Penitipan Dana PPM BU Pertambangan di Kejati Dianggap Tidak Tepat
Siswanto Azis, telisik indonesia
Senin, 15 Maret 2021
0 dilihat
Praktisi Hukum Universitas Sembilan belas November (USN) Kolaka, Yahyanto, SH. MH. Foto: Ist.
" Selain UU Nomor 40 tahun 2007 tentang PT, ini juga diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diwajibkan oleh pemerintah kepada perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam. "
KENDARI, TELISIK.ID - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara akhirnya berhasil memaksa PT Akar Mas Internasional (AMI) membayar tunggakan Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat dan Badan Usaha (PPM BU) sejak tahun 2019 senilai Rp 1,7 miliar.
Kejati Sultra dalam rilisnya mengungkapkan, penagihan tunggakan dana PPM BU dari PT AMI sebagai tindak lanjut dari temuan PT Putra Mekongga Sejahtera (PMS) yang lalai membayar mulai tahun 2019 sampai 2020 sebesar Rp 3,4 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Praktisi Hukum Universitas Sembilan Belas November (USN) Kolaka, Yahyanto, SH. MH menilai, penitipan dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat dan Badan Usaha Pertambangan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra tidak tepat.
Menurut Yahyanto, dana PPM tersebut merupakan dana murni perusahaan (bukan dana negara), bersifat aksi korporasi berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
“Selain UU Nomor 40 tahun 2007 tentang PT, ini juga diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diwajibkan oleh pemerintah kepada perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam,” ujarnya, Senin (15/3/2021).
Selain itu, menurut Dekan Fakultas Hukum USN Kolaka ini, penjabaran pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sangat jelas diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 41 tahun 2016 tentang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
"Secara khusus program PPM di dalam pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dikatakan, pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat," tegasnya.
Baca juga: Basarnas Sebut Wakatobi Daerah Kategori Rawan Bencana Laut
Dari peraturan tersebut, menurut Yahyanto, Menteri ESDM menetapkan Keputusan Menteri ESDM nomor 1824 K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, secara jelas diuraikan dalam lampiran keputusan menteri tersebut.
"Kalau kita merujuk pada Keputusan Menteri ESDM tentang pedoman pelaksanaan PPM, maka program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat terkait pembiayaan PPM wajib dikelola langsung oleh badan usaha pertambangan. Bukan dititipkan di kejaksaan," tegas Yahyanto.
Karena itu, Yahyanto mempertanyakan dasar hukum Kejati Sultra yang meminta kepada Badan Usaha Pertambangan untuk melakukan penitipan dana PPM, pada rekening penitipan Kejaksaan Tinggi Sultra, sebab dana program PPM tersebut bukanlah uang negara dan sama sekali tidak berpotensi merugikan keuangan negara.
“Dana Program PPM diperuntukkan kepada masyarakat lingkar tambang dan lingkungan sebagai kewajiban sosial badan usaha pertambangan yang mengakibatkan dampak kepada masyarakat sekitarnya,” katanya.
Yahyanto menyatakan, seyogyanya Kejati Sultra fokus pada pemeriksaan kewajiban-kewajiban badan usaha pertambangan yang berkinerja buruk, serta berpotensi dapat merugikan keuangan negara.
“Masih banyak badan usaha pertambangan yang tidak melaksanakan kewajibannya, legalitas perizinan yang buruk serta kewajiban ke negara yang belum dituntaskan,” ujarnya.
Dekan Fakultas Hukum USN Kolaka ini membeberkan beberapa kewajiban yang mesti dilakukan Badan Usaha Pertambangan, yakni kelengkapan legalitas perizinan usaha pertambangan terkait kewajiban pembayaran iuran tetap (landrent) per tahunnya, iuran produksi atau royalti, termasuk PNBP serta PNBP kepelabuhanannya terkait izin Terminal Khusus (Tersus) serta perpajakan badan usaha dan kewajiban lainnya yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan. (B)
Reporter: Siswanto Azis
Editor: Haerani Hambali