Menkes: Rumah Sakit Berapapun Ditambah, Tak Pernah Cukup
Marwan Azis, telisik indonesia
Jumat, 16 Juli 2021
0 dilihat
Menkes RI, Budi Gunadi Sadikin. Foto: Ist.
" Tim sekarang sudah terus jalan ke Surabaya, juga untuk mengidentifikasi potensi kalau diperlukan adanya tambahan tempat tidur "
JAKARTA, TELISIK.ID - Masalah layanan kesehatan di Indonesia belakangan ini menjadi sorotan, terkait penanganan pasien COVID-19.
Merespon hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah terus mengoptimalkan upaya pemenuhan kebutuhan untuk penanganan pasien COVID-19, terutama ketersediaan rumah sakit, obat-obatan, dan oksigen.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin usai mengikuti Rapat Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, melalui konferensi video, Jumat (16/7/2021).
“Rumah sakit-rumah sakit ini berapapun ditambah tidak pernah akan cukup, kalau di sisi hulunya tidak kita perketat. Jadi beliau (Presiden) memastikan bahwa penerapan protokol kesehatan (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan) itu harus diperketat," katanya Budi.
"Dan diminta agar seluruh kementerian/lembaga dengan bantuan media bisa menyosialisasikan ini ke masyarakat, terutama yang paling penting adalah memakai masker,” sambungnya.
Budi memaparkan, terkait ketersedian tempat tidur, pemerintah telah menyediakan Rumah Sakit Asrama Haji Pondok Gede berkapasitas seribu tempat tidur, yang terdiri dari 900 tempat tidur perawatan dan 100 tempat tidur ICU.
“(Dalam Rapat Terbatas) kami juga meng-update mengenai tambahan sekitar 300 tempat tidur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan juga kami update ada tambahan antara 300-500 tempat tidur lagi yang dilakukan oleh Rumah Sakit Pertamina di Jakarta. Jadi, total mungkin ada persediaan hampir 2.000 tempat tidur tambahan yang sedang dipersiapkan untuk pasien dengan kategori sedang,” ujarnya.
Selain itu, terang Budi, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga mengupayakan pembangunan rumah sakit (RS) lapangan di berbagai wilayah di Tanah Air.
Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan tim dari Kementerian PUPR. Dimana yang sudah dilakukan adalah mengunjungi Bandung dan juga Jawa Tengah, serta sudah mengidentifikasi beberapa tempat untuk pembangunan rumah sakit lapangan yang memberikan tambahan tempat tidur, saat memang diperlukan.
"Tim sekarang sudah terus jalan ke Surabaya, juga untuk mengidentifikasi potensi kalau diperlukan adanya tambahan tempat tidur,” terangnya.
Terkait oksigen, Menkes memaparkan, kebutuhan untuk perawatan pasien COVID-19 meningkat menjadi 2.000 ton per hari dari yang sebelumnya hanya 400 ton per hari.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut adalah melalui kerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan industri dalam negeri.
Menggunakan excess capacity dari pabrik-pabrik atau industri-industri yang ada di dalam negeri, bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian.
"Ada sekitar 240 sampai 250 ton per hari excess capacity yang bisa kami gunakan dari industri-industri dalam negeri,” paparnya.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan pemenuhan pasokan oksigen dengan menggunakan oxygen concentrator.
Ini merupakan alat penghasil oksigen tenaga listrik yang bisa dipasang di rumah maupun di RS yang dapat menyuplai oksigen berkapasitas 10 liter atau 5 liter per menit.
“Pemerintah berencana untuk membeli sekitar 20-30 ribu oxygen concentrator yang bisa menyediakan sekitar 600 ton oksigen per hari untuk rumah sakit dan bisa kita pinjamkan ke rakyat yang membutuhkan,” ujar Budi.
Terakhir, terkait obat bagi pasien COVID-19, Menkes menyatakan bahwa suplai obat-obatan yang dapat diproduksi di dalam negeri masih relatif terkontrol.
Selain itu, pemerintah pun terus mengupayakan untuk mendatangkan tiga jenis obat-obatan impor yang agar bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Pertama adalah obat Remdesivir yang kami impor dari India, Pakistan, dan Cina.
Baca Juga: Pencairan Dana Desa Telah Capai Rp 28,82 Triliun, Termasuk Tangani COVID-19
Baca Juga: Kritik Keras Vaksin Berbayar Indonesia, WHO: Timbulkan Masalah Etika dan Akses
"Itu sekarang solusinya kita sudah negosiasi dengan Ibu Menlu, dibantu agar India bisa membuka kembali keran ekspornya dan sudah mulai masuk 50 vial minggu ini dan nanti bertahap 50 vial setiap minggu. Kami juga sudah membuka akses ke Cina, supaya obat yang mirip dengan Remdesivir bisa kita bawa masuk,” ujarnya.
Selain Remdesivir, obat impor kedua yang sulit didapatkan adalah Actemra.
“Kami juga sudah bicara dengan CEO-nya Roche dan memang diakui ada global suplai yang ketat, sehingga dengan stok yang ada sekarang masih jauh dari yang kita butuhkan,” kata Menkes.
Untuk itu, pemerintah juga terus berupaya untuk mencari alternatif dari obat tersebut, salah satunya dari Amerika Serikat.
“Kebetulan Amerika Serikat pada saat gelombang pertama dan kedua memiliki stok obat yang cukup banyak. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa membawa ke Indonesia obat alternatif yang mirip dengan Actemra,” tuturnya.
Obat ketiga yang dibutuhkan adalah Gammaraas, merek dagang dari kategori obat yang dikenal dengan Grup IVIG yang diproduksi di Cina.
“Kita juga membutuhkan cukup banyak dan sekarang kita sudah bisa mendatangkan sekitar 30 ribu vial, tapi kita membutuhkan lebih banyak lagi dan sekarang dengan dibantu oleh Kementerian Luar Negeri, kita terus melakukan lobi-lobi dengan Pemerintah Cina,” pungkasnya. (C)
Reporter: Marwan Azis
Editor: Fitrah Nugraha