Purbaya Resmi Perpanjang Insentif Tax Holiday hingga 2026, Segini Tarif Minimalnya
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 25 Desember 2025
0 dilihat
Purbaya Yudhi Sadewa memastikan insentif tax holiday diperpanjang hingga 2026 dengan tarif pajak minimal disesuaikan. Foto: Repro Investortust.
" Pemerintah memastikan insentif tax holiday tetap berlanjut hingga 2026 dengan skema baru "

JAKARTA, TELISIK.ID - Pemerintah memastikan insentif tax holiday tetap berlanjut hingga 2026 dengan skema baru, menyesuaikan ketentuan global minimum tax serta menjaga kepentingan fiskal nasional.
Kementerian Keuangan memastikan kebijakan insentif pajak berupa tax holiday akan tetap diberlakukan hingga 2026. Kepastian ini disampaikan seiring berakhirnya masa berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 pada 31 Desember 2025.
Pemerintah menilai keberlanjutan insentif tersebut masih dibutuhkan untuk menjaga daya tarik investasi, khususnya di sektor-sektor strategis.
Direktur Jenderal Stabilitas Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa perpanjangan tax holiday telah menjadi keputusan pemerintah. Ia menyebutkan, regulasi baru tengah disiapkan agar kebijakan tersebut tetap memiliki dasar hukum yang kuat.
“Berlanjut,” kata Febrio saat di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (25/12/2026).
Menurut Febrio, Kementerian Keuangan saat ini sedang memproses penyusunan peraturan menteri keuangan yang baru untuk mengatur skema tax holiday pada 2026. Langkah ini diperlukan agar kebijakan insentif dapat disesuaikan dengan perkembangan kebijakan perpajakan global, khususnya penerapan global minimum tax.
Baca Juga: Ekonomi Lambat dengan PHK Tembus 79 Ribu Pekerja Sepanjang 2025, Begini Reaksi Purbaya
“Jadi PMK tax holiday itu sedang kita proses untuk dilanjutkan 2026,” ujarnya.
Dalam kebijakan terbaru tersebut, pemerintah tidak lagi memberikan pembebasan pajak secara penuh kepada investor. Hal ini berkaitan dengan komitmen Indonesia dalam kesepakatan internasional bersama Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD.
Kesepakatan tersebut mengatur bahwa tarif pajak penghasilan badan minimal yang harus dikenakan adalah sebesar 15 persen.
Febrio menjelaskan, penerapan tarif minimal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan fiskal nasional. Ia mengingatkan, jika Indonesia tetap memberikan tax holiday penuh hingga tarif pajak nol persen, maka selisih pajak 15 persen akan dibayarkan investor ke negara asalnya.
“Karena harus sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani dengan OECD itu bahwa minimum pajaknya adalah 15%,” ucap Febrio.
Ia menambahkan, kondisi tersebut justru akan merugikan Indonesia karena secara tidak langsung negara memberikan subsidi kepada anggaran negara lain.
“Karena kalau kita berikan tax holiday full, itu artinya dia akan bayar pajak 15% nya ke negara asalnya dia. Itu sama saja kita mensubsidi APBN negara lain,” tegasnya.
Dengan skema baru, pembebasan pajak tidak lagi mencapai 100 persen dari tarif pajak penghasilan badan yang saat ini sebesar 22 persen.
Baca Juga: Kebutuhan Hidup Layak Daerah Resmi Ditetapkan Kemnaker, Berikut Daftar Lengkapnya
Pemerintah hanya akan memberikan keringanan hingga batas minimal 15 persen, sementara selisih sebesar 7 persen akan digantikan dengan bentuk insentif lain yang masih dirumuskan. Skema ini disebut sebagai kebijakan substitusi tax holiday.
Febrio menyebutkan, pemerintah telah mempelajari kebijakan serupa yang diterapkan di sejumlah negara lain. Vietnam dan India menjadi contoh negara yang menyesuaikan insentif investasinya setelah penerapan global minimum tax.
“Nah negara-negara lain, ini kita pelajari Vietnam, India dan sebagainya itu memberikan kebijakan substitusi pengganti dari tax holiday tersebut,” kata Febrio. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS