Oputa Yi Koo Gerilyawan Buton, Sang Penentang Penjajahan Belanda
Iradat Kurniawan, telisik indonesia
Senin, 09 November 2020
0 dilihat
Spanduk Pahlawan Nasional asli Buton yang bergelar Oputa Yi koo menghiasi jalan menuju pusat perkantoran pemerintahan kabupaten Buton. Foto: Iradat Kurniawan/Telisik
" Aturan-aturan ini menciptakan penderitaan hidup rakyat Buton yang mayoritas menggantungkan hidupnya dalam bidang maritim. "
BUTON, TELISIK.ID- Genap setahun sudah Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi bergelar dalam kesultanan Buton sebagai Oputa Yi Koo yang resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2019 lalu.
Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi adalah seorang Sultan Buton ke-20 pada tahun 1752–1755 dan ke-23 pada tahun 1760–1763.
Ia merupakan tokoh pejuang pertama yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) menjadi Pahlawan Nasional.
Ketua Forum Komunikasi Pemuda (FKP), Kabupaten Buton, Muhammad Risman dikutip dari lelemangura.com membeberkan tentang catatan sejarah Sultan Himayatuddin yang sangat mencintai keadilan.
Dalam catatan sejarahnya, Sultan Himayatuddin sangat mencintai keadilan, oleh karena itu nuraninya terusik dan jiwanya memberontak saat mengetahui bahwa secara sepihak VOC Belanda membuat aturan pembatasan pelayaran orang Buton, pembebasan pajak atas kapal VOC Belanda yang berlabuh di pelabuhan Buton, dan penghancuran tanaman rempah di Buton.
"Aturan-aturan ini menciptakan penderitaan hidup rakyat Buton yang mayoritas menggantungkan hidupnya dalam bidang maritim," jelas Muhammad Risman, Senin (09/11/2020)
Muhammad Risman menjelaskan, Jejak gerilya Oputa Yi Koo ada di Puncak Siontapina, dimana Gelar Oputa Yi Koo oleh pihak Kesultanan Buton itu bermakna raja atau penguasa yang bergerilya melawan penjajah didalam hutan.
Pemberian gelar itu karena Himayatuddin berhasil mengusir kaum penjajah di Buton. Sultan yang paling dibenci dan dimusuhi oleh kompeni Belanda, Tokoh yang memiliki perawakan tegak, tinggi dan kesatria dan tak pernah berkompromi menghadapi Belanda menjadi alasan Belanda terus memburu dan ingin membunuhnya.
Selama menjadi Sultan Buton,Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi bergerilya menentang penjajahan Belanda di wilayah Kesultanan Buton.
Oputa Yi Koo keluar masuk kawasan hutan, mengatur strategi melawan pendudukan pemerintah Belanda.
Baca juga: Jokowi Serahkan Sertifikat Tanah Gratis di Muna Lewat Virtual
Ketika Belanda mengirimkan pasukan ke pusat pertahanan untuk menyerang kerajaan Buton yang berlabuh di pelabuhan Baubau, pertempuran dan peperangan pun tidak dapat terhindarkan.
Oputa Yi Koo menyambut serangan Belanda dengan gagah berani, dan pantang menyerah serta meninggalkan Tahta Kesultanannya. Namun jiwa kesatria sang Sultan terus mengobarkan api perlawanan demi mempertahankan tanah Buton dari Belanda.
"Puncak Siontapina menjadi saksi pertempuran dan sebagai wilayah gerilya Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, yang tetap konsisten melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda.
Pertentangan yang dibuat oleh Sultan Buton terhadap Belanda mengundang perang terbuka melawan VOC Belanda yang terjadi pada tahun 1755-1776, dalam perang ini pasukan pimpinan Himayatuddin sebanyak 5.000 prajurit, berperang hingga akhir hayat di puncak gunung Siontapina Kabupaten Buton.
Kemudian atas dasar itu peneliti sejarah Prof. Dr. Susanto Zuhdi mengusulkan Sultan Himayatuddin sebagai pahlawan nasional yang berjasa melawan penjajah.
Bahkan di puncak gunung Siontapina di sana masih terdapat beberapa benteng pertahanan peninggalan jejak Oputa Yi Koo, dari sisi Timur bernama Wantalao dengan kedalaman tebing sekitar 1 km (tegak lurus 1800), di tempat ini kita melihat langsung laut Banda yang merupakan jalur pelayaran nasional dan internasional, Kepulauan Wakatobi, Pasarwajo, Teluk Kamaru.
Sedangkan sisi utara terdapat benteng Alam yang bernama Lakodo, ditempat tersebut akan melihat teluk Lawele, Hamparan hutan Lambelu, sungai Kalata yang bermuara di Wakantolalo Perbatasan Kecamatan Wolowa dengan Kecamatan Siontapina.
Sedangkan di sisi Barat terdapat benteng alam yang disebut Wamainondo, ditempat tersebut juga akan melihat langsung ke arah Sorawolio dan sekitarnya. Selain itu, di puncak Siontapina kita akan menyaksikan beberapa situs, seperti Lawana Wasuamba, Uwe Pangalasa, Quba Oputa Yikoo, Batu Banawa, Permandian Waode Kulisusu serta beberapa meriam dan situs lainnya.
Selanjutnya Muhammad Risman berharap agar Pemuda Buton harus mewarisi semangat Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, atau Oputa Yi Koo agar semangat yang terus berkobar dari komitmen sang pahlawan tersebut dapat diwujudkan dalam setiap momentum generasi Muda Buton (eks-Kesultanan).
Baca juga: Masyarakat Tomia Terima Bantuan 30 Ton Beras
Sebagai pewaris kobaran api semangat sang sultan, maka tidak ada alasan pemuda Buton tidak menyatukan sikap bersama untuk membangun daerah.
Tugas generasi pemimpin milenial 4.0 saat ini, mampu bersaing secara global pada bidang masing-masing. Tidak saling menjatuhkan untuk kepentingan sesaat, hingga pada akhirnya merugikan semua. Tapi bagaimana menciptakan suasana persaingan yang sehat guna menunjukkan kedewasaan komitmen kepemimpinan seperti digambarkan Oputa Yi Koo, yang tidak pernah berkompromi dan melawan ketidak adilan dari kebijakan VOC Belanda di tanah Buton.
Sebagaimana juga Sikap ketegasan untuk tidak berkompromi dengan ketidakadilan juga dilakukan Tan Malaka yang bernama asli Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka (1897-1949) pejuang revolusioner rakyat Indonesia, dalam kata bijaknya yang berbunyi Tuan rumah tak akan berunding dengan penjajah yang menjarah rumahnya.
Mestinya sikap ketegasan Sultan Himayatuddin saat membela tanah Buton dari ketidak adilan VOC Belanda, yang lahir jauh sebelum banyak kata bijak dari pejuang revolusioner kemerdekaan rakyat Indonesia, Oputa Yi Koo telah dapat menjadi inspirasi kalangan generasi/pemuda di tanah Butuni.
Selain itu, Oputa Yi Koo cerminan pejuang rela melepaskan jabatannya selaku Sultan Buton akibat menentang kolonialisme VOC Belanda.
"Sekarang banyak diantara kita tidak untuk siap melepaskan jabatan, atau kekuasaan ketika diperhadapkan dengan pilihan kepentingan kekuasaan. Dikhawatirkan bisa berkompromi/berunding dengan pihak luar yang akan merugikan kepentingan daerah ke depan," jelasnya. (C)
Reporter: Iradat Kurniawan
Editor: Fitrah Nugraha