Penyidik Propam Polresta Kendari Paksa Wartawan Jadi Saksi, JMSI Sultra: Bertentangan UU Pers
Erni Yanti, telisik indonesia
Sabtu, 22 Februari 2025
0 dilihat
Polresta Kendari tangani kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum polisi terhadap seorang ibu rumah tangga. Foto: Ist.
" Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara memprotes penyidik Propam Polresta Kendari, yang memaksa dua jurnalis menjadi saksi penyelidikan dugaan pelecehan seksual oleh oknum polisi terhadap seorang ibu rumah tangga "

KENDARI – Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara memprotes penyidik Propam Polresta Kendari, yang memaksa dua jurnalis menjadi saksi penyelidikan dugaan pelecehan seksual oleh oknum polisi terhadap seorang ibu rumah tangga.
Dua jurnalis yang dipaksa untuk menjadi saksi adalah Samsul dari Tribunnews Sultra dan Nur Fahriansyah dari Simpul Indonesia.
“Tindakan pemaksaan tersebut kami anggap bertentangan dengan prinsip perlindungan kebebasan pers yang diatur di dalam Undang-Undang Pers No 40 (Tahun 1999),” tegas Ketua JMSI Sultra, M Nasir Idris, pada Sabtu (22/2/2025).
Samsul dan Nur Fahriansyah melaporkan bahwa mereka mengalami intimidasi pada 3 Februari 2025 oleh penyidik Propam Polresta Kendari.
Baca Juga: Enam Gubernur Terkaya Indonesia Berharta Ratusan Miliar Rupiah, Maluku Utara Pertama dan Sultra Kedua
Mereka mengaku dipaksa memberikan keterangan terkait pemberitaan mengenai kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang anggota kepolisian.
Informasi peristiwa pelecehan seksual, menurut pengakuan Samsul dan Nur Fahriansyah, mereka dapat langsung dari narasumber yang merupakan korban, yang identitasnya masih dijaga kerahasiaannya.
Pada 21 Februari 2025, Samsul dan Nur Fahriansyah menerima surat panggilan pemeriksaan dari Kasi Propam Polresta Kendari, AKP Supratman, dengan nomor Spg/06/II/Huk.12.10.1/2025/Sipropa.
Surat tersebut berisi permintaan kepada Samsul dan Nur Fahriansyah, untuk memberikan keterangan terkait pemberitaan kasus pelecehan seksual yang dilami korban dan melibatkan oknum polisi.
Terkait kejadian ini, Nasir Idris yang juga CEO PT Media Telisik Indonesia, induk perusahaan telisik.id, menilai tindakan Propam Polresta Kendari sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurut mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari ini, dalam undang-undang tersebut, jurnalis memiliki hak tolak yang melindungi mereka dari kewajiban untuk mengungkapkan identitas atau informasi dari narasumber yang dijaga kerahasiaannya.
Pasal 1 butir 10 UU Pers menyebutkan bahwa hak ini diberikan untuk melindungi jurnalis dari pertanggungjawaban hukum atas karya jurnalistik yang mereka buat.
“Sementara itu, Pasal 4 ayat (4) menggarisbawahi bahwa hak tersebut hanya dapat dicabut oleh pengadilan, dan itu hanya untuk kepentingan umum atau keselamatan negara,” jelasnya.
Baca Juga: KM Tilongkabila Docking, Ini Kata Kepala PT Pelni Cabang Kendari
Nasir Idris juga menegaskan bahwa pemanggilan jurnalis sebagai saksi dalam kasus ini berpotensi menciptakan ketidakpastian dan ketakutan di kalangan wartawan.
“JMSI Sultra berharap agar aparat penegak hukum dapat lebih menghormati hak-hak jurnalis dan menjaga kebebasan pers sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” harapnya.
Nasir mengingatkan bahwa Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama mengenai Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
“Propam Polresta Kendari sebaiknya tidak memaksakan keduanya untuk menjadi saksi dalam tindak pidana yang berkaitan dengan karya jurnalistik,” tegas dosen tetap Universitas Nahdlatul Ulama Sultra ini. (C)
Penulis: Erni Yanti
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS