Pengambilan Paksa PDP COVID-19, Dokter Buka Suara
Musdar, telisik indonesia
Rabu, 10 Juni 2020
0 dilihat
Ilustrasi dokter yang menangani pasien COVID-19. Foto: Repro Instagram equal_yoga_studio
" Sebaiknya sosialisasi dan koordinasi COVID-19 menjadi tanggungjawab kita semua agar segera terjadi pemerataan pengetahuan dan pemahaman mulai tingkat terendah dari RT/RW/desa sampai ke provinsi. "
KENDARI, TELISIK.ID - Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan aksi penjemputan paksa pasien berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang masih menjalani perawatan maupun yang sudah dinyatakan meninggal dunia di RS.
Kasus tersebut beberapakali terjadi di Indonesia, seperti misalnya, pengambilan paksa oleh massa yang diperkirakan jumlahnya ratusan orang datang membawa kabur jenazah yang berstatus PDP COVID-19 dari RS Stella Maris, Kota Makassar, Minggu (7/6/2020) malam.
Selain itu, penjemputan jenazah PDP juga terjadi di RS Makar Sari, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/6/2020) siang.
Khusus di Sultra, baru saja terjadi penjemputan paksa PDP dengan status reakif rapid test dan masih dirawat di RS Palagimata Kota Baubau oleh pihak keluarga.
Menanggapi kabar tersebut, seorang dokter yang bertugas di RS Bahteramas, dr. T prihatin dan khawatir kasus COVID-19 akan kembali meningkat karena aksi nekat kelurga menjemput PDP yang dikhawatirkan hasil swab pasien terdiagnosis positif virus menular itu.
Baca juga: Di Tengah Pandemi COVID-19, PNS di Makassar Nekat Jualan Narkoba
Menurut dr T, masyarakat yang nekat berurusan dengan PDP atau pasien yang terkonfirmasi positif itu mungkin lebih karena belum meratanya sosialisasi ke masyarakat atau ke keluarga pasien dalam penangan PDP ataupun prosedur pemulasaran jenazah terkait COVID-19.
"Sebaiknya sosialisasi dan koordinasi COVID-19 menjadi tanggungjawab kita semua agar segera terjadi pemerataan pengetahuan dan pemahaman mulai tingkat terendah dari RT/RW/desa sampai ke provinsi," terangnya, Rabu (10/6/2020).
Alasan lainnya, banyaknya komentar-komentar atau asumsi yang menyebar melalui media sosial baik melalui pesan berantai WhatsApp maupun Facebook yang sifatnya kontradiktif dengan protokol yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI/WHO, terkait pemulasaran jenazah COVID-19.
Dokter muda ini mengungkapkan, sistem koordinasi dari pemerintah pusat sampai ke daerah-daerah seyogyanya berjalan satu kata, mengingat keanekaragaman negara kita. Setiap wilayah memiliki keunikan sosial, budaya, dan kemapanan ekonomi. Maksudnya, apapun kebijakan dan langkah-langkah pemerintah dan unsur-unsur pimpinan lainnya terkait pandemi ini sebaiknya memperhitungkan dengan detail seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
"Supaya tidak terulang lagi kejadian-kejadian serupa ini yang sangat berpotensi merugikan kita semua," pungkasnya.
Reporter: Musdar
Editor: Haerani Hambali