Makna Malam Lailatul Qadar di Buton
Ridwan Amsyah, telisik indonesia
Rabu, 20 Mei 2020
0 dilihat
Haroa Khadiri oleh perangkat Masjid Quba Kelurahan Baadia Kota Baubau. Foto: Ridwan/Telisik
" Bahkan ada puasanya para Lebe 6 hari setelah lebaran, itu menandakan bahwa si ibu yang baru melahirkan tersebut belum bisa mengonsumsi makanan sembarangan. "
BAUBAU, TELISIK.ID - Malona Khadiri atau malam Lailatul Qadar merupakan malam yang istimewa. Malam yang dinantikan oleh banyak umat muslim di dunia.
Malam Lailatul Qadar juga dimaknakan sebagai malam 1000 bulan atau malam turunnya wahyu Allah SWT, yang apabila seseorang mengamalkan kebaikan pada malam itu maka pahalanya akan dilipatgandakan.
Malam Lailatul Qadar pada umumnya berada pada malam gasal sesudah puasa yang ke-20 hingga puasa ke-30.
Namun, ada yang unik dari peringatan momentum Lailatul Qadar di Buton. Masyarakat Buton mengingat momentum Khadiri pada malam ke-27. Diibaratkan perahu berlayar hanya membutuhkan satu kemudi. Sehingga orang tua di Buton kala itu menetapkan malam Lailatul Qadar pada malam ke 27 Ramadan.
Peringatan tersebut ditandai dengan haroa dimana perangkat masjid membaca doa di masjid. Nampak pula pada malam ke-27 di Masjid Quba Kelurahan Baadia Kota Baubau, Selasa malam (19/05/2020), dalam talang-talang haroa terdapat beragam makanan khas tradisional, mulai dari Bolu, Baroasa, Cucuru, Waje, Hohole, onde-onde dan masih banyak lagi.
Baca juga: Mengenal Sosok Mardigu Wowiek, Si Bossman Sontoloyo
Kegiatan itu rutin dilaksanakan sejak abad ke-16, sejak syiar Islam masuk ke Buton dan tatanan kerajaan berubah menjadi Kesultanan Buton. Sejak saat itulah turun-temurun kegiatan spiritual yang menjadi peninggalan orang tua di Buton tetap tumbuh dan menjadi kenangan untuk leluhur.
Malam Lailatul Qadar merupakan salah satu kegiatan spritual yang selalu diperingati setiap bulan Ramadan di Buton.
Menurut, Imam Masjid Quba Baadia La Ode Fahrul Razi S.Pd.,M.Pd, kegiatan spritual malam Lailatul Qadar merupakan suatu kesatuan dari malam pertama Ramadan sampai dengan malam lebaran tiba.
Momentum tersebut dimulai dari malam pertama sahur atau Baana Bangu dalam sebutan orang Buton, bahwa malam ke satu hingga ke sepuluh adalah malam pemberian rahmat.
“Orang tua di Buton juga mengibaratkan malam sahur pertama tersebut sama halnya dengan proses pembentukan manusia, dimana saat itu seorang ibu tidak lagi mendapatkan tamu setiap bulannya,” ungkapnya.
Baca juga: Impikan Sepeda dan Makan Burger, Dirnarkoba Polda Sulsel Kabulkan Keinginan Risal
Kemudian dilanjutkan pada malam ke 17 malam Nuzulul Quran atau Malona Qunua (malam Qunut). Orang tua di Buton kemudian mengibaratkan pada saat malam ke -17 usia kandungan ibu sudah berumur 7 bulan dan diberi rahmat lebih.
Kemudian pada malam ke -27 Malona Khadiri atau malam Lailatul Qadar. Orang tua di Buton mengibaratkan malam Lailatul Qadar sebagai malam kemuliaan dimana bayi dalam kandungan ibu diberi martabat yang sempurna.
Terakhir malam perayaan 1 Syawal atau Malona Raraiya. Orang tua di Buton mengibaratkan malam 1 Syawal merupakan hari lahirnya seorang manusia dengan keadaan yang benar-benar suci.
"Bahkan ada puasanya para Lebe 6 hari setelah lebaran, itu menandakan bahwa si ibu yang baru melahirkan tersebut belum bisa mengonsumsi makanan sembarangan," jelas Fahrul Razi.
Khadiri kemudian menjadi kegiatan spiritual yang diadakan setiap tahunnya untuk mengenang para leluhur.
Reporter: Ridwan Amsyah
Editor: Sumarlin