Mengenal Desa Penghasil Talang Ngencu, Oleh-Oleh Khas Buton

Febriyani, telisik indonesia
Senin, 29 Mei 2023
0 dilihat
Mengenal Desa Penghasil Talang Ngencu, Oleh-Oleh Khas Buton
Ibu-ibu di Desa Kaumbu, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton mengerjakan anyaman talang ngencu. Bukan hanya talang, mereka juga membuat bervariasi anyaman seperti tempat tisu dan busara. Foto: Febriyani/Telisik

" Desa Kaumbu Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton merupakan salah satu pusat anyaman talang ngencu. Talang ngencu ini semacam nampan dengan penutup yang terbuat dari rotan dan nentu "

BUTON, TELISIK.ID - Desa Kaumbu Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton merupakan salah satu pusat anyaman talang ngencu. Talang ngencu ini semacam nampan dengan penutup yang terbuat dari rotan dan nentu.

Bukan hanya talang ngencu, masyarakat setempat juga membuat berbagai jenis kerajinan seperti tempat tisu, busara, tas make up, serta tempat gelas.

Kerajinan talang ngencu menjadi salah satu ciri khas daerah, sehingga banyak yang berkunjung untuk melihat proses pembuatan talang, banyak yang tertarik hingga memesan sebagai buah tangan, bahkan dipesan untuk dijual kembali.

Jarak yang ditemput tidak cukup jauh sekitaran 35 menit dari Pasarwajo ibu kota Kabupaten Buton.

Baca Juga: Pantai Labobo, Tawarkan Keindahan Alam Berhawa Sejuk

Tak banyak yang tau awal mula perkembangan anyaman talang ngencu sehingga menjadi seperti ini. Menurut Wa Diu (44), dahulu ada tiga orang pengrajin yang mempelopori anyaman talang ngencu. Salah satu dari ketiga orang tersebut adalah dirinya.

"Dulu saya dan tetangga saya diajar sama salah seorang di kampung, namanya La Roo. Pada saat itu saya berusia belasan tahun sudah lama sekali. Sekarang anyaman ini berkembang dan menjadi penghasilan bagi ibu-ibu di sini" jelasnya, Kamis (13/8/2023).

 Kerajinan  masyarakat desa Kaumbu Kecamata Pasarwajo kabupaten Buton, menganyam talangan ngencu, busara dan tempat tisu yang berbahan dasar dari rotan dan nentu. Foto Febriyani/Telisik

 

Karena cukup menghasilkan, sekarang jumlah pengrajin talang ngencu sudah semakin bertambah, semua kalangan baik laki-laki ataupun perempuan, namun yang sering dijumpai adalah ibu-ibu. Selain sebagai ibu rumah tangga dan bertani, mereka mengisi waktu luangnya dengan membuat anyaman talang ngencu.

Kepala Desa Kaumbu, La Garisi mengatakan, mata pencarian masyarakat mayoritas sebagai nelayan dan petani. Namun karena hasil dari menganyam talang ngencu cukup menjajikan, banyak masyarakat menjadikan itu sebagai penghasilan utama mereka.

"Menganyam ini merupakan aktivitas ibu-ibu di desa. Namun karena sulitnya lapangan pekerjaan, kini hampir semua kalangan membuat anyaman ini. Bahkan tak jarang kita mendapati laki-laki yang membuat anyaman," ungkapnya.

Ibu Suniati menyelesaikan anyaman talang ngencu, biasaya satu talang dengan penutupnya di hargai Rp 450 ribu sesuai dengan ukuranya. Foto Febriyani /Telisik

 

Hasil kerajinan talang ngencu, kerap digunakan pada momen tertentu. Seperti upacara adat dan keagamaan di Buton. Biasanya, digunakan untuk menyimpan makanan dan sesajen. Selain itu, anyaman ini dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Anyaman talang ngencu Desa Kaumbu dapat bertahan digunakan bertahun-tahun selama tidak terbakar api dan anyamanya kuat. Wa Diu mengatakan, dia masih memiliki anyaman yang dia buat puluhan tahun lalu.

Baca Juga: Mengenal Tari Linda, Tari Tradisional Masyarakat Muna

Harga sebuah talang anyaman dan penutupnya, tergantung ukurannya, mulai dari yang kecil Rp 300 ribu hingga yang paling besar Rp 500 ribu. Lama pembuatan talang, jika dikerjakan dengan santai, seminggu menghasilkan satu pasang bersama penutupnya. Jika dikerjakan dengan cepat, bisa mencapai 3 hari saja.

Kualitas talang di wilayah ini cukup bagus, selain didistribusikan ke kota-kota terdekat seperti Baubau, Raha, Kendari, dan Makasar. bahkan hingga kini pemasaran anyaman ini sudah menembus Papua.

"Saya selalu memesan anyaman di sini lalu saya jual kembali. Untuk kualitas saya tidak perlu ragu. Biasanya saya pesan untuk saya jual kembali," jelas salah satu distributor, Mega. (A)

Penulis: Febriyani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga