Pengusaha Pariwisata dan Hiburan Libatkan Luhut Panjaitan, Dorong Pemda Terapkan Insentif Fiskal
Mustaqim, telisik indonesia
Sabtu, 27 Januari 2024
0 dilihat
Pengacara yang juga pengusaha hiburan, Hotman Paris Hutapea, turut mengeluhkan pajak hiburan 40-75 persen yang dirasa memberatkan. Foto: Repro Antara
" Pengusaha sektor pariwisata dan hiburan mengeluhkan pajak hiburan yang dipatok 40-75 persen oleh pemerintah "
JAKARTA, TELISIK.ID – Pengusaha sektor pariwisata dan hiburan mengeluhkan pajak hiburan yang dipatok 40-75 persen oleh pemerintah. Mereka meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mendorong kepala pemerintahan daerah (pemda) menggunakan kebijakan pemberian insentif fiskal.
Pemberian insentif fiskal oleh pemda, menurut Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani, diatur di pasal 101 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
“Kami mohon ke Pak Luhut sebagai Menko yang membawahi bidang pariwisata, untuk dapat membantu agar para kepala daerah dapat menggunakan kewenangannya yang tercantum di pasal 101 UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022,” ujar Hariyadi di Jakarta, Jumat (26/1/2024).
Pemberian insentif fiskal, kata Hariyadi, dimungkinkan untuk mendukung kemudahan investasi. Dia menyebut, kemudahan yang dimaksud berupa pengurangan keringanan pembebasan, penghapusan pokok pajak, dan retribusi beserta sanksinya.
Terdapat dua skema dalam pemberian insentif fiskal, yakni melalui permohonan dari perusahaan terkait ke kepala daerah, atau kewenangan kepala daerah untuk mengeluarkan kebijakan berdasarkan jabatannya.
“Kami memohon yang metode kedua bahwa kepala daerah itu bisa mengeluarkan kebijakan sesuai jabatannya,” harap Hariyadi.
Baca Juga: Kekayaan Gunung Emas Perawan di Papua, Biang Kerok Luhut Binsar Pandjaitan vs Haris Azhar
Langkah ini dianggap bisa meringankan pungutan pajak hiburan. Selain itu, melindungi tenaga kerja yang banyak terserap di sektor ini agar tidak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Akibat pengenaan tarif baru pajak hiburan yang dirasa memberatkan, Hariyadi menyebut lima sektor yang paling dirasakan oleh pelaku industri karena melibatkan banyak pekerja. Lima sektor itu adalah klub malam, bar, karaoke, spa, dan diskotik.
“Kalau nanti (lima) industri ini sampai gulung tikar, masyarakat dan negara sendiri yang akan merugi. Paling kita khawatirkan adalah banyak (para pekerja) yang bakal kehilangan pekerjaan. Lalu kemungkinan juga akan muncul illegal business, karena bisnis resminya tarifnya seperti itu, maka akan muncul yang ilegal,” urainya.
Keluhan atas pajak hiburan yang 40-75 persen juga dilontarkan pengacara kondang sekaligus pengusaha di bidang hiburan, Hotman Paris Hutapea. Dia menduga ada oknum pejabat yang menginginkan bisnis hiburan tutup.
Mengutip pengakuan sumber di Istana yang diakuinya sebagai teman, Hotman mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun tidak tahu perihal pembahasan UU HKPD. Dia menduga penyusun aturan tersebut tidak menggunakan akal sehat.
Hotman mengandaikan bila penyusun aturan pajak hiburan punya akal sehat, maka tidak akan ada perusahaan yang bisa membayar pajak sebesar 40 persen dari gross atau total pendapatan. Dia merasa aneh pengusaha mengambil untung 10 persen, tapi harus membayar pajak 40 persen.
“Analisa kami dan analisa beberapa ahli, sepertinya memang ada oknum tertentu yang menginginkan bisnis ini tutup di Indonesia,” tegas pemegang saham Atlas Beach Club ini, Jakarta, Jumat (26/1/2024).
Hotman berharap Jokowi memanggil dan memeriksa pejabat terkait yang dulu ikut di DPR untuk menyetujui UU HKPD. “Kalau perlu segera diganti karena ini membahayakan perekonomian 20 juta penduduk yang bekerja di sektor pariwisata,” harap dia.
Baca Juga: Ternyata Ini Penyebab Indonesia Belum Jadi Negara Maju Meski Miliki Nikel Terbesar di Dunia
Pengusaha lainnya yang mengeluhkan pajak hiburan adalah Efrat Tio, pemilik restoran dan pub Black Owl di Jakarta Utara. Dia menuturkan, ada calon pelanggan yang ingin menghelat acara di Black Owl pada bulan depan. Calon pelanggan meminta pihaknya membuat surat pernyataan terlebih dahulu agar tidak dikenakan pajak 40 persen.
Efrat mengakui terjadi penurunan tingkat reservasi dan kunjungan 30-40 persen sejak kenaikan pajak hiburan ramai diberitakan. “Gimana kalau sudah benar-benar diterapkan? Wah, habis kita!” keluhnya.
Namun, Efrat belum menerapkan pajak hiburan 40 persen di perusahaannya. Dia masih berpedoman pada Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditandatangani Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.
Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 mengatur pajak hiburan tertentu sebesar 40 persen. Persentase tarif itu naik dibandingkan yang diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015.
Berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015, tarif pajak untuk diskotik, karaoke, kelab malam, pub, bar, live music, musik dengan disk jockey (DJ) dan sejenisnya masih 25 persen dan 35 persen untuk panti pijat, mandi uap, dan spa. (A)
Reporter: Mustaqim
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS