Meski Hidup Memulung, Ibu Ini Tak Ingin Anaknya Kelak Jadi Pemulung
La Ode Muh Martoton, telisik indonesia
Jumat, 05 Agustus 2022
0 dilihat
Lia (34) sedang beristirahat sebelum melanjutkan memulung bersama anaknya. Foto: La Ode Muh Martoton/Telisik
" Setiap hari Lia memulung mulai dari pukul 05.00 subuh hingga pukul 14.00 siang. Ia melakukan itu ditemani dua orang anaknya yang masih kecil "
KENDARI, TELISIK.ID - Hampir setiap ibu akan berjuang keras agar anak-anaknya dapat hidup dengan layak. Begitu pula yang dilakukan Lia (34), warga Jalan KP. Baru, Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Sebagai seorang ibu, Lia bahkan rela bekerja sebagai pemulung demi mencukupi kebutuhan dua anaknya, meski pekerjaan sebagai pemulung sering kali dipandang sebelah mata.
Keterpurukan Lia kian menjadi-jadi karena hasil memulung barang bekas tak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan untuk makan saja hanya bisa seadanya.
Pekerjaan memulung sudah dilakoninya sejak kecil. Minimnya pendidikan membuatnya tak bisa beralih pekerjaan. Meski berat, tetap harus dijalani.
Setiap hari ia menjalani pekerjaannya mulai dari pukul 05.00 subuh hingga pukul 14.00 siang. Ia melakukan itu ditemani dua orang anaknya yang masih kecil.
"Iye mulai dari pagi sampai sore. Kalau sudah sore baru pulang. Pulangnya juga jalan kaki," ungkapnya, Jumat (5/8/2022).
Lia adalah sosok wanita tangguh yang tak mau berpangku tangan atau menggantungkan hidup pada orang lain. Tak memiliki sanak saudara yang membantu, ia terus memperjuangkan hidup demi anak dan kemanakannya yang tidak bersekolah.
Baca Juga: Tak Kuat Lagi Jadi Kuli, Pria Ini Mengais Rezeki dari Sampah
Lia hanya mampu mengandalkan tenaganya untuk memungut barang bekas dan dijual kembali. Setelah berkeliling seharian, kadang ia hanya mampu mengantongi uang Rp 20 ribu.
"Ya begini kalau sudah lumayan barang bekas yang didapat, langsung dijual supaya bisa makan dulu," ujarnya.
Ujian hidup terus datang silih berganti. Tak punya pekerjaan lain membuat ia bergantung pada hasil memulung.
"Saya ingin bisa beli beras dan makanan lain untuk anak sama kemanakan. Kasihan mereka harus ikut kelaparan karena saya tak punya uang," ungkapnya.
Hidup bersama sang buah hati membuatnya harus terus memutar otak. Tak punya penghasilan, Lia hanya bisa mengandalkan lingkungan sekitar. Ia bertumpu pada hasil memulung untuk menjadi rupiah.
"Pokoknya keliling. Di mana ada botol plastik bekas yang dibuang, saya kumpulkan, terus ditimbang," tambahnya.
Di dalam hati ia tak ingin sang buah hati sampai tak sekolah. Namun kenyataan tak memuluskan harapannya. Ia tak mampu membayar biaya pendidikan bagi buah hatinya.
"Jangankan untuk sekolah, beli beras saja syukur-syukur. Tapi saya tak ingin Putri putus sekolah," ucapnya.
Lia mengatakan, yang menjadikan harapan terbesarnya selain untuk kebutuhan sehari-hari, juga supaya anak-anaknya tidak mengikuti jejaknya menjadi pemulung.
Baca Juga: Hidup Sebatang Kara di Kendari, Pemulung 75 Tahun Ini Butuh Uluran Tangan Pemerintah
Pasalnya, uang yang didapat dari hasil memulung barang bekas hanya cukup untuk makan sehari-hari, bahkan lebih sering kurang.
"Baru cukup untuk makan. Inginnya daftarkan ke sekolah, tapi bagaimana, bingung belum ada biaya," imbuh Lia.
Anak Lia bernama Ica berbeda dengan kebanyakan anak-anak perempuan sebayanya. Kalau anak lain bisa bebas bermain, Ica harus rela membantu ibunya memulung hampir setiap hari. Sembari membawa karung berwarna putih, ia bersama ibu menyusuri setiap jalan raya yang dilewati untuk bisa mengumpulkan barang bekas.
"Ikut mama keliling cari-cari botol, untuk beli makan, untuk supaya bisa sekolah sama untuk beli jajan," ujar Ica dengan senyum polosnya. (A)
Penulis: La Ode Muh Martoton
Editor: Haerani Hambali