dari data yang ada menunjukkan, traffic pergerakan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta selama diberlakukannya PPKM per hari baru berkisar 20 ribu - 25 ribu penumpang. Setelah pandemi COVID-19, tetapi sebelum diberlakukannya PPKM, pergerakan penumpang masih 50 ribu - 60 ribuan orang.
"Padahal sewaktu normal jumlah traffic-nya mencapai 150 ribu - 180 ribu per hari," kata Yado.
Kalau urusan kenaikan tarif ini tidak segera dipecahkan, dikhawatirkan bakal berdampak juga kepada reputasi Bandara Soekarno-Hatta.
"Kita nantikan hasil penelitian dari Kantor Menko Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan dan Kantor Meneg BUMN kenapa berbagai tarif di bandara akhirnya naik," pungkas Yado. (C)
Reporter: Kardin
Editor: Haerani Hambali