Pesta Kampung, Jejak Peradaban Buton yang Masih Terjaga

Deni Djohan, telisik indonesia
Senin, 21 Desember 2020
0 dilihat
Pesta Kampung, Jejak Peradaban Buton yang Masih Terjaga
Sambutan tokoh masyarakat Kepton yang juga pemerhati budaya Buton, Samsu Umar Abdul Samiun (berdiri). Terlihat pula Bupati Buton, La Bakry, Ketua Bawaslu Buton, Maman dan ketua panitia, La Subu. Foto: Deni Djohan/Telisik

" Jadi vaksin ini adalah anti body yang akan di masukkan ke dalam tubuh kita agar kita tak terjangkiti virus mematikan tersebut. "

BUTON, TELISIK.ID - Sebagai daerah yang memiliki perjalanan sejarah panjang, Kesultanan Buton meninggalkan banyak tradisi yang hingga kini masih terjaga dengan baik. Salah satunya adalah ritual pesta kampung.

Biasanya, perayaan pesta kampung digelar saat musim panen tiba. Dimana, masyarakat setempat mengemas perayaan tersebut dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT terhadap hasil panen yang didapat melalui doa. Selain itu, hasil tersebut dibagikan ke masyarakat dan sebagiannya lagi dijual.

Hari ini, Senin (21/12/2020), masyarakat Desa Suandala, Kecamatan Lasalimu, Buton, menggelar Pesta panen/syukuran akhir tahun. Kegiatan di pusatkan di Baruga adat desa Suandala dan dihadiri Bupati Buton, Drs. La Bakry M.Si beserta kepala SKPD serta tokoh masyarakat yang juga pemerhati Budaya Buton, Samsu Umar Abdul Samiun.

Dalam sambutannya, pemerhati budaya Buton. Umar Samiun yang juga baru saja mendapat gelar La Ode Barani Mina I Tomia mengatakan, presiden Jokowi telah mengumumkan tentang adanya vaksin virus Corona yang sejak kurang lebih 10 bulan menyerang seluruh negara termasuk Indonesia.

Rencananya, vaksin ini mulai didistribusikan secara gratis ke daerah-daerah pada 2021 mendatang. Dengan begitu, aktifitas masyarakat bakal kembali berjalan normal termasuk soal penganggaran keuangan daerah.

"Jadi vaksin ini adalah anti body yang akan di masukkan ke dalam tubuh kita agar kita tak terjangkiti virus mematikan tersebut," ucap mantan Bupati Buton itu.

Jauh sebelum adanya vaksin ditemukan, lanjut dia, masyarakat Buton pada zaman kesultanan sudah mempraktikkan metode vaksinasi tersebut yang disebut dengan ritual, Dole-dole.

Praktik Dole-dole ini bertujuan untuk mengusir segala penyakit atau virus yang ada pada anak melalui media Doa. Biasanya, ritual dilakukan pada anak berusia 2 sampai 3 tahun.

Baca juga: Gegara Demo di Bawaslu Muna, Pelayanan PDAM Terganggu

"Jadi kalau ada anak yang sering sakit biasanya kakek atau neneknya akan bertanya, apakah anak ini sudah di dole-dole atau belum," tuturnya.

Selain dole-dole, terdapat pula tradisi, Posusu. Posusu merupakan tradisi semacam tanda untuk anak perempuan yang belum balig atau belum bisa dilamar.

Sedangkan untuk laki-laki disebut tandaki atau sunat. Biasanya, anak yang sudah menjalani proses tandaki ini dilarang bermain di bawah kolong rumah. Hal ini bertujuan untuk menghindari penglihatan seorang remaja dari hal-hal yang dapat meningkatkan nafsu, mengingat pada masa itu hampir seluruh rumah masyarakat Buton menggunakan rumah panggung yang lantainya menggunakan papan. Sehingga orang yang berada di kolong dapat melihat aktifitas orang di dalam rumah.

