Pandemi, Ubah Model Kampanye Konvensional Jadi Kampanye Daring

Marwan Azis, telisik indonesia
Selasa, 30 Juni 2020
0 dilihat
Pandemi, Ubah Model Kampanye Konvensional Jadi Kampanye Daring
Kampanye Pilkada berubah menjadi metode daring karena pandemi COVID-19. Foto: Repro Google.com

" Kebanyakan pemilik smartphone digunakan untuk WA, Facebook, YouTube, Instagram, dan Twitter. Pertemuan langsung dialihkan ke pertemuan virtual. Jadi kita memasuki peradaban layar. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Pandemi COVID-19 tak hanya berimbas pada penundaan pelaksanaan Pilkada tapi juga berimbas pada model kampanye, ikut berubah dari konvensional ke daring.

Karena beberapa pertimbangan, Pilkada 2020 dilakukan Desember 2020 karena terkait anggaran tahun ini yang tidak bisa digunakan di tahun depan. Penundaan hingga tahun depan dianggap terlalu lama kekosongan yang diisi oleh pejabat sementara. Padahal itu bisa berimbas terhadap pelayanan publik karena keterbatasan kewenangan pejabat sementara.

Komisoner KPU Ilham Saputra menyampaikan, meski dilaksanakan pada Desember 2020, pelaksanaan Pilkada dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan COVID-19 yang sangat ketat.

Ilham mengungkapkan, sudah sebagian besar anggaran bisa dicairkan. Pengadaan alat pelindung diri sudah dilakukan. Sehingga tahapan Pilkada 2020 yang sudah memasuki verifikasi calon perseorangan, berdasarkan laporan dari KPU di daerah, sudah dilakukan.

Ada empat tahapan yang krusial terjadi pemaparan COVID-19 di Pilkada 2020. Pertama, verifikasi dukungan calon perseorangan yang sedang berlangsung. Kedua, pemutakhiran data pemilih.

Menurut Ilham, tahapan ini krusial karena melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) karena dilakukan secara door to door ke masyarakat. “Apalagi nanti kita undur jadwal pelaksanaannya maka yang berusia 17 tahun nanti pada Desember juga kita akan masukkan ke DPT,” ujarnya.

Ketiga, tahapan kampanye. KPU saat ini sedang menyiapkan peraturan KPU tentang penyelenggaraan tahapan Pilkada di masa COVID-19. Misalnya, pada tahapan kampenye, salah satunya adalah memperbolehkan pertemuan umum di ruangan tapi yang menghadiri setengah dari kapasitas ruangan tersebut. “Harus menggunakan protokol COVID-19,” imbuhnya.

Sementara tahapan keempat adalah tahapan pemungutan suara. “Penting untuk melindungi petugas dan peserta agar tidak terpapar COVID-19 ini,” ujar Ilham dalam diskusi webinar yang diselenggarakan oleh Politika Research & Consulting (PRC) pada Minggu, 28 Juni lalu.

Batasan-batasan yang ditetapkan KPU dalam tahapan-tahapan Pilkada 2020 diperkirakan akan mengubah model kampanye dari konvensional menjadi lebih banyak menggunakan kampanye secara daring.

Direktur Media dan Komunikasi Politik Politika Research & Consulting (PRC) Dudi Iskandar kepada Telisik.id di Jakarta (30/6) mengungkapkan sebelum pandemi ini model komunikasi sudah bergeser secara daring.

Baca juga: Verfak Paslon Perseorangan, KPU Konkep Diingatkan Patuhi Protokol COVID-19

Hasil survei PRC yang dilakukan pada 28 Januari-3 Februari 2020 menunjukkan kepemilikan ponsel sudah mencapai 58 persen di seluruh Indonesia. Dari jumlah kepemilikan itu, kebanyakan responden menggunakan media sosial WhatsApp sebanyak 46,5 persen. Diikuti oleh Facebook 38,8 persen, YouTube 18,8 persen, Instagram 16,4 persen, dan Twitter 3,8 persen.

“Kebanyakan pemilik smartphone digunakan untuk WA, Facebook, YouTube, Instagram, dan Twitter. Pertemuan langsung dialihkan ke pertemuan virtual. Jadi kita memasuki peradaban layar,” ujarnya.

Data PRC terkait kepemilikan ponsel dan akses ke media sosial itu diperoleh dari 2.197 responden di 220 kelurahan/desa. Survei nasional itu menggunakan metode multistage random sampling dengan tingkat kepercayaan survei 95 persen dan margin of error 2,13 persen.

Direktur Eksekutif PRC Rio Prayogo mengatakan, kondisi ini seperti blessing in disguise bagi calon petahana. Karena calon petahana bisa mengoptimalkan dana-dana refokusing pandemi Covid-19 ini untuk membangun brand. Tapi di sisi yang lain, ini tantangan buat calon penantang dan bagi konsultan politik.

“Shifting ke konvensional ke digital campaign ini tantangan tersendiri. Harus ada ide dan gagasan bagaimana memenangkan kandidatnya,” kata Rio.

Dengan kondisi pandemi, kampanye yang mengundang pertemuan umum dengan banyak orang tidak bisa dilakukan. “Tidak ada lagi konser musik yang biasa digelar untuk melibatkan massa yang banyak, atau pasar murah yang biasa dilakukan,” ujarnya.

Sementara kampanye secara daring, kampanye bisa dilakukan dengan melibatkan influencer. Tapi kandidat harus merangkul influencer yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi di masyarakat. “Itu jauh lebih efektif daripada sekadar melibatkan influencer artis,” tuturnya.

Kemudian kandidat yang biasanya lebih cenderung menggerakan mesin politik timnya sendiri, lanjut Rio, bisa mengoptimalkan jaringan struktur organisasi partai koalisi. Struktur partai koalisi itu bisa menjangkau hingga pada tingkat terkecil, yakni RT. Kandidat bisa mengoptimalkan jaringan itu sehingga lebih efektif untuk mengantisipasi batasan-batasan berkerumun dalam kampanye Pilkada 2020.

Reporter: Marwan Azis

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga