Mahasiswa Ditembak dan Ketua DPRD Baubau Disorot Terkait Tolak Omnibus Law
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 16 Oktober 2020
0 dilihat
Ketua DPRD Baubau, Zahari saat menyampaikan pernyataannya pada aksi tolak UU Cipta Kerja. Foto: Ist.
" Saya mendapat informasi berupa video adanya kader Golkar dengan lantang berteriak menolak dalam demontrasi. Sikap tersebut bertentangan dengan sikap partai secara vertikal. "
BAUBAU, TELISIK.ID - Aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Baubau memakan korban.
Di antaranya satu mahasiswa terkena tembakan peluru karet dan seorang politisi dipersoalkan.
Politisi yang dipersoalkan tersebut adalah Ketua DPRD Baubau, Zahari. Ia ikut menolak UU Cipta Kerja dan dari aksinya itu, ia mendapat perhatian dari DPP Partai Golkar.
Pasalnya, Zahari juga merupakan kader Golkar yang diamanahkan sebagai Ketua DPD Partai Golkar Baubau.
Anggota badan saksi nasional DPP Partai Golkar untuk Wilayah Sulawesi Tenggara, Nasir menyebut, sikap DPP Golkar dan Fraksi Golkar di DPR RI jelas mendukung Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Sehingga mulai dari DPP sampai DPD harus tegak lurus mematuhi sikap partai dan mendukung 100 persen UU Cipta Kerja yang sudah disahkan tersebut.
Dengan begitu, siapa saja kader Golkar yang tidak sejalan dengan DPP dalam mendukung UU Cipta Kerja merupakan pelanggaran berat. Harus ditindak tegas dan akan diberi sanksi dari partai.
"Saya mendapat informasi berupa video adanya kader Golkar dengan lantang berteriak menolak dalam demontrasi. Sikap tersebut bertentangan dengan sikap partai secara vertikal," katanya, Jumat (16/10/2020).
Padahal kata dia, seharusnya setiap anggota DPRD dari kader Golkar harus ikuti apa pun keputusan dan kebijakan partai dan ketua umum. Sebab anggota DPRD dari Golkar adalah representasi partai dan sikap politiknya harus sejalan dengan partai.
Sementara itu, seorang massa aksi bernama Nur Sya'ban selaku Wakil Ketua BEM Fakultas Hukum Unidayan diduga terkena penembakan peluru karet saat mengikuti demonstrasi tolak UU Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Baubau pada 9 Oktober Lalu.
Dari peristiwa itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kepulauan Buton meminta Polres Baubau segera menindaklanjuti laporannya terkait dugaan penembakan tersebut.
Tim Kuasa Hukum Korban (In Casu Nur Sya'ban) telah resmi memasukan Laporan di Mapolres Kota Baubau dengan Laporan Polisi Nomor : LP/413/X/RES.7.4/2020/RES.BAU-BAU tanggal 14 Oktober 2020.
Dalam kegiatan aksi demonstrasi yang dilakukan beberapa elemen Mahasiswa dan Buruh se-Kota Baubau tersebut pada awalnya berjalan dengan damai.
Namun, disinyalir ada penyusup dalam barisan massa aksi, sehingga aksi yang dilakukan tersebut kemudian menjadi bentrok, saling dorong antara massa aksi dengan pihak keamanan yang mengamankan jalannya aksi demonstrasi.
Ketika terjadi saling dorong antara massa aksi dengan pihak keamanan, kemudian pihak keamanan mencoba menembakan peluru gas air mata untuk membubarkan massa aksi.
Hanya saja, ada oknum yang tidak bertanggung jawab melepaskan tembakan dengan menggunakan peluru karet yang mengenai salah seorang massa aksi pada bagian lengan kiri atas, sehingga mengalami luka yang berbentuk bulatan pada bagian lengan.
Atas peristiwa itu, oknum tersebut telah menyalahi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menggunakan senjata api, sehingga menimbulkan korban kekerasan.
Maka tindakan penembakan yang dilakukan oleh oknum tersebut harus dipertanggungjawabkan secara pidana sebagaimana dalam KUHP pasal 351 Ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951.
“Senjata api seharusnya digunakan untuk keadaan genting. Senjata api tidak boleh digunakan kecuali mutlak diperlukan dan tak bisa dihindari lagi demi melindungi nyawa seseorang. Penggunaan senjata Api dalam aksi demontrasi (red: menolak UU Omnibus Law) itu sudah di luar proporsi dan pelanggaran HAM berat,” kata Direktur Eksekutif LBH Pospera, Agung Widodo, dalam keterangan persnya.
Oleh karena itu, Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Masyarakat Kota Baubau ini melanjutkan, Polisi harus melakukan investigasi secara menyeluruh, efektif dan independen dan mengusut tuntas kasus a quo.
"Proses hukum juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, jangan ada yang ditutup-tutupi dan direkayasa. Keluarga korban dan aktivis berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada impunitas hukum seperti yang selama ini terjadi,” ujarnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut serta berpijak pada asas persamaan di depan hukum yang menjadi hak konstitusional warga negara, LBH Pospera Kepton yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Masyarakat Kota Baubau menegaskan dalam dua poin yang harus ditindaklanjuti.
Pertama, kepada Kapolri Cq Kapolda Sultra Cq Kapolres Kota Baubau untuk segera menangkap dan melakukan tindakan hukum penyelidikan/penyidikan terhadap oknum pelaku penyalahgunaan senjata api secara transparan, profesional dan akuntabel sebagaimana laporan yang telah dimasukkan.
Kedua, kepada DPRD Kota Baubau menggunakan “kewenangan pengawasannya” wajib mengawal proses hukum tindakan penyalahgunaan senjata api yang terjadi pada saat peristiwa demontrasi di depan Kantor DPRD Kota Baubau tanggal 9 Oktober lalu. (B)