Tak Beralas Kaki, Pemulung Ini Tiap Hari Menyusuri Jalan Raya
Nadwa Rifada, telisik indonesia
Minggu, 17 April 2022
0 dilihat
Sataria yang terlihat sedang duduk beristirahat di pinggir jalan tanpa mengenakan alas kaki. Harinya diisi untuk memulung tanpa satu pun botol, kardus dan barang bekas lainnya diperoleh. Foto: Nadwa Rifada/Telisik
" Syukur menjadi hal utama yang terkadang sering kita lupakan. Padahal hidup dengan kesederhanaan menjadi sangat membahagiakan ketika kita mampu mensyukuri segala apa yang telah dimiliki "
KENDARI, TELISIK ID - Syukur menjadi hal utama yang terkadang sering kita lupakan. Padahal hidup dengan kesederhanaan menjadi sangat membahagiakan ketika kita mampu mensyukuri segala apa yang telah dimiliki.
Sataria, merupakan satu dari banyaknya pemulung yang ada di Kota Kendari. Umurnya yang menginjak 70 tahunan sama sekali tidak menghentikan semangatnya untuk bisa memulung demi tuntutan hidup. Ditambah lagi penghasilannya yang tidak tetap, sama sekali tidak membuatnya patah arang.
Sataria tinggal di Alolama lorong Palateke bersama dengan suaminya, Laebo. Sebab suami yang bekerja tidak menentu sebagai kuli bangunan, membuat Sataria menjadi harapan bagi sang suami untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka setiap hari.
Sataria sama sekali tidak mengenyam pendidikan dan walaupun tidak seorang pun yang mengajarkan, ia pelan-pelan masih bisa membaca dan menulis. Satu-satunya alasan yang membuat Sataria sulit membaca adalah karena matanya yang mulai rabun.
"Saya bisa menulis, bisa membaca kalau besar-besar begitu tulisannya, hanya kalau kecil, seperti koran, saya tidak bisami baca," tutur Sataria.
Setiap hari, Sataria memunguti botol, kardus, dan barang bekas di tempat-tempat sampah di pinggir jalan raya tanpa mengenakan sandal. Tidak ada kata malu atau pun mengeluh baginya sebab, memulung sudah menjadi profesi yang sejak lama ia tekuni.
Baca Juga: Tinggal di Lahan Orang, Pemulung Ini Tetap Bisa Sekolahkan 2 Anaknya
Meski Sataria berprofesi sebagai pemulung, kenyataannya ia juga pernah kecurian. Padahal yang ia kumpulkan bukanlah barang beharga melainkan barang bekas yang ingin ditimbangnya. Namun orang lain tetap juga mencurinya.
Sataria sudah terbiasa memulung tanpa mengenakan sandal. Seakan rasa sakit saat berjalan di atas bebatuan dan aspal yang panas karena terik matahari sama sekali tidak dirasakannya.
Baca Juga: Pernah Jadi Karyawan Proyek, Pemulung Ini Rupanya Jarang Diberi Upah
Bagi sebagian orang berjalan di atas bebatuan sebagai bentuk penangkal sakit yang baik bagi kesehatan tubuh, namun bagi Sataria berjalan di atas bebatuan adalah perjuangan dan sudah menjadi hal yang biasa. Baginya harga satu makanan jauh lebih berharga dibanding harga sepasang sandal.
Pakaian bagus yang bisa dipakai, makanan enak yang bisa dimakan adalah bagian dari nikmat yang tidak semua orang bisa rasakan. Maka, jangan pernah lupa untuk selalu bersyukur. (A)
Reporter: Nadwa Rifada
Editor: Kardin