Penambangan Aspal di Sampolawa Disoal

Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 19 November 2019
0 dilihat
Penambangan Aspal di Sampolawa Disoal
Direktur PT. Buton Raya Mandiri, Rudy Matupaus, saat memberikan keterangan pada rapat dengar pendapat di ruang sidang DPRD Busel

" Ini bukan upaya mematikan perusahan, tapi kita cari solusi untuk merelokasi tempat penghamparan ini agar masyarakat bisa nyaman dalam beraktivitas. "

BATAUGA, TELISIK.ID - Aktivitas penambangan aspal yang dilakukan PT. Buton Raya Mandiri, di Kecamatan Sampolawa dinilai menyalahi sejumlah ketentuan. Itu diketahui dalam rapat dengar pendapat DPRD bersama pihak perusahaan pengelola tambang.

Anggota DPRD Busel, La Ode Amal mengaku, sempat berdiskusi dengan karyawan lapangan perusahaan. Secara resmi, pihak perusahaan sudah mengantongi izin usaha dan operasional. Hanya saja, titik lokasi hamparan atau penampungan sementara di Mambulu, Kelurahan Jaya Bakti, Sampolawa tidak memiliki izin.

Berdasarkan keluhan warga sekitar, aktivitas penghamparan itu dianggap menggangu masyarakat setempat. Apalagi titik lokasi berbatasan dengan pasar rakyat.

"Saya tanya lurah setempat terkait dengan izin penghamparan ini tidak ada. Bahkan saya juga tanyakan ini sama Bupati. Bupati juga mengaku tidak tahu adanya izin-izin itu," ungkapnya.

Secara kelayakan, lanjutnya, rencana perusahaan membangun pelabuhan di lokasi penghamparan tersebut sangat tidak memungkinkan. Karena itu, ia meminta kepada pihak perusahaan untuk segera mengangkut seluruh material aspal yang masih tertampung disitu.

"Ini bukan upaya mematikan perusahan, tapi kita cari solusi untuk merelokasi tempat penghamparan ini agar masyarakat bisa nyaman dalam beraktivitas," tambahnya.

Berdasarkan rencana pembangunan pemerintah Busel, di lokasi penghamparan akan dibangun pelabuhan tipe B atau pelabuhan rakyat. Jika perusahaan juga membangun pelabuhan disitu, akan dipastikan sangat menggangu aktivitas pelayaran antar pulau.

Selain itu, aktivitas pengangkutan material aspal yang masih melintasi jalan poros kecamatan. Selama puluhan tahun, masyarakat setempat mendambakan jalan tersebut bagus. Namun dengan adanya aktivitas tersebut, dapat dipastikan akan memperpendek usia aspal.  

"Jadi tolong kami dipikirkan. Kalau muatan di atas 5 ton jangan lewat di situ. Karena tadinya jalan yang itu bisa kita gunakan selama sepuluh tahun mungkin tinggal lima tahun," ungkapnya.

Berbeda dengan legislator Gerindra, Taufik. Ia menginginkan agar aktivitas penambangan itu dihentikan. Sebab dari beberapa referensi yang didapat, tidak ada masyarakat sekitar tambang yang sejahterah akibat dari penambangan tersebut. Yang didapat malah bencana alam.

"Kita baru saja kehilangan sumber daya alam kita yang sangat berlimpah yakni pohon jati. Secara pribadi saya sangat sedih melihat kondisi Sampolawa saat ini. Dulu kalau kita melintas disitu alamnya sangat sejuk, tapi sekarang sudah panas karena pohon jati nya habis dirambah. Kini hasil alamnya lagi yang mau dikerok," paparnya.

"Jadi saya menolak keras aktifitas tambang ini karena saya tidak mau lagi meninggalkan catatan hitam yang berdampak pada generasi kita. Lihat di Kendari. Terjadinya banjir bandang di Kendari itu karena akibat dari aktifitas penambangan. Bahkan setiap tahun banjir bandang ini terjadi," kesalnya.

Menanggapi hal itu, direktur PT. Buton Raya Mandiri, Rudy Matupaus menjelaskan, pihaknya sudah mengantongi seluruh izin penambangan termasuk izin lingkungan, UKL-UPL. Selain itu, perusahaan juga sudah melunasi jaminan reklamasi yang dibebankan pemerintah terhadap perusahaan sebesar Rp. 250 juta per-hektar.

"Jadi sebelum kita bekerja, dana itu sudah kami serahkan pada pemerintah provinsi. Jadi manakala pasca pengerjaan itu tidak ada biaya pemulihan lingkungan maka dana ini lah yang nantinya akan digunakan untuk biaya reklamasi. Disamping itu ada denda yang dikenakan perusahaan," paparnya.

Selain itu, seluruh izin berkaitan dengan penggunaan jalan juga sudah dikantongi, termasuk izin pemakaian jalan umum dari dinas PUPR provinsi. Sehingga ia pastikan, aktivitas penambangan ini dilengkapi dengan izin.

"Terkait dengan pemberdayaan masyarakat sekitar itu sudah pasti. Karena dalam surat edaran menteri ESDM itu juga sangat ditekankan," ungkapnya.

Perlu diketahui, lokasi penampungan aspal di lingkungan, Mambulu, Kelurahan Jaya Bakti, yang diklaim milik perusahaan itu berada di lokasi timbunan. Artinya, lokasi tersebut adalah kuasa pemerintah. Beda hal jika pihak perusahaan menguasai lahan yang bukan lokasi timbunan atau reklamasi. Apalagi, sertifikat yang dikantongi bukan hak milik melainkan hak guna usaha (HGB).

Reporter: Deni
Editor: Sumarlin

Baca Juga