"Jangan sampai yang dilihat orang di bawah rumah itu adalah bagian tubuh rawan, itu masalahnya. Makanya anak yang sudah di tandaki dilarang main di kolong," jelasnya.

Bagi perempuan yang telah balig atau memasuki masa remaja maka wajib di posuo atau dipingit. Hal ini bertujuan untuk mengabarkan jika remaja atau dalam bahasa Butonnya disebut Kalambe, yang artinya sudah siap untuk dilamar.

"Dulu kalau ada peristiwa seorang lelaki membawa lari seorang anak gadis yang belum diposuo, maka lelaki tersebut wajib membiayai ongkos posuo wanitanya saat proses perkawinan. Saat saya masih bupati tiap tahun saya laksanakan posuo massal. Ini untuk menghidupi tradisi budaya kita di Buton," bebernya.

Tak hanya tradisi dalam identitas diri saja, kata dia, Buton juga dikenal sebagai kesultanan yang menerapkan sistem demokrasi tertua. Sejak 1600an, praktik pembagian wilayah kekuasaan dalam pemerintahan sudah diterapkan di kesultanan Buton.

"Zaman dulu, yang angkat dan berhentikan sultan itu adalah Sara (pemerintah) Siolimbona. Saat ini semacam lembaga legislatif. Bahkan untuk mengusung calon sultan harus lewat partai yang disebut dengan Kamboru-mboru Talu palena atau tiga pilar. Tiga golongan ini saja yang boleh menjadi Sultan," tambanya.

Bahkan sebelum penentuan, terdapat tahapan pemilihan yang harus dilalui. Hanya saja tak seperti tahapan pilkada saat ini.

Baca juga: Demo Ricuh, Ketua Bawaslu Muna Terkena Lemparan Batu

Tahap pertama adalah penyerahan nama calon dari masing-masing kelompok komboru-mboru untuk dibuka bersama. Setelah nama sudah ada, nama tersebut kemudian di sosialisasikan di seluruh kadie atau wilayah. Setelah proses sosialisasi selesai kemudian masuk ke tahap Fali yang dilaksanakan di masjid agung Keraton Buton pada malam hari.

Sebelum nama-nama tersebut di Fali, para perangkat masjid menjalankan solat sunat. Kemudian para perangkat masjid mengambil Al-Quran untuk dibuka pada bagian tengah. Setelah terbuka, Qur'an tersebut kemudian dibuka sebanyak tujuh lembar. Kemudian para perangkat masjid tersebut membaca tujuh ayat dari lembaran tersebut. Jika pada ayat tersebut terdapat banyak huruf dianggap Ha, maka itu dianggap baik. Namun jika ternyata terdapat banyak huruf Kha, nama itu langsung dicoret karena dianggap tidak baik.

"Seperti ini singkatnya proses tahapan pemilihan sultan di Buton saat itu," tukasnya.

Bupati Buton, La Bakry mengatakan, pelestarian budaya merupakan visi misi Umar-Bakry sejak tahun 2012-2017 dan 2017 hingga saat ini dalam membangun Buton. Tak lupa juga ia mengucapkan apresiasi terhadap kegiatan tersebut yang tetap menjaga protab kesehatan di masa pandemi ini.

"Kita sejak 2012 hingga kini visi misi kita yakni menjadikan Buton sebagai wilayah industri dan budaya," imbuhnya.

Sementara itu, ketua panitia kegiatan, La Subu mengucapkan rasa terimakasih kepada masyarakat Suandala yang bersama-sama menyukseskan kegiatan tahunan tersebut.

Tak lupa juga ia mengucapkan permohonan maaf jika selama proses kegiatan terdapat kekeliruan yang tidak disengaja.

"Mewakili masyarakat, saya minta maaf jika terdapat kekeliruan dalam kegiatan ini," pungkasnya. (A)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga