Pesta Kampung Waoleona, Jejak Perlawanan Sultan Himayatuddin terhadap Kesultanan Buton

Deni Djohan, telisik indonesia
Minggu, 27 Desember 2020
0 dilihat
Pesta Kampung Waoleona, Jejak Perlawanan Sultan Himayatuddin terhadap Kesultanan Buton
Pertunjukan silat saat penyambutan pada ritual Pesta Panen Akhir Tahun yang dikemas dalam bentuk Pesta Kampung. Foto: Deni Djohan/telisik

" Pada suatu tempat, La Ode Balala berniat dalam hati sembari berkata, jika bayi ini adalah anak sultan, maka munculkan air. "

BUTON, TELISIK.ID - Selain meninggalkan benteng terluas di dunia, Kesultanan Buton juga meninggalkan sejumlah tradisi ritual adat yang hingga kini masih dilestarikan oleh masyarakat yang tersebar di wilayah pemerintahan eks kesultanan.

Salah satunya adalah ritual pesta panen akhir tahun. Ritual ini masih ditemukan di beberapa daerah bekas wilayah eks kesultanan, seperti Buton Selatan (Busel), Buton Tengah (Buteng) dan Buton Induk bahkan Kota Baubau.

Setelah Desa Suandala, Kecamatan Lasalimu, ritual pesta panen yang dikemas dalam bentuk pesta kampung ini juga digelar masyarakat Desa Waoleona, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton.

Ritual yang sudah dilakukan sejak 250 tahun lalu ini dihadiri langsung Bupati Buton, La Bakry beserta jajarannya dan tokoh masyarakat Kepton sekaligus pemerhati Budaya Buton, Samsu Umar Abdul Samiun pada Sabtu (26/12/2020) kemarin.

Dalam bahasa masyarakat setempat, pesta kampung ini disebut Bongkano Khopo atau pesta panen. Awalnya, Bongkano Khopo ini merupakan tradisi penyerahan hasil tanam masyarakat kepada kesultanan yang saat ini kenal dengan istilah pajak negara. Masyarakat kemudian bisa menikmati hasil panen itu setelah bagian untuk kesultanan sudah diserahkan.

Namun penyerahan pajak ini sempat terhenti dengan alasan jarak antara kadie (wilayah) dan pusat pemerintahan kesultanan Buton yang terletak di Wolio, Kota Baubau, sangat jauh dan melewati hutan belantara. Akhirnya masyarakat setempat merayakan hasil panen itu dengan tradisi pesta kampung yang melibatkan masyarakat kadie sekitar.

Hal ini bertujuan untuk membentuk tali silaturahmi antar manusia dan masyarakat sekitar dengan tujuan bersama-sama mensyukuri Rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan rezeki serta kekuatan lahir dan batin kepada ciptaan-Nya.

Inisiator pemberhentian pemberian pajak ke kesultanan adalah La Ode Pongko. La Ode Pongko diketahui lahir di Kamanipatola, Desa Waoleona yang saat itu masih bergabung dengan Kekenauwe.

La Ode Pongko ditemukan oleh salah seorang masyarakat setempat bernama, La Ode Balala. Saat itu, La Ode Balala hendak melaut. Namun ia melihat seorang wanita yang tengah berada di dekat sungai. Mengetahui keberadaan La Ode Balala, wanita itu kemudian lari bersembunyi. Setelah berada di tempat wanita itu, La Ode Balala melihat seorang bayi beserta sejumlah perhiasan berharga di sekitar bayi.

Bayi tersebut kemudian diambil untuk dibawa ke kampung dengan diselimuti kain semacam selendang bernama Kamanipatola. Sedang wanita yang diketahui ibu bayi itu tak diketahui lagi keberadaannya.

Di pertengahan jalan, La Ode Balala melihat sebuah tanda-tanda kebesaran pada bayi tersebut. Ia menduga kuat jika bayi yang digendongnya itu merupakan bagian dari kesultanan.

"Pada suatu tempat, La Ode Balala berniat dalam hati sembari berkata, jika bayi ini adalah anak sultan, maka munculkan air," ucap La Ode Balala sembari menancapkan tombaknya ke tanah, seperti dikutip dalam sinopsis yang dibacakan ketua panitia pesta, Sarman.

Atas izin Allah, lanjutnya, sebuah mata air muncul dari balik batu. Oleh masyarakat setempat, air tersebut dikenal dengan nama Ouwelalaki atau air lelaki. Air itulah yang kemudian memandikan bayi itu. Si Bayi kemudian diangkat menjadi anak oleh La Ode Balala.

Pada tahun 2019 lalu, bayi yang ketika dewasa menantang penyerahan pajak kepada ke kesultanan tersebut resmi diangkat menjadi pahlawan nasional republik Indonesia oleh Presiden, Joko Widodo. Bayi itu adalah Sultan Himayatuddin alias Oputa Yukio.

Di tempat yang sama, tokoh masyarakat Kepton yang juga pemerhati budaya Buton, Samsu Umar Abdul Samiun mengatakan, Kabupaten Buton merupakan implementasi dari eks kesultanan Buton.

Cakupan wilayahnya saat itu meliputi Provinsi Sulawesi tenggara saat ini hingga kabupaten Selayar, provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam tatanan sara ogena atau pemerintahan legislatif, salah satu dari sembilan perwakilan rakyat yang dikenal dengan sio limbona berasal berasal dari Selayar. Dalam tatanan pemerintahan kesultanan, perwakilan Selayar disebut Bontona Silea.

Baca juga: Tahun 2020, 43 Dokter dan 58 Perawat di Jatim Meninggal Dunia karena COVID-19

"Inilah perwakilan kita yang bertugas untuk mengangkat dan memberhentikan sultan," ucap Umar saat memberikan sambutannya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, terdapat tiga kelompok dalam sistem pemerintahan Buton. Ketiga tersebut adalah Walaka, Kaomu dan Papara. Walaka adalah implementasi seorang ayah. Tugas dan fungsi bangsawan Walaka ini adalah mengangkat dan memberhentikan Sultan.

Sedang bangsawan Kaomu adalah manifestasi seorang anak. Dari Kaomu inilah Sultan Buton lahir. Sedang Papara adalah rakyat. Di sebuah kadie, bangsawan Walaka disebut Bonto. Sedang bangsawan Kaomu adalah Lakina.

"Jadi kalau ini tidak boleh dicampur adukan. Sebab keliru nanti penjabarannya," bebernya.

Lebih jauh dijelaskan, satu dari empat ujung tombak benteng pertahanan kesultanan Buton adalah Watumotobe yang saat ini bertempat di Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton. Sedang tiga lainnya ada di Lapandewa, Buton Selatan. Mawasangka, Buton Tengah dan Wabula, Kabupaten Buton.

Keempat wilayah pertahanan ini disebut dengan Matana Sorumba atau Unjung Tombak. Khusus Matana Sorumba Watumotobe mayoritas menggunakan bahasa pancana.

Berkaitan dengan upeti, lanjut dia, kesultanan tidak membebankan upeti tersebut kepada kadie. Kesultanan hanya mewajibkan upeti itu kepada wilayah Barata. Kewajiban itu juga berlaku ketika proses momen pelantikan Sultan.

Barata tersebut tersebar di empat wilayah yakni Barata Kulisusu (Buton Utara), Barata Wuna (Raha), Barata Kaledupa (Wakatobi) dan Barata Tiworo (Muna Barat).

"Jadi kalau upeti ini tidak diserahkan maka leher jaminannya. Sebab perlawanan itu dianggap makar. Ini beberapa kali terjadi," jelasnya.

Baca juga: Pemda Muna Genjot Pembangunan Fisik Tuntas Sebelum 2021

Ia mengaku, keseriusannya mendampingi pemda Buton sebab Kabupaten Buton merupakan implementasi eks kesultanan. Saat masih Bupati Safei menjabat, Kabupaten Buton terdiri dari 31 kecamatan dimana di dalamnya Wakatobi dan Bombana berada di dalamnya.

Dimasa pemerintahan Umar-Bakry, tersisa 21 kecamatan sebab Bombana dan Wakatobi telah dilepas. Di masa Drs. La Bakry semakin kecil mengingat Busel dan Buteng juga telah dilepas menjadi daerah otonomi baru pada tahun 2014 lalu.

"Cita-cita besar saya daerah ini kita satukan kembali. Caranya melalui Kepton. Memang belum mendapat legitimasi, namun secara devacto ini sudah ada," tegasnya.

Menurutnya, wilayah eks kesultanan Buton hanya terpisah melalui adminstrasi saja. Secara peradaban adat dan istiadat, intensitas kebutonan itu masih terikat erat. Faktanya, seluruh kadie yang tersebar di wilayah eks kesultanan Buton masih menggelar ritual adat budaya Buton.

"Kita di Buton ini ada suku pancana, ciacia dan lain-lain. Tapi semua ini adalah intetas Buton. Dan ini akan kita wujudkan dalam cita-cita besar kita yakni Kepton," imbuhnya.

Bupati Buton, Drs. La Bakry mengatakan, hingga kini dirinya masih konsisten dengan visi misi Umar-Bakry yang bakal menjadikan Buton sebagai daerah industri berbasis Budaya. Misalnya pengenaan kampurui (ikat kepala) oleh seluruh ASN. Hal ini kemudian diadopsi oleh Pemprov Sultra saat itu.

"Di Pemprov, penggunaan kampurui sudah diwajibkan. Waktu kita datang, yang tidak bawa kampurui itu dibagikan secara gratis oleh Pemprov," bebernya.

Pada kesempatan itu, mantan wakil Umar Samiun itu meminta maaf kepada seluruh tamu karena tahun ini Pemda Buton tak menggelar festival budaya tua mengingat pandemi COVID-19 yang tengah menyerang dunia. Anggaran event tahunan yang telah masuk dalam kalender nasional dialokasikan pada pembangunan infrastruktur.

"Hal ini sesuai dengan himbauan kementerian," pungkasnya. (A)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga