Pemerintah Harus Bertanggungjawab Terhadap Nasib Buruh
Ones Lawolo, telisik indonesia
Sabtu, 13 Juni 2020
0 dilihat
Pengamat Hukum, Deta Desra Gea, SH. Foto: Ones Lawolo/Telisik
" Program kartu prakerja, pemberian sembako, itu bagus. Tapi siapa yang dapat. Kalaupun dapat, mau sampai kapan. Para buruh ini kan punya keluarga, punya kebutuhan juga. Tidak mungkin negara menanggung semua. "
MEDAN, TELISIK.ID - Pemerintah Indonesia harus siap bertanggungjawab penuh terhadap nasib para buruh yang kehilangan pekerjaan sejak diterapkan masa tanggap darurat pandemi COVID-19, hingga masuk ke new normal.
Hal ini diungkapkan Pengamat Hukum, Deta Desra Gea, SH kepada Telisik.id, Sabtu pagi (13/6/2020) di halaman Polda Sumatera Utara (Sumut), Jalan Sisingamangaraja km 10.5 Kota Medan.
Menurutnya, langkah tersebut harus dilakukan mengingat pemecatan para buruh oleh perusahaan di masa pandemi COVID-19 yang merupakan akibat diterbitkannya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan virus corona.
Dimana surat edaran tersebut memberi kesempatan penuh kepada perusahaan menentukan kebijakan dan keuntungan perusahaan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan nasib para buruh.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah diatur dengan baik bagaimana proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para tenaga kerja, dengan menjamin hak-hak mereka sebagai buruh.
Baca juga: Inspiratif, Apoteker Menjadi Bos Batik
"Coba kita analisis di Bab IV pada Undang-Undang tersebut. Di situ dipaparkan bahwa perusahaan dapat melakukan pembatasan pekerja dengan tidak mempekerjakan sebagian atau seluruh karyawan, dengan menimbang kelangsungan usaha, dan membayar upah buruh sesuai kesepakatan antara perusahaan dan buruh. Nah, melihat kelangsungan usaha mereka saat ini, banyak perusahaan yang tidak mau mengambil resiko, mereka langsung berhentikan buruh," ungkap Deta.
Kini, pemerintah telah mengumumkan era new normal. Namun, penetapan tersebut harusnya dibarengi dengan penerbitan surat edaran pengganti sebelumnya, untuk memberi kesempatan kerja nyata dengan gaji yang layak bagi para buruh yang telah kehilangan pekerjaannya.
Kebijakan pemberian pekerjaan nyata bagi buruh tersebut juga sebagai evaluasi besar bagi pemerintah yang mengklaim telah memberikan stimulus melalui penerbitan kartu pra kerja dan pemberian sembako. Tapi pada kenyataannya distribusi bantuan tersebut tidak dirasakan manfaatnya secara merata oleh seluruh masyarakat, termasuk buruh.
"Program kartu prakerja, pemberian sembako, itu bagus. Tapi siapa yang dapat. Kalaupun dapat, mau sampai kapan. Para buruh ini kan punya keluarga, punya kebutuhan juga. Tidak mungkin negara menanggung semua," tutup Deta.
Reporter: Ones Lawolo
Editor: Haerani Hambali