Target Retribusi Sampah di Reok Belum Menunjang Kesejahteraan Operator Roda Tiga
Berto Davids, telisik indonesia
Senin, 21 Maret 2022
0 dilihat
Kendaraan roda tiga pengangkut sampah di Kecamatan Reok. Foto: Berto Davids/Telisik
" Target ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Penetapan Perubahan Kedua Atas Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan "
MANGGARAI, TELISIK.ID - Target tarif retribusi sampah di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) naik menjadi Rp 4.500.000 per bulan setelah sebelumnya hanya berkisar Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per bulan.
Target ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Penetapan Perubahan Kedua Atas Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan.
Tarif retribusi yang ditargetkan ini sudah sesuai dengan struktur dan perubahan besarnya tarif. Namun, target ini rupanya tidak berjalan sama dengan kesejahteraan para operator kendaraan roda tiga pengangkut sampah yang saban hari kerjanya memungut, mengantar dan membuang sampah ke TPS serta menagih retribusi demi kebutuhan PAD Manggarai.
Kondisi ini pun belum sesuai dengan beban kerja yang mereka lakukan. Apalagi kalau bicara soal kesejahteraan.
Honor Rp 1.000.000 per bulan misalnya, yang ditetapkan pemerintah belum cukup menunjang kesejahteraan mereka. Bahkan honor mereka nyaris tak mengikuti perrubahan Perbup retribusi sampah yang dikeluarkan bupati.
Awalnya, retribusi hanya berkisar Rp 10.000 per rumah tangga, sekarang targetnya naik menjadi Rp 800.000 paling tinggi dan Rp 5.000 paling rendah, sehingga targetnya mencapai Rp 4.500.000. Sementara honor operator roda tiga masih bertahan di Rp 1.000.000 per bulan.
Tak hanya soal honor, uang operasional untuk menunjang kelancaran roda tiga seperti bensin, oli, ban dan keperluan lainnya juga belum sesuai kebutuhan. Besaran yang diterima operator hanya Rp 1.000.000.
Hal tersebut pun ternyata belum cukup jika dibandingkan dengan mobilisasi kendaraan yang tiap saat beroperasi. Bahkan, saking belum cukup para operator terpaksa mengeluarkan uang dari gocek pribadi untuk kebutuhan operasional kendaraan.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan di tengah militansi para operator roda tiga yang bekerja dengan tulus hati tanpa kenal lelah memungut sampah dan menagi retribusi untuk menunjang PAD Manggarai. Tetapi apa feat back yang mereka dapat? Kebutuhan yang diterima malah belum cukup dengan beban kerja yang mereka lakukan.
Seperti yang dialami para operator roda tiga di Kecamatan Reok yang mengeluh soal kesejahteraan hidup selama menjadi operator.
Viktorius Naja, salah satu operator roda tiga yang bertugas di Kelurahan Reo mengatakan, honor yang ia dapat selama menjadi operator roda tiga belum cukup menunjang kesejahteraan hidup keluarga. Pasalnya, honor tersebut tidak diterima per bulan melainkan diterima per dua belas bulan atau satu tahun.
Baca Juga: Dinsos Konawe Pastikan Penerima BPNT Bebas Belanja Dimana Saja
Hal ini tentu membuat kebutuhan keluarganya nyaris tak terpenuhi oleh honor yang diterima per dua belas bulan itu.
"Honor Rp 1 juta masih belum cukup bagi kami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi honor itu diterima per 12 bulan. Perlu diketahui bahwa beban kerja kami tinggi dari pagi hingga petang demi mengurus sampah di Kecamatan Reok," ungkap pria yang akrab disapa Tores ini, Senin (21/3/2022).
Tak berhenti di situ, Tores juga mengeluh soal biaya operasional kendaraan yang relatif kecil dan tidak sesuai kebutuhan para operator di lapangan.
Ia mengaku, biaya operasional sebelumnya diambil dari pungutan sampah Rp 10.000 per rumah tangga. Kalau dihitung semua hasilnya hanya berkisar Rp 300.000 paling tinggi.
Dengan operasional Rp 300.000 itu, kata Tores, tidak cukup untuk memenuhi bahan bakar kendaraan yang tiap hari beroperasi. Selain itu kebutuhan oli dan ban yang harus diganti per periodik juga tidak cukup. Terpaksa mereka pun kerap mengeluarkan gocek pribadi.
Ia berharap keluhan ini segera diperhatikan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah kecamatan dan dinas lingkungan hidup.
"Kami makan tidak tunggu 12 bulan, begitu pun dengan operasional kendaraan, tidak tunggu 12 bulan baru butuh, tetapi tiap bulan harus dibutuhkan," ujarnya.
Senada dengan Tores, salah satu operator Kelurahan Mata Air, Sudin juga menyampaikan keluhan serupa, selama bekerja sebagai operator roda tiga pengangkut sampah.
Ia mengatakan, honor yang diberikan pemerintah belum layak jika dibandingkan dengan militansi kerjanya di lapangan dan produksi sampah yang makin tinggi.
Menurut Sudin, honor Rp 1 juta per bulan sama saja menutup uang pribadi yang ia keluarkan untuk kebutuhan operasional kendaraan.
"Honor Rp 1 juta itu hanya untuk tutup kami punya uang yang sudah keluar untuk biaya bensin, oli maupun ban, belum lagi ada kerusakan lain. Sehingga honor itu belum cukup," kata Sudin.
Ia juga mengaku, sebelumnya pemerintah sempat mengeluarkan wacana kenaikan honor operator roda tiga sebesar Rp 2 juta lebih. Tetapi sampai sekarang wacana itu belum terealisasi.
"Harusnya honor kami sudah Rp 2 juta lah kalau dilihat dari beban kerja dan tingkatan produksi sampah di Reok yang makin hari makin tinggi," tutur Sudin.
Ia juga berharap pemerintah segera menindaklanjuti keluhan ini.
Menanggapi keluhan operator roda tiga, Camat Reok, Ahmad Pahu menjelaskan, tarif retribusi sampah sebesar Rp 4.500.000 itu hanyalah target yang sewaktu-waktu akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
"Jadi itu kan hanya target. Nanti jelas kita evaluasi lagi terkait data-data yang kita peroleh dari tiap kelurahan. Syukur juga kalau target itu bisa tercapai," ujar Ahmad.
Ia menjelaskan, target retribusi sampah sebesar Rp 4.500.000 itu merupakan target yang ditetapkan untuk skop kecamatan, bukan skop kelurahan.
Jadi, retribusi Rp.4.500.000 itu merupakan akumulasi dari 4 kelurahan yang ada di Kecamatan Reok sesuai dengan besaran retribusi sampah per rumah tangga yang ditetapkan dalam Perbup.
Baca Juga: Tanpa Rekomendasi Camat, SK Pemberhentian Perangkat Desa di Butur Dikeluarkan Tanggal Merah
Kata Ahmad, besaran retribusi sampah yang ditetapkan dalam Perbup, tertinggi Rp 800.000 dan terendah Rp 5.000. Besaran itu sudah termasuk sampah berjenis komersial, sampah non komersial maupun sampah penyelenggaraan keramaian.
"Biasanya yang retribusi sampai Rp 800.000 itu merupakan sampah yang berasal dari penyelenggaraan keramaian. Kalau keramaiannya melibatkan 2 ribu orang yang jelas produksi sampahnya juga banyak. Nah otomatis retribusinya juga naik," jelas Ahmad.
"Kedepan kita melihat data-data dulu. Kalau cocok dengan target retribusi yah lanjut. Tetapi kalau tidak yah kita evaluasi kembali," sambungnya.
Sementara terkait keluhan honor dan biaya operator roda tiga, Ahmad menjelaskan, pihaknya sedang berupaya agar hal tersebut juga diperhatikan oleh pemerintah kabupaten dalam hal ini dinas lingkungan hidup.
Selama ini, kata Ahmad, honor untuk opeator roda tiga diambil dari DPA kecamatan yang sudah dianggarkan sesuai kebutuhan. Jika itu belum cukup maka pihaknya akan tetap berjuang demi kesejahteraan operator.
"Initinya kerja saja dulu dengan tulus. Semua akan diperhatikan. Kedepan pemerintah tidak mungkin menutup mata dengan kondisi itu. Honor para operator diambil dari DPA kecamatan yang memang posnya kecil. Mudah-mudahan ke depan ada perubahan," tutup Ahmad. (A)
Reporter: Berto Davids
Editor: Kardin