Melirik Potensi Ekonomi Tanaman Porang di Kolut

Muh. Risal H, telisik indonesia
Rabu, 06 Oktober 2021
0 dilihat
Melirik Potensi Ekonomi Tanaman Porang di Kolut
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kolut, Drs. Syamsu Ridjal MH. Foto: ist.

" Tanaman porang kini mulai banyak ditanam petani di sejumlah daerah seiring meningkatnya permintaan ekspor umbinya "

KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - Tanaman porang marupakan salah satu komoditi pertanian yang kini tengah naik daun. Padahal, dulunya porang hanya dianggap tanaman yang tumbuh liar dan tidak memiliki nilai ekonomi.

Tanaman porang kini mulai banyak ditanam petani di sejumlah daerah seiring meningkatnya permintaan ekspor umbinya.

Tanaman porang adalah tanaman umbi-umbian dengan nama latin Amorphophallus muelleri.

Dilansir dari Kompas.com, harga porang di pasaran ekspor juga terus meningkat. Manfaat porang, terutama umbinya, digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung konjak atau tepung glucomannan.

Tepung ini yang kemudian dipakai sebagai bahan utama olahan shirataki, mi bening yang banyak dikonsumsi di Asia Pasifik.

Berbeda dengan tepung terigu atau tepung beras, konjak sendiri dikenal memiliki banyak serat. Itu sebabnya shirataki berbahan dari konjak memiliki rasa lebih kenyal namun kandungan karbohidrat lebih sedikit.

Mi shirataki ini juga seringkali dipakai untuk mi ramen di Jepang. Popularitas shirataki juga terus meningkat karena dipercaya sebagai menu diet dan gaya hidup sehat.

Manfaat porang juga biasanya diolah menjadi bahan baku produk kosmetik, pengental, jelly, penjernih air, hingga lem (porang tanaman apa).

Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kolaka Utara (Kolut), Drs. Syamsu Ridjal, MH, secara ekonomi tanaman porang sangat menjanjikan bagi petani di Kolut.

"Jika petani ingin mendapatkan hasil yang gemilang ke depan, maka tanaman seperti ini perlu dikembangkan karena secara ekonomi cukup menjanjikan," terang Syamsu Ridjal, Rabu (6/10/2021).

Hanya saja, lanjutnya, budidaya porang memerlukan  pengelolaan lahan secara teknologi yakni area pembudidayaannya harus bersih, tanahnya mesti digemburkan, dibedeng, setelah itu benih katak atau umbi porang baru bisa ditanam.

"Jadi, petani harus telaten, sabar, dan ulet karena tanaman porang memerlukan perawatan lebih. Harus ditanam sesuai dengan petunjuk teknologi, tidak ditanam liar," tukasnya.

Selain itu, tambahnya, tanaman porang juga perlu mendapat asupan pupuk yang pas dengan tanaman tersebut.

"Kalau proses pembudidayaannya telah dilakukan sesuai teknologi, maka insya Allah dalam satu hektarnya itu kita bisa menghasilkan uang meliaran rupiah," jelasnya.

Baca Juga: Kuliner Seafood Jadi Incaran Warga Kendari

Baca Juga: Petani Koltim Sukses Ekspor 200 Ton Jagung ke Surabaya

Lebih lanjut ia menuturkan, salah satu kelebihan tanaman porang adalah proses penanamannya hanya satu kali sementara panennya bisa dilakukan berkali-kali.

"Setelah ditanam 0-12 bulan atau usia satu tahun, tanaman tersebut sudah bisa dipanen. Enam bulan kemudian pasca panen, bisa lagi dipanen karena umbinya dapat  bertunas atau tumbuh kembali. Jadi, jika ingin membudidayakan porang tidak perlu lahan luas. Cukup satu hektar, tetapi telaten," bebernya.

Nilai jual porang mentah saat ini sekitar Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per kilogram. Sementara harga porang kering per kilogram bisa mencapai Rp 60.000.

"Dan pembelinya ada di Kolut," ujarnya.

Dikatakannya, meski menjanjikan, Pemerintah Daerah (Pemda) tidak mengucurkan anggaran khusus untuk budidaya porang di Kolut karena Pemda telah memiliki program unggulan yaitu revitalisasi kakao dan budidayanya juga tidak dilakukan secara massal tapi individu.

"Dulu memang kami pernah mengunjungi salah satu kabupaten untuk melihat perkembangan porang, setelah kembali kami melaporkan ke pimpinan hanya saja tidak direspon karena pemerintah menggenjot program revitalisasi kakao," pungkasnya. (C)

Reporter: Muh. Risal H

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga