Misteri Makam Gajah Mada hingga Kutukan Dua Mata Air di Buton Selatan, Pelanggar akan Ditelan Ular dan Ikan

Ali Iskandar Majid, telisik indonesia
Rabu, 30 Juli 2025
0 dilihat
Misteri Makam Gajah Mada hingga Kutukan Dua Mata Air di Buton Selatan, Pelanggar akan Ditelan Ular dan Ikan
Patung Gajah Mada di Buton Selatan (kiri), Atraksi Mangaru (kanan), diperagakan oleh sepasang remaja Kelurahan Majapahit. Foto: Ist, Ali Iskandar Majid/Telisik.

" Cerita tentang makam Patih Gajah Mada dan kutukan dua mata air legendaris menjadi buah bibir masyarakat dan penikmat sejarah "

BUTON, TELISIK.ID - Sebuah kisah yang berakar dari kejayaan Majapahit kembali mengemuka di Kabupaten Buton Selatan. Cerita tentang makam Patih Gajah Mada dan kutukan dua mata air legendaris menjadi buah bibir masyarakat dan penikmat sejarah.

Lokasi yang diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir sang patih ini menyimpan aura mistis yang terus diwariskan secara turun-temurun.

Di Kelurahan Majapahit, Kecamatan Batauga, terdapat dua mata air bernama Hara Mpangi dan Hara Benua. Konon, Patih Gajah Mada pernah meminum air dari kedua sumber tersebut saat mendarat di Buton Selatan.

Ketua adat setempat, La Saludin, menyatakan bahwa dua sumber air ini merupakan saksi bisu perjalanan sang patih dan pasukannya.

“Kedua mata air itu pernah digunakan oleh Patih Gajah Mada beserta pengikutnya saat menginjakkan kaki di Pulau Buton,” ungkap La Saludin pada Minggu (2/2/2025).

Kisah tentang dua mata air itu tidak hanya berkaitan dengan sejarah, tapi juga diselimuti oleh kutukan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton Laelangi, tahun 1586, dibuat sebuah perjanjian adat bernama tutura kano sara.

Perjanjian ini melarang siapa pun merusak dua mata air tersebut. Barang siapa melanggar, dipercaya akan menerima kutukan: ditelan ikan jika pergi ke laut, dan ditelan ular jika ke hutan.

Kutukan itu diyakini masih berlaku hingga kini. Nama-nama seperti Sodompute dan Laentube pun disebut sebagai tanah yang memberkati dua sumber air itu.

Baca Juga: Finalisasi RPJMD Buton Selatan Ditargetkan Rampung Akhir Juli 2025

Hingga saat ini, masyarakat setempat tetap menjaga kedua mata air tersebut melalui ritual adat tahunan. Acara tersebut dikenal dengan nama Pilumeano We’e Hara Mpangi dan Hara Benua.

Ketua panitia penyelenggara, La Ode Masri, menjelaskan bahwa ritual ini rutin dilaksanakan dengan anggaran sekitar Rp 24 juta. Dana tersebut bersumber dari sumbangan dinas terkait dan swadaya masyarakat.

“Kami berharap agar rumah adat ini lebih besar lagi terutama membutuhkan pagar keliling, papin blok tujuannya untuk hewan ternak agar tidak memasuki kawasan baruga sehingga kesakralannya tetap terjaga,” harap La Ode Masri.

Selain cerita mata air, kawasan Pegunungan Lapala juga dipercaya sebagai lokasi makam Patih Gajah Mada. Letaknya sekitar 3 kilometer dari jalan utama, dan hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki melintasi bukit.

Keindahan alam dan kesunyian tempat ini menambah kesan sakral sekaligus menyeramkan bagi pengunjung.

Salah seorang warga Kelurahan Majapahit, Sudin, mengatakan bahwa makam tersebut berada di daerah kebun, tanpa ada rumah penduduk di sekitarnya.

“Makam Patih Gajah Mada berada di Pegunungan Lapala, wilayah Kelurahan Majaphit. Hanya terdapat kebun di sekitar makam tanpa ada bangunan atau rumah warga,” jelas Sudin via WhatsApp, Kamis (27/7/2023).

Namun, tidak semua warga memahami sejarah makam itu secara mendalam. “Terkadang sulit untuk menemui bapak-bapak yang tahu sejarahnya di sini. Mereka kadang tidak berada di kebun,” lanjut Sudin.

Cerita-cerita mistis tetap hidup, termasuk kisah penampakan dan orang hilang yang diyakini berkaitan dengan makam tersebut.

Seorang warga mengaku pernah melihat sosok menyerupai Gajah Mada di sekitar makam. Kesaksian ini memperkuat kisah misterius yang menyelimuti tempat tersebut.

Baca Juga: Pengusaha Sound System Tuntut Pencabutan Surat Edaran, Pemkot Baubau: Tak Semua Aspirasi Diikuti

Ada pula kabar dua orang hilang usai mengunjungi makam, dan hingga kini tak diketahui keberadaannya.

Melansir Kompas, Rabu (30/7/2025), Lurah Majapahit, Amran Aingke, juga membenarkan adanya cerita turun-temurun tentang keberadaan makam tersebut.

Dekat makam tersebut dulunya terdapat pohon maja dan batu berukir aksara Sanskerta. Sayangnya, tulisan itu telah memudar akibat pembakaran lahan.

Makam yang diyakini sebagai milik Gajah Mada ini memiliki luas sekitar 40x40 meter dan dinaungi pohon besar yang rindang. Keberadaan pohon ini menambah nuansa mistis kawasan Pegunungan Lapala. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga